Solat dan Stadion, Dilema para Bobotoh Saat Laga Persib

Arfi Pandu Dinata
Ditulis oleh Arfi Pandu Dinata diterbitkan Senin 13 Okt 2025, 09:25 WIB
Konvoi Bobotoh, Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Konvoi Bobotoh, Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Bobotoh, sebutan bagi pendukung setia Persib Bandung. Bukan hanya dikenal karena kehebatannya yang luar biasa di stadion, tapi juga karena fanatisme mereka yang terkadang melampaui batas waktu.

Nama Bobotoh sendiri berasal dari bahasa Sunda, yang berarti orang-orang yang mendorong semangat orang lain. Mereka menyatukan nyala dan cinta pada klub sepak bola kota.

Dalam komunitas ini terdapat beragam kelompok, mulai dari Viking Persib Club (VPC), The Bomber (Bobotoh Maung Bandung Bersatu), hingga Flowers City Casuals (FCC).

Namun unik, seluruhnya tetap dikenal sebagai Bobotoh. Mereka juga tidak hanya berasal dan berkumpul di Bandung. Bobotoh tersebar di seluruh Jawa Barat, bahkan dari luar provinsi, menjadikannya salah satu basis suporter sepak bola terbesar di Indonesia.

Pertandingan Persib selalu menjadi magnet, kalau ada big match lawan Persija atau Persebaya, tribun bisa saja membludak. Bobotoh rela datang jauh-jauh, bahkan sehari sebelum pertandingan, demi memastikan posisi terbaik di stadion. Melihat kesayangannya berlaga.

Mengulik Skripsi Unik

Nah, di sinilah keseruannya. Muncul drama “Solat vs Stadion”. Jadwal pertandingan seringkali berdekatan dengan waktu sembahyang Ashar atau Maghrib, menimbulkan tantangan tersendiri buat Bobotoh yang mayoritas muslim.

Saepudin Zuhri memutar ide dan menjadikannya sebuah kajian yang menarik. Salam skripsinya “Hukum Qadha Shalat Menurut Imam An-Nawawi dan Ibnu Taimiyah: Studi Kasus Pelaksanaan Qadha Shalat Bobotoh Persib” (2019), ditemukan bahwa sebagian besar Bobotoh mengaku sulit melaksanakan salat tepat waktu saat pertandingan berlangsung.

Dari wawancara dengan sepuluh orang Bobotoh, sekitar 70% mengaku kesulitan menunaikan salat saat pertandingan. Waktu kick-off sering bertepatan dengan waktu azan, sementara fasilitas di stadion seperti musala atau tempat wudu sangat terbatas. Hal ini membuat sebagian Bobotoh harus menunda salat atau mencari tempat seadanya di sekitar stadion.

Sisanya, sekitar 30%, mengaku terlalu asyik dan larut menonton pertandingan hingga lupa menunaikan salat. Suara yel-yel, sorakan, dan drum yang menggema di tribun sering menutupi azan. Meski ingin menepati kewajiban, mereka kadang terhanyut suasana, menunjukkan betapa kuatnya atmosfer pertandingan bagi Bobotoh.

Meski sebagian besar menggantinya dengan qada, pengalaman ini menunjukkan fleksibilitas praktik beragama di tengah kesibukan dan kegembiraan stadion.

Bobotoh belajar menyeimbangkan antara semangat mendukung Persib dan kewajiban salat. Qada dilakukan dengan tenang, sering sambil berbagi cerita pertandingan atau suasana tribun bersama keluarga di rumah.

Sementara itu, sekitar 10% yang tidak mengganti salat yang tertinggal mengaku merasa sulit atau lupa. Hal ini memberi gambaran bahwa tidak semua penggemar mampu menyesuaikan ritme pertandingan dengan praktik religius. Kondisi ini mencerminkan kompleksitas kehidupan sehari-hari, di mana gairah komunitas, tradisi, dan kewajiban agama terkadang saling bersinggungan, dan Bobotoh berusaha menemukan cara mereka sendiri agar keduanya tetap berjalan.

Ribuan Bobotoh memenuhi Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) saat laga Persib, menegaskan peran mereka sebagai identitas dan energi klub kebanggaan Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Kelvin Nopian Zakaria)
Ribuan Bobotoh memenuhi Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) saat laga Persib, menegaskan peran mereka sebagai identitas dan energi klub kebanggaan Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Kelvin Nopian Zakaria)

Agama Yang Hidup

Elizabeth Shakman Hurd dalam Beyond Religious Freedom: The New Global Politics of Religion, (2015), menamai fenomena ini dengan lived religion. Ia menunjukkan wajah agama yang berbeda, pengamalan dalam pengalaman. Cara orang menjalankan agama sehari-hari bisa berbeda dari aturan resmi. Dalam kenyataan, orang sering menyesuaikan sendiri cara beribadah, improvisasi, dan membuat praktiknya lebih fleksibel.

Mereka punya kemampuan sendiri untuk memahami dan menjalankan agama, meski tetap dipengaruhi oleh budaya dan aturan yang ada. Jadi, agama yang dijalani sehari-hari biasanya lebih hidup, cair, dan kreatif dibandingkan aturan resmi berdasarkan pedoman.

Nancy Ammerman lewat Everyday Religion: Observing Modern Religious Lives (2007) menyebutnya dengan konsep everyday religion. Ini lebih membantu kita dalam melihat agama dari perspektif orang biasa.

Agama bukan hanya ritual di rumah ibadah atau ajaran yang tertulis di pustaka suci. Ia hidup di meja makan, di kantor, di forum daring, bahkan dalam kebiasaan sehari-hari yang tampak sederhana. Termasuk stadion bahkan tribun.

Orang-orang selalu punya cara buat menyesuaikan praktik agama sesuai kebutuhan dan konteks hidup mereka. Dengan kata lain, mereka punya “agensi”, sebuah kemampuan aktif untuk membuat agama menjadi bagian dari kehidupan nyata, bukan sekadar aturan yang kaku. Konsep ini juga menunjukkan bahwa agama di dunia modern itu fleksibel dan adaptif. 

Melihat Diri Sendiri

Melihat pengalaman Bobotoh ini, kita bisa menarik pelajaran yang lebih luas tentang arti kehidupan religius di dunia sekarang. Di luar stadion, banyak orang yang menghadapi dilema serupa. Antara kesibukan, hobi, pekerjaan, media sosial, nongkrong, atau kegiatan komunitas, dan kewajiban agama yang ingin dijalankan.

Sama seperti Bobotoh yang menyesuaikan salat dengan pertandingan, mereka sering kali mesti menemukan cara kreatif agar praktik agama tetap bisa hidup di tengah laju harian yang padat.

Fenomena ini riil sungguh terjadi, bahkan mungkin itu adalah kita, menunjukkan bahwa agama menjadi bagian dari keseharian. Ini juga potret dari cara kita yang kerap “men-cheat” agama dengan akal-akalan sendiri, kadang mencari dalihnya dengan serius bahan pembelaan, lucu memang, Kita boleh saja tidak setuju secara normatif, tapi begitulah fakta sosialnya yang direkam oleh studi agama hari ini. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Arfi Pandu Dinata
Menulis tentang agama, budaya, dan kehidupan orang Sunda
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

Bandung dalam Fiksi Sejarah

Ayo Netizen 10 Okt 2025, 18:38 WIB
Bandung dalam Fiksi Sejarah

Int(Earth)Religious Dialogue

Ayo Netizen 12 Okt 2025, 10:32 WIB
Int(Earth)Religious Dialogue

News Update

Ayo Jelajah 13 Okt 2025, 12:23 WIB

Dari Hotel Pos Road ke Savoy Homann, Jejak Kemewahan dan Saksi Sejarah Pembangunan Kota Bandung

Hotel Savoy Homann di Bandung menyimpan sejarah panjang sejak 1880, dari era kolonial hingga Konferensi Asia Afrika 1955, dengan arsitektur Art Deco yang ikonik.
Hotel Savoy Homann Bandung tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 13 Okt 2025, 09:25 WIB

Solat dan Stadion, Dilema para Bobotoh Saat Laga Persib

Praktik beragama kita yang kreatif, bikin tersenyum malu, dan sadar diri.
Konvoi Bobotoh, Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 13 Okt 2025, 08:10 WIB

Fitur Peta Instagram: Keintiman Konektivitas atau Peluang Kriminalitas?

Fitur terbaru dari instagram adalah membagikan peta lokasi pengguna yang bisa dibagikan dan diakses secara real time.
Fitur Peta di Instagram seharusnya menjadi perhatian bagi pengguna untuk tidak mudah FOMO akan tren sosmed yang hadir (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 12 Okt 2025, 20:04 WIB

Canda, Hantu, dan 'Jorang' sebagai Makanan Pokok Orang Sunda

Menentang budaya wibawa yang selalu menjaga batas bercanda, menjaga nalar rasional, dan menegakkan “adab” sensual yang hipokrit.
Camilan di Atas Karpet, Ketika Orang Sunda Kumpul dan Ngobrol (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 12 Okt 2025, 14:38 WIB

Pasar Seni ITB sebagai Jembatan antara Dua Wajah Bandung

Pasar Seni ITB bukan hanya sebatas ajang nostalgia, tapi juga bentuk perlawanan lembut,
Konferensi Pers Pasar Seni ITB 2025 di International Relation Office (IRO) ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung, Selasa 7 Oktober 2025. (Sumber: ayobandung.id| Foto: Irfan Al-Farits)
Ayo Netizen 12 Okt 2025, 11:06 WIB

Polemik Tanggal Lahir Persib dan Krisis Kepercayaan Publik terhadap Akademisi

Bagaimana jika sesuatu yang selama ini kita yakini sebagai kebenaran ternyata dianggap keliru oleh sebagian orang?
Pengukuhan Hari Jadi Persib Bandung pada akhir 2023 lalu. (Sumber: dok. Persib)
Ayo Jelajah 12 Okt 2025, 10:58 WIB

Jejak Sejarah Bandung Dijuluki Kota Kembang, Warisan Kongres Gula 1899

Tak cuma karena bunga, julukan Kota Kembang dipoles dengan kisah Kongres Gula 1899 dan para mojang Bandung yang memesona kaum meneer.
Mojang Belanda di Bandung tahun 1900-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 12 Okt 2025, 10:32 WIB

Int(Earth)Religious Dialogue

Ide tentang melibatkan alam sebagai subjek aktif dalam dialog lintas agama-iman.
Pohon dan Langit Biru (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 12 Okt 2025, 09:07 WIB

Mispersepsi Penggunaan Obat Amoxillin di Masyarakat

Amoxillin merupakan jenis antibiotik yang penggunaannya tidak pernah tepat guna dan sering menimbulkan resistensi antibiotik.
Amoxillin menjadi salah satu jenis antibiotik yang penggunannya sering mengundang miss persepsi di masyarakat. (Sumber: Freepik)
Ayo Biz 11 Okt 2025, 19:27 WIB

Bandung dan Denyut Motorcross Indonesia yang Kian Menggeliat

Di balik gemerlap urban dan sejuknya pegunungan, Bandung menyimpan potensi besar sebagai pusat olahraga motorcross di Indonesia.
Di balik gemerlap urban dan sejuknya pegunungan, Bandung menyimpan potensi besar sebagai pusat olahraga motorcross di Indonesia. (Sumber: Ist)
Ayo Biz 11 Okt 2025, 15:05 WIB

Ketika Mendaki Menjadi Gerakan Ekonomi dan Pelestarian: Menyatukan Langkah Menuju Pariwisata yang Berkelanjutan

Di balik geliat pariwisata, muncul tantangan besar, bagaimana menjaga kelestarian lingkungan sekaligus memberdayakan ekonomi lokal secara berkelanjutan?
Digagas oleh Mahameru, Inisiatif seperti Hiking Fest 2025 menjadi ilustrasi bagaimana kegiatan wisata bisa dirancang untuk membawa dampak positif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 11 Okt 2025, 13:45 WIB

Jejak Panjang Perjalanan Bisnis Opey: Membangun Dua Brand Lokal Ikonik Skaters dan Mahameru

Muchammad Thofan atau akrab disapa Opey telah menorehkan jejak panjang sebagai founder sekaligus owner dua brand yang kini menjadi ikon yakni Skaters dan Mahameru.
Muchammad Thofan atau akrab disapa Opey telah menorehkan jejak panjang sebagai founder sekaligus owner dua brand yang kini menjadi ikon yakni Skaters dan Mahameru. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 19:28 WIB

Program Makan Bergizi Gratis dan Ujian Tata Kelola Birokrasi

Insiden keracunan massal pelajar di Jawa Barat mengguncang kepercayaan publik terhadap program makan bergizi gratis.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG). (Sumber: setneg.go.id)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 18:38 WIB

Bandung dalam Fiksi Sejarah

Boleh saja apabila tulisan ini diterima dengan rasa skeptis atau curiga. Karena pandangan dan pembacaan saya sangat mungkin terhalang bias selera.
Buku Melukis Jalan Astana. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yogi Esa Sukma Nugraha)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 16:04 WIB

Mengamankan Momentum Akselerasi Manajemen Talenta ASN

Momentum akselerasi manajemen talenta ASN menjadi tonggak penting transformasi birokrasi Indonesia.
Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai roda penggerak jalannya pemerintahan diharuskan untuk memiliki kompetensi dan kinerja yang optimal. (Sumber: babelprov.go.id)
Ayo Biz 10 Okt 2025, 15:56 WIB

Energi Hijau dan Oligarki: Dilema Transisi di Negeri Kaya Sumber Daya

Banyak daerah di Indonesia memiliki potensi energi terbarukan seperti air, angin, dan biomassa, namun terhambat oleh birokrasi dan minimnya insentif fiskal.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran, Yogi Suprayogi menyoroti lanskap kebijakan energi nasional. (Sumber: dok. IWEB)
Ayo Biz 10 Okt 2025, 15:36 WIB

Membongkar Potensi Energi Terbarukan di Jawa Barat: Antara Regulasi dan Kesadaran Sosial

Dengan lanskap bergunung-gunung, aliran sungai yang deras, dan sumber daya biomassa melimpah, Jawa Barat memiliki peluang untuk menjadi pionir dalam kemandirian energi bersih.
Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, Tri Yuswidjajanto Zaenuri Mengupas potensi Jawa Barat sebagai provinsi dengan potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan.
Ayo Biz 10 Okt 2025, 15:21 WIB

Setahun Pemerintahan Baru: Mampukah Indonesia Mandiri Energi?

Setahun setelah pemerintahan baru berjalan, isu kemandirian energi nasional kembali menjadi sorotan.
Diskusi bertajuk “Setahun Pemerintahan Baru, Bagaimana Kemandirian Energi Nasional?” yang diselenggarakan oleh Ikatan Wartawan Ekonomi Bisnis (IWEB) di Bandung, Jumat (10/10/2025). (Sumber: dok. IWEB)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 14:51 WIB

Islam Pemerintah: Menggeliat Berpotensi Mencederai Keragaman Umat

Inilah Islam Pemerintah selalu menjadi bahasa pengakuan tentang simbol muslim “sah” yang tidak radikal-teroris, tapi juga tidak liberal.
Berbagai Pakaian Muslimah, Pakaian Warga yang Jadi Penumpang Angkot (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 13:45 WIB

Stop Membandingkan karena Setiap Anak Punya Keunikan

Film Taare Zameen Par menjadi kritikan pedas bagi dunia pendidikan dan guru yang sering mengistimewakan dan memprioritaskan anak tertentu.
Setiap anak itu istimewa dan memiliki bakat unik (Sumber: Wikipedia)