Isu lingkungan yang berkaitan dengan sampah plastik memang sudah menjadi permasalahan krusial yang menunggu penyelesaian.
Berdasarkan jurnal yang berjudul "Pengaruh Bank Sampah Terhadap Jumlah Sampah Plastik di Indonesia", negara ini menjadi peringkat kedua yang mencemari sampah plastik di perairan laut dunia. Sementara sampai penelitian ini dilakukan (2023), jumlah plastik yang ada telah mencapai angka 14% dari keseluruhan produksi sampah di Indonesia.
Adanya isu ini membuat Unilever sebagai salah satu perusahaan FMCG terbesar di dunia menginisiasi program Bank Sampah. Program ini dibuat dengan tujuan untuk mengurangi sampah plastik kemasan, khususnya pada produk Unilever dengan cara mendaur ulang dan memaksimalkan nilai dari sampah tersebut.

Pertama kali muncul pengolahan bank sampah yang mengelola sampah plastik menjadi produk paving block adalah video dari akun tiktok bernama @tonipermanabanbar yang sudah lama melakukan inovasi tapi merasa belum ada support dari pemerintah.
Dalam video tersebut Toni mengaku sejak tahun 2017 mempunyai inovasi sendiri untuk mengelola sampah plastik menjadi paving block. Awalnya Toni menggunakan mesin manual namun seiring waktu dirinya mulai membuat mesin rakitan sendiri yang dilengkapi dengan penyaring asap dan sudah lolos dalam tahap uji emisi, uji abrasi, uji tekan, uji bakar. Namun Toni menyayangkan karena dirinya merasa kurang mendapat dukungan dari pemerintah.
Sebelum fokus mengembangkan pengelolaan bank sampah, Toni mengaku memiliki bisnis bengkel las untuk membuat pagar atau kanopi. Toni merupakan pria asal Padalarang Bandung tepatnya di Desa Sukamaju. Bahkan tempatnya sudah dijadikan pusat edukasi bank sampah desa Sukamaju Sejahtera.
Bank sampah yang dikelolanya bahkan masuk kedalam nominasi peringkat terbaik ke-4 se-Indonesia. Namun Toni merasa itu sia-sia karena tidak mendapat perhatian dari pemerintah.
Satu hal lagi. Saat ini banyak asosiasi dibentuk, banyak organisasi dibentuk tapi asosiasi hanya mencari sensasi, organisasi hanya basa-basi tapi mana dampaknya untuk lingkungan tidak ada. Hanya memanfaatkan anggota untuk menyerap anggaran doang dari CSR/IPR, dana-dana hibah pemerintah. Ujar Toni
Videonya viral dan mendapat perhatian dari Ferry Irwandi sebagai influencer. Ferry mengundang Toni untuk mengadakan diskusi dan berharap ada yang bisa ia lakukan untuk menemukan solusi dari masalah tersebut.
Dalam pertemuan tersebut Ferry menginisiasi untuk membantu dalam pengembangan produk paving block tersebut. Bahkan Ferry sudah menganalisis produk tersebut dari mulai potensi licin saat digunakan dan nyaman atau tidak nyaman.
Menurutnya masih ada beberapa perbaikan yang perlu dilakukan dan disinilah peran Ferry untuk membantu pengembangan produk paving block tersebut. Ferry juga akan membantu bagaimana pengurusan badan usaha, regulasi, serta marketing produk.
Menariknya Toni tidak hanya mengolah sampah plastik menjadi paving block saja tapi barang-barang inovatif lainnya berupa kursi mini bar, gantungan kunci dan potensi produk lainnya yang bisa diversifikasi.
Mulai sekarang mari pilah sampah dari rumah, ubah sampah jadi rupiah yang berkah. Ingat sampah itu bukan sumber. Sampah bukan barang yang menjijikan tapi menjanjikan. Dengan prinsip lakukan dari hal yang kecil sebelum mampu melakukan hal yang besar. Ungkap Toni
Sebetulnya inovasi ini juga sudah banyak dilakukan beberapa orang lainnya salah satunya di daerah Cangkuang wetan Bandung dan sudah ada dua pengusaha perempuan yang mengolahnya pada tahun 2019. Perusahaan bernama Rebricks didirikan oleh Novita Tan dan Ovy Sabrina.
Rebricks meluncurkan produk perdana dimulai pada tahun 2019 dengan membuat paving blok yang berasal dari olahan sampah plastik sekali pakai, atau rejected plastic waste.
Melihat usaha dari keduanya pengolahan sampah yang awalnya dianggap sebagai masalah lingkungan justru bisa membantu pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja di lingkungan sekitar. Inovasi ini tentunya perlu perhatian dari pemerintah serta edukasi terhadap masyarakat untuk lebih peduli dengan melakukan hal kecil melalui mengurai solusi lingkungan dari lingkungan keluarga. (*)