Sejarah Masjid Cipaganti Bandung, Dibelit Kisah Ganjil Kemal Wolff Schoemaker

Redaksi
Ditulis oleh Redaksi diterbitkan Selasa 08 Jul 2025, 17:22 WIB
Masjid Cipaganti Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Masjid Cipaganti Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

AYOBANDUNG.ID - Di sebuah tikungan di Jalan Cipaganti, Bandung, berdiri sebuah masjid tua yang masih anggun. Tak terlalu megah, tapi punya gaya. Atapnya limasan, jendelanya tinggi, dan sudut-sudutnya menyimpan aroma zaman kolonial. Namanya: Masjid Cipaganti. Masjid ini bukan hanya rumah ibadah, tapi juga rumah bagi segenggam kisah sejarah yang unik dan agak membingungkan.

Salah satu tokoh yang membuat masjid ini istimewa adalah sang perancangnya: Charles Prosper Wolff Schoemaker. Arsitek Belanda yang hidupnya mirip tokoh utama dalam novel absurd. Ia pernah memelihara macan kumbang dan ular di rumah, menikah lima kali, sempat masuk Islam, lalu kembali jadi Katolik dan dimakamkan di kuburan Kristen.

Begitu pun Masjid Cipaganti: masjid yang dibangun oleh seorang non-Muslim, lalu diresmikan tak lama setelah si arsiteknya mengucap dua kalimat syahadat.

Dari Bilik ke Beton

Bangunan Masjid Cipaganti yang kita kenal hari ini berdiri pada 1933. Tapi cerita aslinya lebih tua dari itu. Menurut pengurus masjid sekarang, bangunan aslinya sudah ada sejak 1800-an. Namanya dulu Masjid Kaum Cipaganti, terbuat dari bilik bambu. Luasnya mencapai 8.000 meter persegi, nyaris sebesar dua lapangan bola.

Dulunya masjid ini berdiri megah (meski dari bambu) di tengah kawasan penduduk. Tapi ketika pemerintah kolonial Belanda mulai merancang kawasan Cipaganti sebagai pemukiman elite untuk orang-orang Eropa, masjid ini jadi ‘gangguan’. Tahun 1920-an, Gemeenteraad alias dewan kota hendak membongkarnya demi membuka jalan baru.

Tentu saja masyarakat Muslim tak terima. Mereka protes. Kepala Penghulu Bandung dan tokoh masyarakat menyuarakan keberatan. Surat kabar zaman itu pun ramai memberitakan keberisikan kaum pribumi yang ingin mempertahankan masjidnya.

Pada akhirnya, pemerintah kolonial mengalah dengan catatan: masjid boleh tetap ada, tapi harus dibangun permanen. Tidak boleh dari bambu atau bilik lagi, karena akan bersebelahan langsung dengan vila-vila Eropa. Dengan kata lain: masjid boleh eksis, asal bergaya dan elok dipandang.

Bangunan Masjid Cipaganti zaman baheula. (Sumber: IBT Locale Techniek)
Bangunan Masjid Cipaganti zaman baheula. (Sumber: IBT Locale Techniek)

Lantas dimulailah pembangunan ulang masjid ini, di atas tanah wakaf yang sama. Tapi dengan arsitektur yang lebih modern. Dan di sinilah muncul nama Wolff Schoemaker.

Wolff Schoemaker, Tokoh Kolonial yang Tak Biasa

Wolff Schoemaker lahir di Banyubiru, Ambarawa, Jawa Tengah, pada 25 Juli 1882. Ia menempuh pendidikan arsitektur di Breda, Belanda. Tapi jangan bayangkan ia hidup dengan gaya aristokrat yang kalem dan terukur. Ia lebih cocok disebut flamboyan, kalau bukan eksentrik.

Dalam buku Tropical Modernity: Life and Work of C.P. Wolff Schoemaker karya C.J. van Dullemen, Schoemaker digambarkan sebagai arsitek yang nyentrik dan sulit ditebak. Ia punya kebiasaan aneh: memelihara macan kumbang dan ular di rumahnya di Bandung. Ia menikah lima kali, dan dua dari pernikahan itu berlangsung singkat sekali—sampai anak dari istri keempat lahir sebelum anak terakhir dari istri ketiga.

Tak cuma itu. Schoemaker juga dikenal sebagai guru dari Soekarno di Technische Hoogeschool te Bandoeng, yang kelak jadi ITB. Hubungan keduanya sangat dekat, dan saking dekatnya, Schoemaker dikabarkan kurang disukai oleh komunitas Eropa sendiri. Bisa jadi karena gaya hidupnya. Bisa jadi karena kedekatannya dengan muridnya yang sangat pro-pribumi. Atau mungkin juga karena rumor lain: bahwa ia masuk Islam.

Baca Juga: Kisah Sumur Bandung, Lidi Bertuah Bupati yang Jadi Penanda Kota

Sebelum rumor itu muncul, Schoemaker sudah lebih dulu merancang Masjid Cipaganti. Prasasti di masjid mencatat bahwa pembangunan dimulai pada 11 Syawal 1351 H atau 7 Februari 1933. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Bupati Bandung saat itu, R.T. Hassan Soemadipradja, bersama Patih Wirijadinata dan Kepala Penghulu Raden Haji Abdoel Kadir.

Bangunan ini dikerjakan oleh pemborong bernama Anggadibrata dengan bantuan Balai Keramik, dulu dikenal sebagai Keramisch Laboratorium.

Bangunan masjid selesai dibangun pada 27 Januari 1934. Dan secara tak sengaja, hanya dua pekan sebelumnya, sebuah kabar cukup heboh beredar: sang arsitek, Wolff Schoemaker, masuk Islam.

Versi yang paling dipercaya menyebut bahwa Schoemaker mengucap syahadat pada Januari 1934. Dalam salat Jumat perdananya sebagai Muslim, ia datang ke Masjid Agung bersama dua Eropa lain: Dr. Khalid Scheldrake dan Mr. Simson. Ketiganya memakai celana panjang (pantolan), dan kehadiran mereka tentu saja mengundang sensasi. "Orang bule masuk masjid? Salat Jumat pula?" begitu kira-kira gumaman jamaah yang hadir hari itu.

Sejak saat itu, Schoemaker mulai menggunakan nama “Kemal Wolff Schoemaker”. Konon, nama “Kemal” itu ia ambil dari Mustafa Kemal Atatürk, tokoh sekuler Turki yang jadi idola modernis Muslim saat itu.

Dengan begitu, jadilah Masjid Cipaganti satu-satunya masjid di Bandung yang dirancang oleh non-Muslim yang baru masuk Islam tepat di masa peresmiannya.

Schoemaker Dimakamkan di Pemakaman Kristen

Sejak masuk Islam, kabar tentang Schoemaker agak mengendap. Ia tak lantas jadi ustaz atau ikut pengajian RT. Malah, beberapa bulan kemudian, muncul tulisan menyindir di koran De Tribune, bertajuk Is dit ook Politiek? (Apakah Ini Juga Politik?). Koran itu menyindir bahwa masuknya Schoemaker ke Islam hanyalah strategi politik agar lebih diterima kaum pribumi.

Tuduhan itu tak sepenuhnya mengada-ada. Sebab, sejarah kolonialisme penuh dengan konversi oportunis. Contoh paling terkenal tentu Christiaan Snouck Hurgronje, orientalis Belanda yang pura-pura masuk Islam demi menembus perlawanan Aceh.

Charles Prosper Wolff Schoemaker (Sumber: Wikimedia)
Charles Prosper Wolff Schoemaker (Sumber: Wikimedia)

Tapi apakah Schoemaker betul-betul mualaf sejati atau sekadar diplomatis spiritual, tak ada yang bisa memastikan. Yang jelas, makamnya sekarang berada di Blok CB Pemakaman Kristen Pandu, Bandung. Van Dullemen menulis bahwa Schoemaker kembali menjadi Katolik sebelum wafat pada 22 Mei 1949, saat menjadi tahanan Jepang.

Seperti banyak tokoh besar, kisah hidup Schoemaker ditutup dengan jalan pulang yang berbeda dari jalan tengahnya.

Masjid Cipaganti hari ini masih berdiri kokoh. Masih jadi tempat salat lima waktu, tarawih, bahkan akad nikah. Tak banyak yang tahu bahwa masjid ini pernah digambar oleh tangan seorang kolonial yang pelihara macan, jadi Muslim, lalu dimakamkan di kompleks Kristen. Tapi sejarah memang tak selalu lurus seperti jalan protokol. Kadang belok ke arah yang mengejutkan, seperti nasib Schoemaker sendiri.

Masjid Cipaganti bukan cuma rumah ibadah. Ia juga monumen yang menyimpan jejak aneh dari zaman yang tak biasa: ketika seorang arsitek Belanda membantu membangun masjid, lalu sempat jadi Muslim, lalu berpulang ke agamanya semula.

Dan seperti itu pulalah sejarah: membingungkan, tapi tak bisa dipisahkan dari yang kita pijak hari ini.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 08 Jul 2025, 17:51 WIB

Dari Gerobak ke Ikon Kuliner Kota Bandung, Perjalanan Inspiratif Abah Cireng Cipaganti

Sejak 1990, Cireng Cipaganti, si kudapan sederhana berbahan tepung tapioka ini telah menjelma menjadi sajian legendaris Kota Bandung.
Sejak 1990, Cireng Cipaganti, si kudapan sederhana berbahan tepung tapioka ini telah menjelma menjadi sajian legendaris Kota Bandung. (Sumber: Cireng Cipaganti)
Ayo Jelajah 08 Jul 2025, 17:22 WIB

Sejarah Masjid Cipaganti Bandung, Dibelit Kisah Ganjil Kemal Wolff Schoemaker

Masjid Cipaganti Bandung dibangun oleh Kemal Wolff Schoemaker, arsitek kolonial yang nyentrik, masuk Islam, lalu dimakamkan di kuburan Kristen.
Masjid Cipaganti Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Mayantara 08 Jul 2025, 15:58 WIB

Juliana, Media Sosial, dan ‘Netizenship’

Belakangan ini, tragedi Juliana Marins di Rinjani memenuhi linimasa media sosial dan segera menjadi trending topic, terutama di kalangan netizen Indonesia dan Brazil.
Juliana Marins (26) merupakan turis asal Brazil yang tewas di Rinjani. (Sumber: Instagram/juliana marins)
Ayo Biz 08 Jul 2025, 15:29 WIB

Errin Ugaru, Dari Pencarian Gaya ke Manifesto Fesyen yang Merayakan Kekuatan Perempuan

Bagi Errin Ugaru, nama yang kini dikenal sebagai pelopor gaya edgy dalam busana muslim, proses membangun bisnis adalah perjalanan penuh eksplorasi.
Bagi Errin Ugaru, nama yang kini dikenal sebagai pelopor gaya edgy dalam busana muslim, proses membangun bisnis adalah perjalanan penuh eksplorasi. (Sumber: Errin Ugaru)
Ayo Biz 08 Jul 2025, 13:26 WIB

Lotek Alkateri: Kuliner Legendaris di Bandung, Dijual Sejak 1980-an

Di tengah ramainya kawasan Alkateri, Bandung, aroma khas bumbu kacang selalu hadir menyapa para pejalan kaki. Di sanalah Oom meracik lotek legendaris yang telah menjadi bagian dari sejarah kuliner Kot
Lotek Alkateri (Foto: ist)
Ayo Netizen 08 Jul 2025, 13:02 WIB

Demokrasi Narsistik dan Kita yang Menyediakan Panggungnya

Seperti Jokowi, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, atau yang lebih dikenal dengan KDM, adalah contoh mutakhir dari pola ini.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, atau yang lebih dikenal dengan KDM. (Sumber: setda.bogorkab.go.id)
Ayo Biz 08 Jul 2025, 12:20 WIB

Berkunjung ke Cikopi Mang Eko, Bisa Belajar Soal Kopi Sambil Ngopi Gratis

Di balik secangkir kopi yang harum, ada kisah perjuangan yang menggugah. Muchtar Koswara, yang akrab disapa Mang Eko, berhasil mendirikan workshop Cikopi Mang Eko.
Workshop Cikopi Mang Eko (Foto: Ist)
Ayo Jelajah 08 Jul 2025, 12:06 WIB

Kisah Sedih Teras Cihampelas, Warisan Ridwan Kamil yang Gagal Hidup Berulang Kali

Kisah sewindu lara Teras Cihampelas, proyek warisan Ridwan Kamil yang sempat digadang-gadang sebagai skywalk modern pertama di Indonesia.
Kondisi Teras Cihampelas terkini, lebih mirip lokasi syuting film horror zombie apokalip. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 08 Jul 2025, 10:18 WIB

Rawat Literasi, Hidupkan Imajinasi

Sejatinya Hari Pustakawan Nasional menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali peran pustakawan dalam meningkatkan ekosistem pengetahuan dan budaya baca.
Mahasiswa sedang asyik membaca di Perpustakaan UIN Bandung (Sumber: www.uinsgd.ac.id | Foto: Humas)
Ayo Netizen 08 Jul 2025, 08:49 WIB

Membangun Demokrasi Lokal yang Sehat Pasca Putusan MK tentang Pemilu Dipisah

Putusan MK soal pemisahan Pemilu 2029 adalah peluang menata ulang demokrasi lokal.
Pekerja mengangkat bilik suara untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Katapang, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Jelajah 07 Jul 2025, 17:58 WIB

Cerita Perjalanan Kopi Palintang, Penakluk Dunia dari Lereng Bandung Timur

Kopi arabika dari Palintang, Bandung Timur, menjelma jadi kopi premium berkat inovasi petani lokal dan semangat berdikari.
Enih sedang menjajakan kopi palintang di kaki Gunung Manglayang. (Sumber: Ay | Foto: Mildan Abdalloh)
Ayo Biz 07 Jul 2025, 17:44 WIB

Lengkong Alit, Strategi Cerdas Arif Maulana Menyulap Sudut Tersembunyi Bandung Jadi Magnet Kuliner Urban

Lengkong Alit didirikan dengan pijakan yang kuat, dengan membaca fenomena kuliner Lengkong Kecil yang dulunya diprakarsai lewat program “culinary night” Kota Bandung.
Lengkong Alit (LA), sebuah pusat streetfood di kawasan Lengkong Kecil yang mengangkat kembali semangat lokal dengan sentuhan kekinian. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 07 Jul 2025, 16:09 WIB

Jalan Malabar, Sentra Sepeda Bekas Berkualitas di Tengah Kota Bandung

Bandung dikenal sebagai kota yang dengan beragam pilihan sarana belanja. Salah satu buktinya adalah keberadaan sentra sepeda bekas di Jalan Malabar, yang selalu jadi incaran para pencari sepeda murah
Suasana Jalan Malabar Bandung, dipenuhi oleh penjual sepeda bekas. (Foto: Youtube)
Ayo Biz 07 Jul 2025, 15:03 WIB

Kisah Mami Farah Rintis Usaha Keripik Pangsit dari Rumah

Siapa sangka camilan rumahan bisa berkembang menjadi ladang usaha? Itulah kisah inspiratif dari Farah Choirunisa, yang akrab disapa Mami Farah, pemilik brand camilan MIRAH.
Farah Choirunisa pemilik brand camilan Mirah (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 07 Jul 2025, 15:00 WIB

Huruf Tebal Tak Dapat Dipakai Sembarang, tapi Boleh Memperkuat Pesan dalam Tulisan

Salah satu alat bahasa yang sering diabaikan adalah penggunaan huruf tebal.
Salah satu alat bahasa yang sering diabaikan adalah penggunaan huruf tebal. (Sumber: Pexels/Anna Tarazevich)
Ayo Biz 07 Jul 2025, 14:08 WIB

Gorengan Cendana, Rasa Jalanan yang Mengakar Sejak 1977

Di tengah gegap gempita kuliner Kota Bandung, satu nama tetap bertahan dan menawan hati sejak puluhan tahun lalu, yaitu Gorengan Cendana.
Di tengah gegap gempita kuliner Kota Bandung, satu nama tetap bertahan dan menawan hati sejak puluhan tahun lalu, yaitu Gorengan Cendana. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 07 Jul 2025, 12:21 WIB

Bosscha Menatap Bintang, Gedung Sate Mengelola Bumi

Di Bosscha, para astronom belajar memahami hukum-hukum alam. Sementara di Gedung Sate, para pejabat berupaya menerjemahkan kebutuhan rakyat ke dalam sejumlah kebijakan.
Gedung Sate, salah satu ikon Kota Bandung. (Sumber: Djoko Subinarto | Foto: Djoko Subinarto)
Beranda 07 Jul 2025, 11:05 WIB

Cuaca Buruk di Kawah Putih Ciwidey Telan Korban

Seorang wisatawan asal dilaporkan Ciparay meninggal saat mendaki Gunung Patuha. Kawasan Kawah Putih memakan korban akibat cuaca ekstrem.
Kawah Putih Ciwidey (Sumber: Pixabay)
Ayo Netizen 07 Jul 2025, 08:48 WIB

Sembilan Dekade Berdiri, Toko Kelontong di Bandung Masih Eksis hingga Kini

Bandung selalu memiliki histori tersendiri di setiap sudutnya, tak terkecuali kawasan Jalan Gempol yang dulunya dibangun untuk pegawai golongan bawah yang bekerja di sekitaran Gedung Sate.
Penampilan Depan Toko Cahaya di Jalan Gempol (Sumber: Dok. Pribadi | Foto: Annisa Rahma Putri)
Beranda 07 Jul 2025, 08:39 WIB

Perintah Dedi Mulyadi untuk Menertibkan Tambang Ilegal di Bandung Barat Tak Semudah Membalikan Telapak Tangan

Pengusaha bingung, pemerintah daerah terjepit, pekerja kehilangan mata pencaharian, dan lingkungan tetap tak sepenuhnya terlindungi.
Ilustrasi tambang di kawasan Kabupaten Bandung Barat. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)