Jejak Sejarah Bandung Dijuluki Kota Kembang, Warisan Kongres Gula 1899

Redaksi
Ditulis oleh Redaksi diterbitkan Minggu 12 Okt 2025, 10:58 WIB
Mojang Belanda di Bandung tahun 1900-an. (Sumber: KITLV)

Mojang Belanda di Bandung tahun 1900-an. (Sumber: KITLV)

AYOBANDUNG.ID - Bandung adalah soal gaya dan keindahan. Kota yang berhawa sejuk ini sejak masa kolonial sudah tampil sebagai etalase kemewahan dan pesona kaum elite Eropa di tanah Hindia. Tak mengherankan bila para meneer Belanda memberi julukan pada kota ini sebagai Paris van Java—Paris-nya Pulau Jawa—dan juga Kota Kembang. Dua sebutan yang seolah menggambarkan watak Bandung tempo doeloe: modis, memesona, dan selalu menggoda.

Layaknya Paris, Bandung sejak awal abad ke-20 sudah menjadi panggung gaya hidup bagi kalangan bangsawan dan pejabat kolonial. Jalan Braga menjadi ikon dari citra itu. Di sepanjang jalannya berdiri toko busana, kafe, dan galeri mode tempat kaum elite menampilkan kebaruan dari Eropa. Di tengah suasana yang elegan itu, aroma teh dan kopi dari perkebunan di dataran tinggi Priangan turut mengharumkan citra Bandung sebagai kota yang anggun dan menawan.

Latar belakang geografis Bandung yang dikelilingi pegunungan turut menambah pesonanya. Tanah yang subur membuat berbagai tanaman hias dan bunga tumbuh dengan mudah. Dari sinilah muncul anggapan bahwa julukan Kota Kembang lahir karena banyaknya bunga yang menghiasi kota. Hingga kini pun citra itu terus dijaga. Pada masa Wali Kota Ridwan Kamil, taman-taman kota kembali digalakkan, mempertegas kembali Bandung sebagai kota yang identik dengan warna-warni bunga. Namun, di balik keindahan itu, ada kisah lain yang lebih tua dan tak kalah menarik tentang asal-usul julukan “Kota Kembang” yang sesungguhnya.

Baca Juga: Sejarah Julukan Bandung Parijs van Java, dari Sindiran Jadi Kebanggaan

Dari Kongres Gula hingga Kembang Dayang Priangan

Versi populer tentang bunga bukanlah satu-satunya penjelasan. Dalam buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe, sejarawan Haryoto Kunto menguraikan hipotesis lain yang lebih berani. Menurutnya, istilah “Kota Kembang” justru berasal dari makna metaforis kembang dayang,sebutan halus bagi perempuan penghibur atau tunasusila di masa kolonial.

Cerita ini bermula pada tahun 1896, ketika Asisten Residen Priangan Pieter Sijthoff mendapatkan kepercayaan besar: Bandung ditunjuk menjadi tuan rumah Kongres Perkumpulan Pengusaha Perkebunan Gula se-Hindia Belanda. Padahal, secara ironis, di wilayah Priangan tak ada satu pun pabrik gula.

Penunjukan itu sempat dipertanyakan oleh banyak pihak. Jarak Bandung cukup jauh dari pusat-pusat produksi gula di Jawa Tengah dan Timur. Biaya perjalanan tinggi, dan secara ekonomi dianggap tak masuk akal. Namun keputusan sudah diambil oleh Bestuur van de Vereeniging van Suikerplanters di Surabaya. Argumen dibalas dengan keyakinan bahwa Bandung menawarkan sesuatu yang tak dimiliki daerah lain: kenyamanan, pemandangan elok, dan suasana pegunungan yang menenangkan.

Redaktur surat kabar De Preangerbode, Jan Fabricius, bahkan menulis pembelaan panjang lebar tentang kelayakan Bandung. Ia menulis bahwa meskipun Bandung tak punya pabrik gula, Batavia dekat dan sarana sudah lengkap. “Ada lima penginapan besar dan tiga penginapan kecil yang mampu menampung lebih dari 200 tamu,” tulisnya. Ia juga menekankan bahwa hiburan dan aula rapat telah disiapkan dengan baik.

Alun-alun bandung tahun 1900-an. (Sumber: Wikimedia)
Alun-alun bandung tahun 1900-an. (Sumber: Wikimedia)

Baca Juga: Pasukan Khusus Pergi ke Timur, Jawa Barat Senyap Pasca Kup Gagal G30S

Pada Maret 1899, keyakinan itu terbukti. Para juragan gula dari Jawa Tengah dan Timur datang berbondong-bondong ke Bandung, sebagian naik kereta api melalui jalur Batavia–Bandung–Surabaya yang baru dibuka pada 1884. Kongres dibuka di aula Braga oleh Residen Priangan dan Direktur Escompto Maatschappij Batavia, J. Dinger, di depan 125 peserta. Sejak itu, Bandung untuk pertama kalinya dikenal sebagai kota yang mampu menyelenggarakan acara berskala nasional dengan rapi dan berkelas.

Tapi, di balik kesuksesan itu, ada kisah yang beredar di kalangan warga Priangan. Menurut penuturan yang dihimpun Haryoto Kunto, Pieter Sijthoff kala itu sempat bingung bagaimana cara menjamu para meneer yang datang dari jauh. Kota Bandung waktu itu masih seperti dusun perkebunan, dengan fasilitas hiburan yang terbatas. Di tengah kebingungan itu, muncul usulan dari seorang pemilik perkebunan kina di Pasirmalang bernama Willem Schenk. Ia mengusulkan agar Sijthoff membawa beberapa perempuan Indo Belanda dari wilayah selatan Bandung untuk memeriahkan suasana kongres.

“Perannya serupa escort lady saat ini, tapi tidak jelas sejauh mana peran mereka menghibur peserta kongres, apakah termasuk pelayanan plus-plus atau tidak,” ujar Ariyono Wahyu Widjajadi, pemerhati sejarah Bandung dari Komunitas Aleut.

Para perempuan Indo yang dibawa itu disebut memiliki paras cantik dan berkulit putih, khas hasil percampuran antara Eropa dan pribumi. Sejak 1830 hingga 1870, kebijakan tanam paksa membuat banyak lelaki Belanda menetap di Priangan tanpa boleh membawa istri. Akibatnya, banyak di antara mereka menjalin hubungan dengan perempuan lokal. Anak-anak hasil hubungan itu tumbuh menjadi generasi Indo yang rupawan dan menjadi simbol keindahan tersendiri di Bandung.

Kehadiran para mojang Bandung dalam kongres itu ternyata meninggalkan kesan mendalam bagi para tamu. Mereka tak hanya terkesan oleh udara sejuk dan keindahan kota, tetapi juga oleh kecantikan para perempuan Priangan yang lembut tutur bahasanya. Seusai kongres, para peserta pulang dengan membawa cerita manis tentang “bunga-bunga dari pegunungan Hindia Belanda”. Dari sanalah muncul istilah De Bloem der Indische Bergsteden—Bunganya Kota Pegunungan di Hindia Belanda.

Baca Juga: Jejak Sejarah Ujungberung, Kota Lama dan Kiblat Skena Underground di Timur Bandung

“Sejak itu salah satu kenangan yang tertinggal dari Kota Bandung ya soal perempuan,” kata Ariyono, yang akrab disapa Alex. Cerita itu pun berkembang di kalangan orang Belanda dan menjadi semacam legenda kecil di kalangan elite kolonial.

Karena itu tak berlebihan bila Bandung kemudian dijuluki Kota Kembang: sebuah kiasan yang merujuk pada dua makna sekaligus: bunga-bunga yang tumbuh di tanah subur Priangan, dan “kembang” dalam arti perempuan, lambang keindahan dan pesona kota itu sendiri.

Julukan itu bertahan hingga kini. Meski maknanya telah bergeser dari yang sensual menuju romantis, istilah Kota Kembang tetap melekat sebagai bagian dari identitas Bandung. Ia bukan hanya cerita tentang bunga yang bermekaran di taman-taman kota, tetapi juga kisah panjang tentang bagaimana sebuah kota di tanah pegunungan membangun citra dan keindahannya—dari kongres gula di abad ke-19 hingga taman-taman modern di abad ke-21.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 10 Des 2025, 21:09 WIB

Minat Baca Warga Bandung Masih Rendah meski Fasilitas Mencukupi, Catatan untuk Wali Kota

Menyoroti masalah rendahnya minat baca di Bandung meski fasilitas memadai.
Sebuah Street Library tampak lengang dengan buku-buku yang mulai berdebu di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (05/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Adellia Ramadhani)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:16 WIB

Bubur Mang Amir, Bubur Ayam Termurah se-Dunia Seporsi Cuma Rp5.000

Pengakuan Mang Amir, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun.
Pengakuan Mang Amir, penjual bubur seporsi Rp5.000, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:02 WIB

Bandung untuk Mobil Pribadi atau Bandung untuk Warga?

Kota yang terlalu banyak bergantung pada kendaraan adalah kota yang rentan.
Warga bersepeda di kawasan Alun-alun Bandung. (Sumber: Arsip pribadi | Foto: Djoko Subinarto)
Ayo Biz 10 Des 2025, 20:02 WIB

Ketika Pekerja Kehilangan Rasa Aman: PHK Menguak Luka Sosial yang Jarang Terlihat

Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial.
Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 19:51 WIB

Karya Anak Muda Bandung yang Hadirkan Identitas dalam Brand Fashion Berjiwa Bebas

Brand lokal ini membawa semangat bebas dan berani, mewakili suara anak muda Bandung lewat desain streetwear yang penuh karakter.
Tim urbodycount menata koleksi kaos edisi terbaru di atas mobil sebagai bagian dari proses pemotretan produk di Buahbatu Square Jl.Apel 1 NO.18, Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/11/2025) (Sumber: Rahma Dewi | Foto: Rahma Dewi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 18:19 WIB

Soerat Imadjiner oentoek Maurenbrecher

Sebuah inspirasi unutk Wali Kota Bandung dan wakilnya, demi kemajuan Bandung.
Suasana Jalan Asia Afrika (Groote Postweg) Kota Bandung zaman kolonial Belanda. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 17:34 WIB

Sibuk Romantisasi Tak Kunjung Revitalisasi, Angkot Kota Bandung 'Setengah Buntung'

Kritik dan Saran terhadap Wali Kota Bandung terkait revitalisasi angkot Bandung.
Angkot Kota Bandung yang mulai sepi peminat di Dipatiukur, (7/12/2025). (Foto: Andrea Keira)
Ayo Jelajah 10 Des 2025, 17:03 WIB

Hikayat Terminal Cicaheum, Gerbang Perantau Bandung yang jadi Sarang Preman Pensiun

Sejarah Terminal Cicaheum sebagai pintu perantau Bandung. Terminal ini hidup abadi lewat budaya populer Preman Pensiun saat fungsi aslinya perlahan menyusut.
Suasana Terminal Cicaheum, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 16:26 WIB

Untuk Siapa Sebenarnya Sidewalk Diperuntukkan?

Keberadaan trotoar yang layak dan aman dapat mendorong masyarakat untuk lebih banyak berjalan kaki serta mengurangi kemacetan dan polusi.
Trotoar di Jalan Braga yang dipenuhi PKL. (Foto: Author)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:30 WIB

Sarana Bus Trans Metro Jabar Terus Meningkat, Halte Terbengkalai Tak Diperhatikan Wali Kota Bandung?

Di balik itu Metro Jabar Trans banyak disukai warga, beberapa halte malah dibiarkan terbengkalai.
Prasarana halte di daerah Mohamad Toha yang terlihat banyak coretan dan kerusakan tak terurus menyebabkan ketidaknyamanan bagi penumpang, pada 30 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Nufairi Shabrina)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:13 WIB

Penumpukan Sampah di Ujung Berung Sudah Tidak Terkendali, Warga Mulai Kewalahan

Artikel ini membahas tentang kondisi kebersihan yang ada di Kota Bandung terutama di Ujung Berung.
Penumpukan sampah terlihat berserakan di di Jalan Cilengkrang, Kawasan Ujung Berung, pada Senin, 1 Desember 2025 pukul 07.30 WIB. (Foto: Sumber Muhamad Paisal). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Muhamad Paisal)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:37 WIB

Masa Depan Bandung Antara Julukan Kota Kreatif dan Problematika Urban

Kota Bandung telah lama dikenal sebagai kota kreatif atau dengan julukan Prestisius (Unesco City of Design).
Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk tapi juga ruang hidup yang terus berdenyut dengan  semangat pluralisme dan kreativitas. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Titania Zalsyabila Hidayatullah)
Beranda 10 Des 2025, 12:37 WIB

Belasan Jurnalis Dalami Fungsi AI untuk Mendukung Kerja Redaksi

Inisiatif ini ditujukan untuk memperkuat kemampuan jurnalis Indonesia, khususnya dalam verifikasi digital lanjutan, investigasi, serta pemanfaatan berbagai teknologi AI generatif.
Training of Trainers (ToT) "AI for Journalists".
di Hotel Mercure Cikini, Jakarta.
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:22 WIB

Cager, Bager, Bener: Filosofi Sopir Online Bandung di Jalanan Kota

Mengutamakan profesionalisme serta nilai-nilai saling menghormati agar perjalanan tetap nyaman dan aman setiap hari.
Seorang driver online tengah tersenyum ramah menunggu penumpangnya di tengah keramaian jalanan, menerapkan nilai cageur, bager, bener dalam layanan transportasi – Bandung, Sabtu (01/11/2025) (Foto: Bunga Kemuning A.D)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 10:29 WIB

Batagor dan Baso Cuankie Serayu, Kuliner Sederhana yang Selalu Ramai di Cihapit

Batagor dan Cuankie Serayu masih mempertahankan daya tariknya hingga kini.
Suasana Antre Batagor dan Baso Cuankie Serayu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Miya Siti Nurimah)
Beranda 10 Des 2025, 09:42 WIB

Jomlo Menggugat: Saat Urusan Personal Berubah Jadi Persoalan Sosial

Di berbagai fase hidupnya, perempuan tetap saja berhadapan dengan ekspektasi sosial yang meminta mereka mengikuti nilai-nilai yang sudah lama tertanam.
Ilustrasi (Sumber: Pixabay | Foto: congerdesign)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 08:44 WIB

Akhir Pekan di Bandung Bukan Wisata, tetapi Ujian Kesabaran di Tengah Arus Padat

Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan
Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan. (Dok. Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 07:41 WIB

Knalpot Bising: Dari Keluhan Masyarakat hingga Harapan Kota Tenang

Knalpot bising masih mengganggu warga Bandung. Razia yang tidak konsisten membuat pelanggar mudah lolos.
Suara bising nan kencang memantul di jalanan hingga membuat kita tak terasa tenang. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 20:00 WIB

Beban Hidup Mencekik dan Tingginya Pengangguran Bukti Kegagalan Wali Kota Bandung?

Kenaikan biaya hidup dan syarat kerja tidak masuk akal memperparah 100 ribu pengangguran di Bandung.
Tingginya angka pengangguran memaksa warga Bandung beralih menjadi pekerja serabutan. (Sabtu, 06 Desember 2025). (Sumber: Penulis | Foto: Vishia Afiath)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 19:53 WIB

Tanggapan Wisatawan tentang Kualitas Fasilitas Bandros di Bandung

Kritik serta saran mengenai fasilitas bandros yang ada di Kota Bandung.
Bandros di Kota Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis)