Jejak Sejarah Ujungberung, Kota Lama dan Kiblat Skena Underground di Timur Bandung

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Jumat 12 Sep 2025, 17:14 WIB
Peta peta topografi Lembar Ujungberung tahun 1910. (Sumber: KITLV)

Peta peta topografi Lembar Ujungberung tahun 1910. (Sumber: KITLV)

AYOBANDUNG.ID - Orang Bandung hari ini sering mendengar nama Ujungberung bukan dari buku sejarah, melainkan dari scene musik underground. Kawasan ini memang dikenal sebagai ā€œkota cadasā€-nya Bandung. Tapi jauh sebelum para gegedug Ujungberung Rebels berteriak-teriak di panggung, Ujungberung sudah lebih dulu punya cerita panjang. Ceritanya kadang mistis, kadang romantis, kadang kolonial, bahkan kadang bikin peta birokrasi berubah-ubah.

Penamaan Ujungberung tak lahir begitu saja. Dalam buku Ujungberung Serambi Timur Bandung (2009), Anto S. Widjaya menulis ada beberapa versi soal asal-usul nama ini. Versi pertama yang agak drama percintaan, berkaitan dengan mitos Sangkuriang dan Dayang Sumbi.

Ceritanya, Sangkuriang sedang sibuk bikin perahu dan danau raksasa, syarat agar ia bisa menikahi Dayang Sumbi, ibunya sendiri. Dayang Sumbi jelas panik, siapa pula yang mau dipersunting anaknya sendiri. Maka ia melambaikan selendang mayang sambil memohon matahari segera terbit. Ada pula yang bilang, lambaian itu kode agar para perempuan kampung menumbukkan alu di lesung, tanda pagi tiba.

Baca Juga: Sejarah Stroberi Ciwidey, Pernah jadi Sentra Produksi Terbesar dari Bandung Selatan

Singkat cerita, Sangkuriang gagal, ngamuk, lalu menendang perahunya sampai jadi Gunung Tangkuban Perahu. Selendang ibunya berubah jadi Gunung Manglayang. Tempat di mana nafsu Sangkuriang ā€œmentokā€ itu disebut Ujungberun atau ujung dari nafsu berung-berung yang tak kesampaian.

Versi kedua lebih saintifik. Nama Ujungberung dikaitkan dengan Danau Bandung Purba, yang terbentuk sekitar enam ribu tahun lalu akibat letusan Gunung Tangkuban Parahu. Letusan itu menyumbat aliran Citarum Purba, membuat sebagian Bandung tergenang. Luasnya diperkirakan 50 km dari timur ke barat, dan 30 km dari utara ke selatan. Ujungberung dianggap salah satu tepiannya.

ā€œUjungā€ dalam toponimi Nusantara sering berarti daratan menjorok seperti Ujung Kulon atau Ujung Pandang. Jadi bisa dibilang, Ujungberung memang ā€œtanjungā€ di tepian danau purba.

Boleh saja mau pilih versi mitologi atau geologi, keduanya sama-sama seru. Yang jelas, nama Ujungberung sudah muncul jauh sebelum kolonial Belanda menggambar-gambar peta Priangan.

Dari Distrik Kolonial hingga jadi Bagian Kota Bandung

Secara historis, Ujungberung mulai disebut pada abad ke-17 ketika wilayah Priangan berada di bawah Mataram Islam, pada masa Sultan Agung. Tapi titik balik besarnya terjadi awal abad ke-19, saat Herman Willem Daendels membangun Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) pada 1810. Dalam Bunga Rampai Pelestarian Budaya dan Sejarah Lokal (2012) terbitan Kemendikbud, Euis Thresnawaty S menyebut jalan lurus nan panjang ini membelah Ujungberung jadi dua: Oedjoengbroeng Kaler di utara dan Oedjoengbroeng Kidoel di selatan.

Ujungberung Kidul sebagian masih rawa bernama Geger Hanjuang, sisa Danau Bandung Purba. Sedangkan bagian utara sudah diincar Belanda untuk perkebunan kopi. Tak heran, nama-nama tempat di selatan banyak mengandung ā€œciā€ atau ā€œrancaā€: Cicadas, Cikadut, Cipadung, Rancaoray. Sementara utara lebih suka ā€œpasirā€: Pasirjati, Pasirluhur, Pasirleutik. Toponimi lokal jadi arsip geologi yang hidup.

Baca Juga: Ujungberung dan Gedebage Langganan Banjir, Seberapa Berdampak Kolam Retensi?

Setelah jalan pos dibuka, orang mulai berdatangan. Ada buruh kopi dari Sukabumi, Bogor, Cianjur, juga dari Garut, dibawa paksa untuk menggarap lahan milik tuan tanah Belanda. Salah satunya Andries de Wilde, yang konon punya dua pertiga wilayah Ujungberung atau sekitar 28 ribu hektar. Para Preangersplanters juga menjadikan Ujungberung Kaler sebagai pusat perkebunan kopi dan sapi. Sementara pribumi, bangsawan lokal, dan pegawai kolonial mengatur distrik. Tahun 1815, pemerintahan distrik resmi diberlakukan.

Alun-alun Ujungberung. (Sumber: Ayobandung)
Alun-alun Ujungberung. (Sumber: Ayobandung)

Ujungberung terus diutak-atik administratif: dibagi jadi Ujungberung Wetan dan Ujungberung Kulon pada 1840, lalu dipecah lagi jadi onderdistrik pada awal abad ke-20. Tahun 1870-an, Undang-Undang Agraria dan reorganisasi wilayah Priangan membuat pembangunan infrastruktur meningkat. Pusat pemerintahan Ujungberung Wetan dipindahkan dari Nyublek ke sekitar alun-alun Ujungberung, dekat posisi sekarang.

Jumlah penduduk pun berkembang. Pada 1869, Distrik Ujungberung Kulon berisi hampir 19 ribu jiwa, sementara Ujungberung Wetan lebih dari 12 ribu jiwa. Mereka tersebar di puluhan kampung, sebagian besar dekat jalur Jalan Raya Pos dan perkebunan.

Pada abad ke-20, peta Ujungberung makin sering digunting-tempel. Staatsblaad 1901 membagi distrik jadi onderdistrik Cibiru, Cibeunying, Buah Batu, Lembang, Balubur, hingga Andir. Kota Bandung yang terus membesar membuat wilayah Ujungberung berkurang. Tahun 1911, sebagian Distrik Ujungberung Kulon dipangkas masuk wilayah Kota Bandung. Tahun 1913, Distrik Ujungberung Wetan disederhanakan jadi empat onderdistrik: Cibeunying, Buah Batu, Cibiru, dan Ujungberung. Tapi 1929 dipangkas lagi jadi tiga onderdistrik: Ujungberung, Cicadas, Buah Batu.

Di masa Jepang, Ujungberung jadi salah satu titik logistik. Setelah kemerdekaan, wilayah ini ikut masuk dalam pertarungan politik dan pembangunan. Perubahan besar berikutnya terjadi pada 1987, ketika hampir sepertiga wilayah Ujungberung resmi masuk Kota Bandung. Pemerintahan kawedanaan dihapus. Sejak itu, Ujungberung hanya menjadi kecamatan biasa. Dari distrik kolonial yang pernah menguasai puluhan ribu hektar, kini tinggal bagian timur Bandung dengan alun-alun, pasar, dan citra ā€œmetalā€.

Walau pangkatnya turun, jejak masa lalu masih terasa. Nama kampung-kampung yang berhubungan dengan rawa, bukit, dan air jadi penanda. Sisa jalan pos yang kini jadi jalur utama Bandung–Cirebon juga masih setia menghubungkan Ujungberung dengan dunia luar. Bahkan legenda Dayang Sumbi dan Sangkuriang masih diceritakan anak-anak sekolah.

Di akhir abad ke-20 ia berubah jadi ladang musik cadas. Pada awal 1990-an, muncul Ujungberung Rebels, komunitas musik underground yang menjadi salah satu kiblat musik cadas di Indonesia. Ujungberung Rebels muncul dari keresahan anak muda Bandung Timur di masa itu. Di kawasan Ujungberung, sekumpulan remaja yang gandrung musik keras mulai berkumpul. Awalnya mereka hanya nongkrong, bertukar kaset Metallica, Slayer, dan Sepultura. Dari situ tumbuh semangat membuat musik sendiri. Komunitas ini lahir dari kultur persaudaraan: siapa pun yang suka musik cadas bisa bergabung.

Baca Juga: Tragedi AACC Bandung 2008, Sabtu Kelabu Konser Beside

Pada pertengahan 1990-an, band seperti Burgerkill, Jasad, hingga Forgotten mulai mengibarkan bendera metal dari Ujungberung. Mereka tidak sekadar meniru Barat, tapi memberi napas lokal. Lirik dan gaya hidup para musisi kerap membawa aroma perlawanan. Ujungberung Rebels akhirnya menjadi identitas, bukan sekadar nama. Di Bandung, bahkan Indonesia, istilah itu jadi sinonim dengan ā€œkomunitas metal yang militanā€.

Dari gigs kecil di lapangan hingga festival besar, mereka menjaga semangat kolektif. Bagi anak muda yang haus kebebasan, Ujungberung Rebels jadi rumah. Dari sinilah Bandung dijuluki ā€œkota metalā€ Indonesia, dengan Ujungberung sebagai episentrumnya.

Sejarah Ujungberung ibarat wayang dengan banyak lakon. Ada lakon Sangkuriang, lakon tuan tanah Belanda, sampai lakon anak muda dengan gitar listrik full distorsi. Bedanya, kalau wayang biasanya punya dalang, Ujungberung seolah jalan sendiri tanpa naskah. Itulah sebabnya, meski kini cuma kecamatan, namanya tetap terdengar lebih gahar ketimbang wilayah sekitarnya.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Beranda 20 Des 2025, 13:46 WIB

Mobilitas Kota Bandung Belum Aman bagi Kaum Rentan, Infrastruktur Jadi Sorotan

Dalam temuan B2W, di kawasan Balai Kota, Jalan Aceh, dan Jalan Karapitan, meskipun telah tersedia jalur sepeda, hak pesepeda kerap ditiadakan.
Diskusi Publik ā€œRefleksi Mobilitas Bandung 2025ā€ di Perpustakaan Bunga di Tembok (19/12/2025) (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 21:14 WIB

Sate Murah di Tikungan Jalan Manisi, Favorit Mahasiswa Cibiru

Sate dengan harga yang murah meriah dan rasa yang enak serta memiliki tempat yang strategis di sekitar wilayah Cibiru.
Dengan harga Rp20.000, pembeli sudah mendapatkan satu porsi berisi 10 tusuk sate lengkap dengan nasi. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 20:24 WIB

Hidup Selaras dengan Alam, Solusi Mencegah Terjadinya Banjir di Musim Penghujan

Banjir menjadi salah satu masalah ketika musim hujan telah tiba, termasuk di Kota Bandung.
Salah satu dampak dari penurunan permukaan tanah adalah banjir seperti banjir cileuncang di Jalan Citarip Barat, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Rabu 28 Februari 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Ayo Jelajah 19 Des 2025, 19:15 WIB

Sejarah Jatinangor, Perkebunan Kolonial yang jadi Pabrik Sarjana di Timur Bandung

Jatinangor pernah hidup dari teh dan karet sebelum menjelma kawasan pendidikan terbesar di timur Bandung.
Jatinangor. (Sumber: sumedangkab.go.id)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 18:09 WIB

Abah, Buku Bekas, dan Denyut Intelektual

Mahasiswa lintas angkatan mengenalnya cukup dengan satu panggilan Abah. Bukan dosen, staf, bukan pula pustakawan kampus.
Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 16:01 WIB

Maribaya Natural Hotspring Resort: Wisata Alam, Relaksasi, dan Petualangan di Lembang

Maribaya Natural Hotspring Resort menawarkan pengalaman wisata alam dan relaksasi di tengah kesejukan Lembang.
Maribaya Lembang. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 15:13 WIB

Bukit Pasir sebagai Benteng Alami dari Hempasan TsunamiĀ 

Sand dune yang terbentuk oleh proses angin dan gelombang dapat mengurangi efek tsunami.
Teluk dengan pantai di selatan Jawa Barat yang landai, berpotensi terdampak hempasan maut tsunami. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T. Bachtiar)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:22 WIB

Jualan setelah Maghrib Pulang Dinihari, Mi Goreng ā€˜Mas Sam’ Cari Orang Lapar di Malam Hari

Mengapa mesti nasi goreng ā€œMas Iputā€? Orangnya ramah.
SAM adalah nama sebenarnya, tapi para pelanggannya telanjur menyebutnya ā€œMas Iputā€. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:12 WIB

5 Hidden Gem Makanan Manis di Pasar Cihapit, Wajib Dicoba Saat Main ke Bandung!

Semuanya bisa ditemukan dalam satu area sambil menikmati suasana Pasar Cihapit.
Salah satu tempat dessert di Pasar Cihapit, yang menjadi tujuan berburu makanan manis bagi pengunjung. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 12:57 WIB

Twig CafƩ Maribaya: Tempat Singgah Tenang dengan Pemandangan Air Terjun yang Menyegarkan Mata

Suasana Cafe yang sangat memanjakan mata dan pikiran lewat pemandangan nyata air terjun yang langsung hadir di depan mata.
Air terjun yang langsung terlihat dari kafe. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 11:46 WIB

Program CSR sebagai Alat Penembusan dosa

CSR harus dikembalikan ke inti, yaitu komitmen moral untuk mencegah kerusakan ekosistem sejak awal
Ilustrasi kayu hasil penebangan. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 10:21 WIB

Keberlangsungan Suatu Negara dalam Bayang-Bayang Deformasi Kekuasaan

Sering kali ada pengaruh buruk dalam jalannya suatu pemerintahan yang dikenal dengan istilah deformasi kekuasaan.
 (Sumber: Gemini AI)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:24 WIB

Kota Bandung: Hak Trotoar, Pejalan Kaki, dan PKL

Antara hak pejalan kaki dan pedagang kaki lima yang harus diseimbangkan pemerintah Kota Bandung
Pejalan kaki harus melintas di jalan yang diisi oleh para pedagang di trotoar Lengkong Street Food, Kamis, 4 Desember 2025. (Sumber: Dokumentasi pribadi | Foto: Taqiyya Tamrin Tamam)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:13 WIB

Cibaduyut: Sentra Sepatu yang Berubah Menjadi Sentra Kemacetan

Cibaduyut tidak hanya menjadi pusat penjualan sepatu di Kota Bandung, tapi juga sebagai salah satu pusat kemacetan di kota ini.
Tampak jalanan yang dipenuhi kendaraan di Jln. Cibaduyut, Kota Bandung (04/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yudhistira Rangga Eka Putra)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 21:16 WIB

Sambel Pecel Braga: Rumah bagi Lidah Nusantara

Sejak berdiri pada 2019, Sambel Pecel Braga telah menjadi destinasi kuliner yang berbeda dari hiruk- pikuk kota.
Sambel Pecel Braga di tengah hiruk pikuk perkotaan Bandung. (Foto: Fathiya Salsabila)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:42 WIB

Strategi Bersaing Membangun Bisnis Dessert di Tengah Tren yang Beragam

Di Tengah banyaknya tren yang cepat sekali berganti, hal ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi pengusaha dessert untuk terus mengikuti tren dan terus mengembangkan kreatifitas.
Dubai Truffle Mochi dan Pistabite Cookies. Menu favorite yang merupakan kreasi dari owner Bonsy Bites. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:08 WIB

Harapan Baru untuk Taman Tegallega sebagai Ruang Publik di Kota Bandung

Taman Tegallega makin ramai usai revitalisasi, namun kerusakan fasilitas,keamanan,dan pungli masih terjadi.
Area tribun Taman Tegalega terlihat sunyi pada Jumat, 5 Desember 2025, berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, Kelurahan Ciateul, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ruth Sestovia Purba)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 19:38 WIB

Mengenal Gedung Sate, Ikon Arsitektur dan Sejarah Kota Bandung

Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat.
Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 18:30 WIB

Kondisi Kebersihan Pasar Induk Caringin makin Parah, Pencemaran Lingkungan di Depan Mata

Pasar Induk Caringin sangat kotor, banyak sampah menumpuk, bau menyengat, dan saluran air yang tidak terawat, penyebab pencemaran lingkungan.
Pasar Induk Caringin mengalami penumpukan sampah pada area saluran air yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, pada awal Desember 2025 (Foto : Ratu Ghurofiljp)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:53 WIB

100 Tahun Pram, Apakah Sastra Masih Relevan?

Karya sastra Pramoedya yang akan selalu relevan dengan kondisi Indonesia yang kian memburuk.
Pramoedya Ananta Toer. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Lontar Foundation)