Hikayat TPU Cikadut, Kuburan China Terluas di Bandung yang Penuh Cerita

Redaksi
Ditulis oleh Redaksi diterbitkan Rabu 09 Jul 2025, 16:58 WIB
TPU Cikadut (Sumber: bandung.go.id)

TPU Cikadut (Sumber: bandung.go.id)

AYOBANDUNG.ID - Di sebuah perbukitan di utara Kota Bandung, berdiri sebuah tempat yang bisa bikin merinding dan tersenyum sekaligus: TPU Cikadut, atau yang kerap disebut warga sebagai Kuburan China. Jangan dulu bayangkan suasana seram khas film horor kelas tiga. TPU ini, walau bernuansa tenang dan sedikit mistis, justru lebih mirip museum terbuka yang menyimpan sejarah kota dan kisah cinta lintas etnis yang tak tercatat dalam buku pelajaran.

Bayangkan, di sinilah etnis Tionghoa Bandung—yang sejak tahun 1800-an sudah ikut membangun kota ini dari pasar hingga pabrik tekstil—beristirahat dalam damai. Bukan di liang lahat biasa, melainkan di makam-makam megah yang bentuknya kadang lebih mirip rumah liburan daripada tempat peristirahatan terakhir.

Letaknya di Jatihandap, di sebuah kawasan berbukit yang memaksa peziarah untuk membakar kalori lebih dulu sebelum sampai ke titik-titik makam yang tersebar acak namun terorganisir.

“Di bawah juga ada makam, Neng, lihat-lihat aja,” kata Juhri alias Abah Abang, sang kuncen legendaris yang sudah wara-wiri di sini sejak usia 10 tahun. Ia kini jadi semacam penjaga semi-resmi, yang tahu betul di mana saja letak para ‘penghuni’ TPU Cikadut, termasuk siapa yang kawin campur dan siapa yang dimakamkan dua kali (secara simbolik, tentu saja).

Salah satu yang menarik adalah Monumen Atlantic Park, bangunan putih yang lebih cocok jadi tempat meditasi daripada kuburan. Di dalamnya, selain ada guci berisi tulang-belulang keluarga Wong Pak Kian, juga ada ruangan kecil tempat Juhri berteduh dari gerimis dan sesekali, berpikir tentang hidup.

“Oh ini mah tempat istirahat juga. Tapi jangan takut, enggak ada yang ganggu, paling tikus doang,” katanya sambil terkekeh, membukakan pintu besi menuju menara abu.

Tak jauh dari situ, ada pula makam tertua, milik seorang pria Belanda yang menikahi perempuan Tionghoa. Tahun lahirnya 1885, wafat 1921. Sebuah angka yang, menurut Juhri, “dari sebelum saya lahir juga udah ada itu nisan, tapi saya enggak bisa baca tulisan Belandanya.”

Salah satu makam Tionghoa di TPU Cikadut. (Sumber: bandung.go.id)
Salah satu makam Tionghoa di TPU Cikadut. (Sumber: bandung.go.id)

Bukan Cuma untuk Tionghoa

TPU Cikadut memang mayoritas berisi makam etnis Tionghoa. Tapi jangan buru-buru menyimpulkan isinya homogen. Nyatanya, banyak juga kisah silang budaya di tempat ini.

Contohnya makam Djuhriah, seorang kepala sekolah SD Priangan Bandung yang wafat pada 1969. Dari nisannya, terlihat gaya Islam yang khas—nisan di bagian kepala, keramik biru. Tapi letaknya berdampingan dengan makam sang suami dan mertuanya yang Tionghoa. Romantis sampai mati, dan tetap satu komplek.

“Dulu guru-gurunya suka ke sini ziarah pas Hari Guru,” ujar Juhri, yang tampaknya sudah hafal siapa saja pengunjung musiman TPU Cikadut, dari keluarga pejabat sampai alumni SD.

Cerita lain datang dari makam Ipoh, seorang muslimah yang dimakamkan dengan nisan bertuliskan kalimat tauhid, tapi di sekelilingnya terdapat ornamen bunga teratai khas kuburan Tionghoa. “Suaminya Cina, Neng, yang penting damai, ya,” kata Juhri dengan gaya bijak khas warga yang sudah terlalu sering berbicara dengan orang hidup dan almarhum sekaligus.

Kalau tak ingin berkeliling terlalu jauh (karena TPU ini luasnya sekitar 6 hektar), Anda bisa sekadar mampir ke krematorium yang dibangun pada 1961. Tempat ini dirintis oleh sembilan pengusaha Tionghoa yang urunan Rp15.000, jumlah yang saat itu cukup untuk membeli satu truk bakso, atau setidaknya mendirikan satu yayasan pemulasaraan jenazah.

Baca Juga: Jejak Kampung Dobi Ciguriang, Sentra Kuli Cuci Era Kolonial

“Sekarang kebanyakan dikremasi. Udah enggak kayak dulu, yang punya lahan gede bisa dikubur. Yang lain ya kremasi aja, abunya ditaruh di menara,” jelas Abung, penjaga krematorium yang siang itu lebih sibuk memindahkan bangku plastik daripada mengurus upacara duka.

Bagi yang berminat melakukan ziarah budaya, TPU Cikadut bisa jadi destinasi yang mengasyikkan asal datang pagi-pagi, dan jangan lupa bawa minum sendiri. Pintu masuknya tak jauh dari jalan besar, tapi jalur ke dalamnya cukup menanjak, dan kadang ditemani oleh ilalang yang tumbuh bebas seperti pertanyaan hidup yang tak kunjung terjawab.

Seperti TPU Cikadut sendiri, yang menyimpan banyak hal: kisah cinta beda agama, tokoh sejarah yang nyaris dilupakan, kremasi yang khidmat, hingga arsitektur makam yang tak kalah dari vila di Lembang. Sebuah tempat peristirahatan yang penuh dinamika.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 18 Okt 2025, 19:38 WIB

Antrean iPhone 17 di Bandung: Tren Gaya Hidup atau Tekanan Sosial?

Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama.
Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama. (Foto: Dok. Blibli)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 18:47 WIB

Sportainment di Pusat Perbelanjaan Bandung, Strategi Baru Menarik Wisatawan dan Mendorong Ekonomi Kreatif

Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu.
Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 17:31 WIB

Dapur Kolektif dan Semangat Komunal, Potret Kearifan Kuliner Ibu-Ibu Jawa Barat

Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung.
Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 20:21 WIB

'Bila Esok Ibu Tiada': Menangis karena Judul, Kecewa karena Alur

Ulasan film "Bila Esok Ibu Telah Tiada" (2024). Film yang minim kejutan, tapi menjadi pengingat yang berharga.
Poster film "Bila Esok Ibu Telah Tiada". (Sumber: Leo Pictures)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 19:36 WIB

Balakecrakan Menghidupkan Kembali Rasa dan Kebersamaan dalam Tradisi Makan Bersama

Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa.
Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 18:10 WIB

Gen Z Mengubah Musik Menjadi Gerakan Digital yang Tak Terbendung

Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati.
Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati. (Sumber: Freepik)
Ayo Jelajah 17 Okt 2025, 17:36 WIB

Sejarah Panjang Hotel Preanger Bandung, Saksi Bisu Perubahan Zaman di Jatung Kota

Grand Hotel Preanger menjadi saksi sejarah kolonial, revolusi, hingga kemerdekaan di Bandung. Dari pesanggrahan kecil hingga ikon berusia seabad.
Hotel Preanger tahun 1930-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 17:15 WIB

Lengkong Bergerak dari Kampung Kreatif Menuju Destinasi Wisata Urban

Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya.
Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:33 WIB

Tunjangan Rumah Gagal Naik, Dana Reses DPR RI Justru Melambung Tinggi

Tunjangan rumah yang gagal dinaikkan ternyata hanya dilakukan untuk meredam kemarahan masyarakat tapi ujungnya tetap sama.
Gedung DPR RI. (Sumber: Unsplash/Dino Januarsa)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:04 WIB

Lagi! Otak-atik Ganda Putra, Pasangan Baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat Bikin BL Malaysia Marah

PBSI melalui coach Antonius memasangkan formula pasangan baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: PBSI)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:38 WIB

Meneropong 7 Program Pendidikan yang Berdampak Positif

Pendidikan yang bermutu harus ditunjang dengan program-program yang berkualitas.
Anak sekolah di Indonesia. (Sumber: indonesia.go.id)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:13 WIB

Hantu Perempuan di Indonesia adalah Refleksi dari Diskriminasi

Sejauh ini sebagian perempuan masih hidup dengan penderitaan yang sama, luka yang sama, dan selalu mengulang diskriminasi yang sama.
Perempuan dihidupkan kembali dalam cerita tapi bukan sebagai pahlawan melainkan sebagai teror. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 14:55 WIB

Cikandé, Cekungan seperti Karung

Toponimi Cikandé langsung populer ketika kasus pencemaran zat radioaktif Cesium-137 terungkap.
Citra satelit Kampung Cikandé, Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. (Sumber: Citra satelit: Google maps)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 14:20 WIB

Braga dan Kopi Legenda

Sejarah kopi di Jalan Braga Bandung erat kaitannya dengan sejarah Jalan Braga itu sendiri pada era kolonial Belanda.
Warung Kopi Purnama di Jalan Braga, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.com)
Ayo Jelajah 17 Okt 2025, 14:08 WIB

Hikayat Soldatenkaffee Bandung, Kafe NAZI yang Bikin Heboh Sekolong Jagat

Kisah kafe NAZI di Bandung yang memicu kontroversi global, dari obsesi memorabilia perang hingga pelajaran sejarah yang terabaikan.
Soldatenkaffee Bandung. (Sumber: Amusing Planet.)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 12:48 WIB

Atasi Limbah Sekam Padi, Mahasiswa Polman Bandung Kukuhkan Organisasi Lingkungan 'BRICLIM'

Mahasiswa Polman Bandung secara resmi mengukuhkan berdirinya komunitas pengolah limbah "BRICLIM" (Briket Untuk Iklim).
Mahasiswa Polman Bandung secara resmi mengukuhkan berdirinya komunitas pengolah limbah "BRICLIM" (Briket Untuk Iklim). (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Beranda 17 Okt 2025, 11:27 WIB

Perempuan Penjaga Tradisi: Harmoni dari Dapur Kampung Adat Cireundeu

Kampung adat Cireundeu tidak hanya dikenal karena tradisi makan rasi, tetapi juga karena perempuan-perempuan yang memelihara nilai-nilai ekologis dan spiritual sekaligus.
Neneng Suminar memperlihatkan cara membuat spageti dari mikong (mi singkong). (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 10:01 WIB

Ekosistem Disiplin, Fondasi Kuat Profesionalitas ASN

Membangun ekosistem disiplin ASN berarti menumbuhkan budaya kerja yang konsisten, berintegritas, dan berorientasi pelayanan.
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). (Sumber: Dok. BKN)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 09:27 WIB

Santri: Dunia yang Tak Pernah Selesai Diperbincangkan

Menelusuri asal-usul, makna budaya, dan paradoks dunia santri sebagai cermin identitas dan dinamika bersama.
Ilustrasi santri. (Sumber: Pexels/Khoirur El-Roziqin)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 07:44 WIB

Inovasi Paving Block untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi

Perlu Research and Development untuk menghasilkan produk paving block yang sempurna yang memiliki nilai jual ekonomi berkelanjutan.
Perlu Research and Development untuk menghasilkan produk paving block yang sempurna yang memiliki nilai jual ekonomi berkelanjutan. (Sumber: Pexels/Maarten Ceulemans)