Setiap kali permasalahan sampah kembali muncul, gambaran yang muncul adalah gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang menumpuk. Solusi yang sering muncul juga kerap berulang, jika tidak menambah armada truk sampah maka akan mencari lahan TPA yang baru. Paradigma ini terjadi di berbagai daerah. Tentunya penyelesaian sampah dengan metode ini membutuhkan biaya yang mahal dan tidak berkelanjutan.
Namun hal ini sedikit berbeda di Kota Bandung. Kota Bandung menawarkan cara yang tidak sama dengan kebiasaan lama. Data terbaru dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung menyebutkan, terdapat 466 Rukun Warga (RW) dari total lebih dari 1.500 RW yang aktif dalam program Kurang Bagikan Sampah (KBS).
Angka ini setara dengan 28-29 persen. Artinya, hampir sepertiga lingkungan di Kota Bandung telah menggeser paradigma membuang sampah menjadi mengelola langsung dari sumbernya.
Mengapa perubahan di tingkat RW ini penting? Mengutip pernyataan Plt. Kepala UPT Pengelolaan Sampah, DLH Kota Bandung, R. Ramdani di situs Bandung.go.id tanggal 14 Mei 2025, bahwa setiap hari, Kota Bandung menghasilkan sekitar 140 rit sampah.
Dari jumlah itu, sekitar 30 rit harus dikelola di dalam kota karena keterbatasan kapasitas TPA. Bayangkan biaya pengangkutan, bahan bakar, dan perawatan truk yang harus dikeluarkan untuk memindahkan gunungan sampah-sampah tersebut.
Melalui gerakan KBS, sampah akan dikelola langsung dari sumbernya di rumah tangga. Tentunya biaya itu dapat ditekan untuk meminimalisir biaya operasional. Sebagian sampah yang terpilah dengan baik akan menjadi kompos atau didaur ulang. Sehingga akan mengurangi volume yang harus diangkut ke TPA. Logikanya sederhana saja, semakin sedikit sampah yang dikirim ke TPA, maka akan meringankan beban keuangan daerah.
Inovasi Pengelolaan Sampah

Menariknya adalah gerakan pengelolaan sampah tidak berasal dari masyarakat (grassroot) dan komunitas saja. Gerakan KBS merupakan salah satu inovasi yang digagas oleh Pemerintah Kota Bandung. Gelombang inovasi lainnya juga banyak dilahirkan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota Bandung sendiri. Melalui Pelatihan Struktural Kepemimpinan, puluhan konsep pengendalian sampah berhasil dirancang dan diimplementasikan.
Dokumentasi di situs Perpustakaan Pusat Pembelajaran Dan Strategi Kebijakan Talenta Aparatur Sipil Negara Nasional (Pusjar SKTAN) Lembaga Administrasi Negara, https://perpustakaan-bandung.lan.go.id/ menunjukkan betapa kayanya khazanah inovasi ini. Melalui Pelatihan Kepemimpinan Pengawas, peserta di Pusjar SK Tasnas yang berasal dari Pemerintah Kota Bandung melahirkan berbagai inovasi.
Ada program SAMBAR CEU PILAH (Sampah Habis di Sumber, Cegah, Pilah, dan Olah) di Kelurahan Sarijadi. Lalu, HOMPIMPAH (Hayu Urang Pilah dan Olah Sampah Plastik ti Imah Supados Merenah) di Kelurahan Gumuruh yang bahkan menyandang predikat terbaik. Belum lagi PA SAMOR (Pengolahan Sampah Organik) di Kelurahan Pasir Endah.
Nama-nama inovasi yang kreatif ini tidak hanya menjadi jargon dalam penyelesaian sampah. Inovasi tersebut menjadi cerminan solusi yang dapat diimplementasikan dengan kearifan budaya lokal.
Fakta ini penting untuk dicermati. Sering kali, inovasi dianggap rumit dan berbiaya mahal. Namun, Bandung membuktikan bahwa birokrasi punya kemampuan untuk melahirkan terobosan-terobosan baru. ASN yang sehari-hari berhadapan dengan masalah riil, didorong untuk menjadi bagian dari solusi.
Tantangan Keberlanjutan

Pemerintah Kota Bandung telah menerapkan inovasi dalam pengelolaan sampah. Namun tantangan yang dihadapi adalah menjamin keberlangsungan program-program yang sudah berjalan. Inovasi seperti SAMBER CEU PILAH atau HOMPIMPAH telah membuktikan bahwa solusi itu ada. Namun, inovasi-inovasi itu bisa saja terhenti atau bahkan layu sebelum berkembang. Inovasi hanya menjadi laporan administrasi dan tersimpan di ruang arsip.
Tantangan terbesar justru datang setelah inovasi diluncurkan. Dibutuhkan kolaborasi antar stakeholder untuk memastikan program tidak jalan di tempat. Inovasi yang telah lahir tidak bergantung pada satu atau dua figur kunci saja. Siapapun aparatur yang akan menduduki jabatan terkait, diharapkan mampu melanjutkan inovasi yang sudah ada. Sehingga inovasi pengelolaan sampah akan berlangsung secara berkelanjutan dan memberi manfaat luas.
Merawat setiap inovasi yang sudah tumbuh, bukan hanya untuk membersihkan Bandung, tetapi juga untuk menjadi contoh bahwa mengelola sampah dengan lebih bijak adalah keniscayaan bagi semua daerah di Indonesia. (*)