AYOBANDUNG.ID -- Di sudut tenang Jalan Pasirkaliki, Bandung, aroma asap yang menguar dari bara arang membawa kenangan puluhan tahun silam.
Waroeng Sate Kardjan bukan sekadar tempat makan, kuliner legendaris ini adalah saksi bisu perjalanan rasa, warisan keluarga, dan cinta tak berkesudahan terhadap budaya kuliner tanah Jawa.
Di balik kelezatan tiap tusuknya, hadir sosok Tunjung Wulandari, generasi ketiga penerus yang setia menjaga rahasia dapur sang kakek.
Dimulai pada 1925 di Klaten, Jawa Tengah, Kardjan menjajakan sate dengan bumbu kecap khas Jawa. Pada 1960, dia pun merantau ke Bandung, membawa serta mimpi dan resep warisan keluarga yang diturunkan dari sang kakek.
”Kakek Kardjan mulai usaha hanya menggunakan gerobak di Klaten. Lalu pada 1960 pindah kesini hingga sekarang,” tutur Wulan kepada Ayobandung.
Dari gerobak sederhana, Kardjan membangun warung di tepi sungai Pasirkaliki, yang kini di bawah tangan Wulan, menjadi ikon kuliner legendaris.
"Awalnya sate hanya dibalur kecap, khas Jateng. Baru setahun kemudian ditambah sambal kacang agar sesuai lidah warga Bandung. Dari sana pelanggan terus berdatangan sehingga menu lain mulai ditambah," kenang Wulan.

Di antara menu yang disajikan, sate buntel adalah primadona yang merayu lidah dan jiwa. Gilingan daging kambing lembut dibungkus lemak tipis, kemudian dipanggang hingga mengeluarkan aroma memabukkan.
"Sambal kecapnya lebih gurih dari kecap biasa. Juga dengan kecap olesan sate sebelum dibakar. Memang ada bumbu rahasianya,” seloroh Wulan ketika ditanya soal ramuan yang membalut kelezatan sate buntel Kardjan.
Hotplate yang berdesis menjadi panggung utama dari drama rasa. Begitu disajikan, paduan sambal kecap racikan khusus, bumbu kacang, dan acar segar menciptakan simfoni yang menggugah selera.
Dalam satu gigitan, lemak yang mencair dan bumbu yang meresap menghadirkan rasa gurih, manis, dan pedas yang menari di lidah.
Bagi Erni, salah satu pelanggan setia, sate buntel bukan sekadar makanan, tapi nostalgia yang hidup. “Saya selalu pesan sate buntel, kalau suami suka pesan sate kambing. Selain rasanya saya suka karena lembut,” tutur Erni.
Cerita serupa terus berulang. Dari warga lokal hingga wisatawan Malaysia, semua mengakui keistimewaan rasa dan pengalaman bersantap di Waroeng Sate Kardjan.
Tak heran, Waroeng Sate Kardjan menghabiskan 1.000 hingga 2.000 tusuk sate per hari, sebuah bukti cinta pelanggan terhadap warisan rasa ini. "Yang banyak dicari pengunjung memang sate buntel dan sate kambing,” ungkap Wulan.
Di tangan Wulan, warung ini bukan sekadar ladang bisnis, melainkan ladang budaya. Setiap prosesnya, dari mulai memilih daging terbaik, meracik sambal kecap dengan resep rahasia, hingga menyambut pelanggan dengan hangat adalah bentuk penghormatan kepada leluhur.
Wulan tidak hanya mempertahankan resep, tapi juga memperluas jangkauan warung hingga memiliki cabang di Lodaya, Ciumbuleuit, dan Paskal Hyper Square. Gaya restoran modern yang ia usung tetap memancarkan aroma nostalgia.
Sate Kardjan dari 1925 hingga kini tidak pernah berubah dalam satu hal yaitu rasa dan cerita. Di setiap tusuk sate, tersimpan nilai kejujuran, kerja keras, dan cinta akan tradisi.
Informasi Waroeng Sate Kardjan
Alamat di Jalan Pasirkaliki No 32, Kota Bandung
Instagram: https://www.instagram.com/satekardjan
Alternatif Kuliner dan Produk UMKM: