Pieterspark, Taman Tertua di Bandung yang Berdiri Sejak 1885

Fira Nursyabani
Ditulis oleh Fira Nursyabani diterbitkan Kamis 10 Jul 2025, 10:52 WIB
Lukisan Pieterspark Bandung. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)

Lukisan Pieterspark Bandung. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)

AYOBANDUNG.ID - Kalau kamu suka jalan-jalan ke Balai Kota Bandung, apalagi yang gemar duduk-duduk cantik di Taman Dewi Sartika sambil menyeruput kopi dari kafe sebelah, coba berhenti sebentar dan bayangkan: di tanah tempatmu duduk itu, seratusan tahun lalu, mungkin ada meneer Belanda berkumis lentik yang sedang asyik membaca koran De Preanger-bode, sambil mengawasi anak-anak pribumi berlarian dekat pohon angsret.

Ya, sebelum jadi Taman Dewi Sartika yang penuh dedaunan Instagramable itu, taman ini punya nama yang lebih ‘Belanda banget’: Pieterspark. Nama yang jika diucapkan sekarang, bisa bikin tukang parkir di sekitar Balai Kota melongo.

Pada masa ketika Jalan Braga masih lebih harum dari kafe-kafe masa kini, dan sepeda ontel menjadi simbol kemajuan, berdirilah sebuah taman yang jadi pelipur lara kaum elite Hindia Belanda. Namanya Pieterspark, didirikan tahun 1885, dua dekade lebih awal dari kelahiran Kota Bandung sebagai Gemeente (kota resmi) pada 1 April 1906.

Sudarsono Katam dalam bukunya Gemeente Huis (Balaikota) Bandung dan Sekitarnya dari Masa ke Masa (2014) menyebut taman ini dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada Pieter Sijthoff, seorang Asisten Residen Priangan. Pieter ini bukan sembarang Pieter. Konon, dia punya jasa besar dalam mengatur wilayah Bandung.

“Tatakota Kota Bandung memang dirancang mengacu kepada konsep kota taman (Garden City) seperti di negara-negara Eropa,” tulis Sudarsono. Dan benar saja, sebelum taman-taman bertema seperti Taman Jomblo dan Taman Film bikin kaum urban hepi-hepi di zaman wali kota yang hobi mengumbar jargon itu, Pieterspark sudah menebar hawa hijau di tengah kota.

Botanikus Belanda bernama R. Teuscher dipercaya sebagai arsitek taman ini. Ia bukan sembarang tukang tanam. Pilihan vegetasinya bisa bikin kebun botani cemburu. Salah satu tanaman andalannya adalah pohon sepatu dewa alias ki angsret (Spathodea campanulata). Bukan hanya cantik, tapi juga cukup eksotis untuk membuat para nona Belanda betah piknik.

Fasilitas air taman? Jangan khawatir. Sungai Cikapayang yang mungil tapi lincah jadi penyuplai utama. Sungai ini merupakan anak manis dari Sungai Cikapundung, si raja arus di Kota Bandung. Dulu, airnya jernih. Sekarang? Ah, mari kita tidak merusak suasana nostalgia.

Baca Juga: Salah Hari Ulang Tahun, Kota Bandung jadi Korban Prank Kolonial Terpanjang

Pada masa jayanya, sekitar 1930-an, Pieterspark adalah jantung hiburan warga. Tempat kongkow. Nongkrong di bangku taman, juga tempat para pemuda menyusun rencana menggoda nona-nona sekolah Hollandsch-Inlandsche School. Bahkan ada delman segala! Lengkap sudah.

Berubah jadi Taman Dewi Sartika

Segala sesuatu yang bau kolonial biasanya tak bertahan lama setelah proklamasi. Maka, pada 1950, nama Pieterspark resmi diganti menjadi Taman Merdeka. Bung Karno mungkin akan tersenyum. Tapi taman ini seperti kehilangan perawatan. Bak wajah mantan yang tak lagi diberi perhatian, Taman Merdeka pun kusut, kumuh, dan bau keringat gelandangan.

Sampah menumpuk. Bangku taman tak lagi romantis, malah lebih mirip properti horor. Bahkan pohon-pohon seperti kehilangan semangat hidup. Taman yang dulu indah itu sempat jadi spot yang lebih cocok buat adegan pembegalan ketimbang lamaran romantis.

Baru pada masa Wali Kota Husen Wangsaatmaja, taman ini kembali dirapikan dan digabung dengan taman di sebelahnya, Taman Badak. Nah, Taman Badak ini punya kisah sendiri. Sudarsono mencatat, di sana ada patung badak putih yang bukan sekadar hiasan. Itu simbol mitos lama.

Taman Dewi Sartika di Balaikota Bandung. (Sumber: Ayobandung)
Taman Dewi Sartika di Balaikota Bandung. (Sumber: Ayobandung)

Konon, Bupati RA Wiranatakusumah II percaya, lokasi ideal untuk pusat pemerintahan adalah tanah yang bahe ngidul (miring ke selatan), dekat sumber air, dan—ini dia yang bikin kening berkerut—bekas tempat mandi badak putih. Maka, tak heran kalau di area Balai Kota ada patung badak yang tampangnya serius banget.

Tahun 1996, giliran Wali Kota Wahyu Hamijaya mengubah nama taman ini lagi. Kali ini jadi Taman Dewi Sartika, lengkap dengan patung dada sang pahlawan perempuan. Dari Pieterspark ke Taman Merdeka, dan akhirnya jadi Taman Dewi Sartika. Nama boleh ganti, tapi aroma sejarahnya tetap melekat.

Wajah taman makin merona di era Ridwan Kamil, wali kota yang memang gemar meresmikan taman baru. Perubahan paling terasa terjadi sejak Ridwan Kamil menjabat Wali Kota. Katanya, “Waktu Kang Emil jadi Wali Kota, taman ini ditata ulang total. Sekarang luasnya sekitar 4.000 meter persegi dan ada lebih dari 500 jenis tanaman hias.” kata Andri Yulianto, pengurus taman, sekali waktu.

Dari taman yang dulu jadi tempat gelandangan beristirahat dan bangku-bangku patah kaki, kini berubah jadi ruang terbuka hijau yang punya pengolahan sampah organik dan daur ulang. Kursi-kursinya rapi. Tidak ada lagi adegan copet-copetan. Anak-anak bisa main, pasangan bisa piknik, dan fotografer bisa berburu angle.

Satu hal yang patut diacungi jempol: taman ini tetap mempertahankan identitasnya sebagai ruang hijau yang menyenangkan. Dari era Belanda sampai era filter Instagram, Pieterspark atau Taman Dewi Sartika tetap jadi salah satu bukti bahwa Bandung memang kota yang bercita rasa taman.

Baca Juga: Kisah Sedih Teras Cihampelas, Warisan Ridwan Kamil yang Gagal Hidup Berulang Kali

Bandung memang penuh taman—dari Taman Superhero yang dipenuhi figur kartun, hingga Taman Jomblo yang jadi tempat nongkrong kaum jomlo yang (katanya) happy. Tapi Pieterspark, yang kini menyaru jadi Taman Dewi Sartika, adalah nenek moyangnya taman-taman itu.

Bukan sekadar ruang hijau, tapi saksi bisu kota yang tumbuh dari kolonialisme, merdeka, kumuh, lalu bangkit lagi. Taman ini membuktikan bahwa sejarah tak selalu harus ada di museum atau monumen besar. Kadang, ia bisa hadir lewat sebatang pohon, bangku kayu, atau bahkan bau tanah setelah hujan.

Kalau sedang ke Balai Kota, jangan cuma sibuk selfie. Duduklah sebentar, hirup udara dalam-dalam, dan bayangkan Pieter Sijthoff sedang memperhatikan dari balik pepohonan.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 26 Agu 2025, 20:06 WIB

Blunder Pratikno sambil Cengengesan: Saya Agak Ngantuk

Gaya Bahasa Para Pemangku Kebijakan seringkali menjadi sorotan masyarakat.
Menteri Kemenko PMK, Pratikno. (Sumber: Kemenko PMK)
Ayo Biz 26 Agu 2025, 18:16 WIB

Dari Tradisi ke Prestasi, Long Qing dan Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya

Bertahan dengan seni tradisional, kelompok barongsai Long Qing membuktikan bahwa budaya bisa jadi fondasi bisnis yang berkelanjutan dan berdampak luas.
Bertahan dengan seni tradisional, kelompok barongsai Long Qing membuktikan bahwa budaya bisa jadi fondasi bisnis yang berkelanjutan dan berdampak luas. (Sumber: dok. kelompok barongsai Long Qing)
Ayo Netizen 26 Agu 2025, 18:01 WIB

Raya, Bukti Nyata Potret Buram Penanganan Kesehatan di Negeri Ini

Raya seorang balita berusia 4 tahun asal Kabupaten Sukabumi menjadi bukti nyata potret buram bagaimana penanganan kesehatan di negeri ini
Raya, balita di Sukabumi yang meninggal akibat cacingat akut. (Sumber: Screenshoot Video Rumah Teduh)
Ayo Biz 26 Agu 2025, 17:07 WIB

Bayar Seikhlasnya Tak Selalu Mulus, Pelajaran dari Me Time Cafe

Membawa semangat inklusif, eksperimen berani Me Time Cafe untuk menerapkan sistem “bayar seikhlasnya” jadi batu sandungan dalam merintis bisnis kuliner.
Membawa semangat inklusif, eksperimen berani Me Time Cafe untuk menerapkan sistem “bayar seikhlasnya” jadi batu sandungan dalam merintis bisnis kuliner. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 26 Agu 2025, 16:00 WIB

Jati Kasilih ku Junti: Nasib Kebudayaan Sunda dari Krisis Pangan

Sebuah refleksi tentang kebudayaan Sunda yang lahir dari ladang kini tergerus.
Ilustrasi orang Sunda. (Sumber: Unsplash/Mahmur Marganti)
Ayo Biz 26 Agu 2025, 15:30 WIB

Batik Tulis Kaki dan Ayu Tri Handayani, Menenun Harapan Lewat Canting di Ujung Kaki

Ayu membuktikan bahwa kreativitas dan ketekunan mampu menembus batas fisik, bahkan melahirkan karya seni yang memikat hati banyak orang.
Ketika sebagian orang melihat keterbatasan sebagai penghalang, Ayu Tri Handayani menjadikannya sebagai titik awal untuk berkarya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 26 Agu 2025, 14:13 WIB

Bolu Pisang Bu Wita, Oleh-Oleh Legendaris yang Jadi Buruan Pelancong di Bandung

Bandung punya banyak oleh-oleh yang selalu jadi buruan pelancong. Salah satunya adalah Bolu Pisang Bu Wita, kue berbahan dasar pisang yang kini menjadi ikon oleh-oleh khas kota kembang.
Bolu Pisang Bu Wita (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 26 Agu 2025, 12:11 WIB

Demi Keamanan, Jangan Asal Pilih Sepatu Gunung

Sepatu gunung berfungsi melindungi kaki sekaligus menunjang keselamatan saat mendaki atau berjalan di medan berat. Dibuat dengan material yang lebih tebal dan kuat, sepatu ini mampu melindungi kaki da
Ilustrasi Foto Sepatu Gunung. (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 26 Agu 2025, 10:46 WIB

Mamata, Tas Handmade Cantik dari Limbah Kain

Bermula dari hobi merajut, Ondang Dahlia mendirikan Mamata, sebuah UMKM yang memproduksi tas ramah lingkungan berbahan kain sisa. Nama Mamata sendiri diambil dari singkatan 'mamahnya Ata', putri semat
Tas Mamata. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 26 Agu 2025, 10:21 WIB

63 Tahun TVRI: Antara Nostalgia dan Tantangan Relevansi

Dulu sekali, saat satu-satunya tontonan adalah TVRI, maka setiap rumah memutarnya.
Televisi Republik Indonesia (TVRI). (Sumber: TVRI)
Ayo Netizen 26 Agu 2025, 08:38 WIB

Politik Minta Maaf Berhasil Melegalkan Kesalahan para Pemangku Kebijakan

Kata maaf seolah menjadi mantra sakti bagi para pejabat yang salah berucap atau membuat kebijakan secara asal-asalan.
Bupati Pati, Sudewo (tengah). (Sumber: Humas Kabupaten Pati)
Ayo Netizen 25 Agu 2025, 20:20 WIB

Menyikapi Rasa Sepi yang Berujung Haus Validasi lewat Film 'Tinggal Meninggal'

Film Tinggal Meninggal menjadi repesentasi dari fenomena manusia di zaman ini.
Film Tinggal Meninggal (Sumber: Imajinari Pictures)
Ayo Biz 25 Agu 2025, 18:15 WIB

Menanam Bisnis dari Tanah Kosong: Komunitas 1.000 Kebun dan Ekonomi Hijau di Bandung

Dari hasil panen, komunitas ini membangun Warung 1.000 Kebun, ruang transaksi yang menjual produk organik langsung dari tangan petani kota kepada konsumen.
Komunitas 1.000 Kebun lahir dari keresahan akan gaya hidup urban yang semakin jauh dari alam. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 25 Agu 2025, 17:17 WIB

Myloc Coffee & Cafe: Ketika Warna, Musik, dan Rasa Menyatu di Jantung Braga

Bandung memang kota kuliner tapi Myloc menunjukkan bahwa kuliner bukan hanya soal rasa tapi juga medium ekspresi hingga ruang nostalgia.
Bandung memang kota kuliner tapi Myloc menunjukkan bahwa kuliner bukan hanya soal rasa tapi juga medium ekspresi hingga ruang nostalgia. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 25 Agu 2025, 15:30 WIB

Dari Serum ke Klinik, Adeeva dan Gelombang Baru Bisnis Kecantikan di Bandung

Di tengah geliat industri kecantikan yang terus berkembang, Kota Bandung menjelma menjadi salah satu pusat tren perawatan kulit di Indonesia.
Di tengah geliat industri kecantikan yang terus berkembang, Kota Bandung menjelma menjadi salah satu pusat tren perawatan kulit di Indonesia. (Sumber: dok. Adeeva Aesthetic Clinic)
Ayo Netizen 25 Agu 2025, 15:29 WIB

Diajar Biantara, Ngarasa Reueus Bahasa Sunda

Sabtu Lalu perlombaan Biantara Putra (Pidato Bahasa Sunda) dalam ajang Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) Tingkat Kecamatan Cileunyi kelar digelar.
Poster Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang berlangsung di berbagai daerah. (Sumber: Youtube/Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa)
Ayo Netizen 25 Agu 2025, 14:34 WIB

Menilik Kasus Pernikahan Anak KDM: Hukum Tajam ke Bawah dan Tumpul ke Atas?

Kasus hajatan Gubernur KDM yang memakan korban menggantung. Tak jelas seperti apa penyidikannya. Situasi akan beda jika rakyat biasa yang alaminya.
Tangkapan layar kekacauan pesta pernikahan anak KDM di Garut. (Sumber: Istimewa)
Ayo Biz 25 Agu 2025, 13:02 WIB

Lumpia Basah Bandung, Kuliner yang Sulit Ditemukan di Kota Lain

Bandung terkenal dengan jajanan tradisional yang selalu dirindukan. Salah satunya adalah lumpia basah, kudapan sederhana dengan isian bengkuang, tauge, dan telur, dibalut kulit lembut lalu disiram sau
Ilustrasi Foto Lumpia Basah (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 25 Agu 2025, 11:44 WIB

Ngopi Sambil Menikmati Suasana Vintage di Roemah Sangrai Tua

Di tengah ramainya Dago, Bandung, ada sebuah kedai kopi baru yang sedang jadi perbincangan. Bukan semata karena racikan kopinya, melainkan suasana yang membuat siapa pun serasa melangkah mundur ke mas
Kopi di Rumah Sangrai Tua (Foto: Dok. Rumah Sangrai tua)
Ayo Netizen 25 Agu 2025, 09:48 WIB

Kritik Sosial Pram terhadap Kondisi Indonesia Era 50-an

Keterbatasan di balik jeruji dan pengasingan justru membuat Pram banyak melahirkan karya luar biasa yang bisa dinikmati.
Midah Si Gadis Bergigi Emas (Sumber: Dinas Arsip dan Perpustakaan Bandung)