ASN, Meritokrasi, dan Jalan Panjang Penghapusan Honorer

Guruh Muamar Khadafi
Ditulis oleh Guruh Muamar Khadafi diterbitkan Senin 13 Okt 2025, 13:19 WIB
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). (Sumber: Diskominfo Depok)

Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). (Sumber: Diskominfo Depok)

Pembahasan mengenai aparatur sipil negara (ASN) kembali mengemuka seiring dengan rencana penghapusan tenaga honorer dan percepatan pengangkatan mereka menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Isu ini bukanlah hal baru, tetapi terus menjadi perbincangan karena menyangkut jutaan orang yang selama bertahun-tahun bekerja di lingkaran birokrasi, namun tidak memiliki kepastian status maupun perlindungan yang layak.

Kementerian PANRB beberapa waktu terakhir menegaskan bahwa manajemen ASN harus berbasis sistem merit. Prinsip ini menekankan bahwa pengelolaan pegawai negara harus didasarkan pada kompetensi, kualifikasi, dan kinerja, bukan pada pertimbangan politis atau kedekatan personal.

Di atas kertas, gagasan meritokrasi ini sudah lama diperjuangkan. Namun, di lapangan, realitasnya masih jauh dari ideal.

Warisan Sistem Honorer

Sejak awal reformasi birokrasi digulirkan, keberadaan tenaga honorer menjadi paradoks yang sulit diurai. Di satu sisi, pemerintah pusat dan daerah membutuhkan tenaga tambahan untuk mengisi kekosongan layanan publik.

Di sisi lain, keterbatasan kuota penerimaan ASN membuat pintu rekrutmen resmi sangat terbatas. Jalan pintas pun ditempuh: menggunakan tenaga honorer dengan kontrak minimal, gaji rendah, dan jaminan kesejahteraan yang terbatas.

Selama lebih dari dua dekade, skema honorer ini membentuk lapisan tenaga kerja yang besar di tubuh birokrasi. Mereka bekerja di sekolah, puskesmas, kantor desa, hingga instansi pemerintah, tetapi statusnya menggantung. Tidak sedikit dari mereka yang bekerja belasan bahkan puluhan tahun, tetapi tetap berstatus honorer.

Ironinya, keberadaan mereka justru membuat roda pelayanan publik tetap berjalan. Guru honorer mengajar di kelas, tenaga medis honorer melayani pasien, staf honorer menjalankan administrasi. Dengan kata lain, birokrasi kita hidup dari tenaga honorer, tetapi tidak memberi mereka kepastian.

Agenda Meritokrasi

Dalam kerangka reformasi birokrasi, penghapusan tenaga honorer adalah agenda penting. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dengan jelas mengamanatkan bahwa pegawai pemerintah hanya terdiri atas dua kategori yaitu PNS dan PPPK. Honorer seharusnya dihapuskan. Namun, implementasi amanat ini berkali-kali tertunda karena kompleksitas politik, anggaran, dan resistensi sosial.

Sistem merit sejatinya dimaksudkan untuk mengakhiri praktik rekrutmen tidak resmi dan memastikan bahwa setiap ASN direkrut melalui seleksi yang transparan dan adil. Tanpa penerapan merit, birokrasi rentan disusupi kepentingan politik, nepotisme, atau praktik transaksional. Karena itu, transisi dari honorer ke PPPK seharusnya dipandang sebagai langkah strategis menuju birokrasi profesional.

Namun, di sinilah tantangan muncul. Bagaimana mengintegrasikan jutaan honorer dengan latar belakang pendidikan, kompetensi, dan pengalaman yang beragam ke dalam kerangka meritokrasi? Bagaimana memastikan bahwa proses pengangkatan tidak sekadar formalitas, tetapi benar-benar mempertimbangkan kualitas?

Setiap kali isu honorer mengemuka, gelombang resistensi muncul dari berbagai arah. Pemerintah daerah khawatir akan beban anggaran. Tenaga honorer cemas dengan kemungkinan tidak lolos seleksi. Sementara itu, parlemen kerap memberi tekanan politik agar proses pengangkatan dipermudah.

Ilustrasi ASN. (Sumber: indonesia.go.id)
Ilustrasi ASN. (Sumber: indonesia.go.id)

Dalam situasi ini, meritokrasi sering kali dikompromikan. Seleksi cenderung dilonggarkan, standar kompetensi diturunkan, bahkan ada wacana pengangkatan otomatis demi meredakan gejolak sosial. Akibatnya, sistem merit yang seharusnya menjadi pilar reformasi justru melemah di hadapan tekanan politik jangka pendek.

Namun, kita juga tidak boleh menutup mata terhadap realitas sosial. Banyak tenaga honorer yang memang telah lama bekerja dengan dedikasi tinggi. Mereka mengisi kekosongan layanan publik yang tidak mampu ditangani oleh ASN resmi. Mengabaikan pengorbanan mereka tentu tidak adil. Di sinilah perlunya keseimbangan antara meritokrasi dan keadilan sosial.

Selain soal status, isu honorer juga terkait dengan kesejahteraan. Gaji rendah, ketiadaan jaminan kesehatan dan pensiun, serta beban kerja yang berat adalah kenyataan sehari-hari. Transformasi mereka menjadi PPPK diharapkan bisa memperbaiki kondisi ini. Namun, perlu dicatat bahwa PPPK tetap berbeda dengan PNS dalam hal kepastian karier dan hak pensiun.

Perdebatan pun muncul, apakah PPPK cukup menjawab kebutuhan kesejahteraan? Ataukah status ini hanya menjadi kompromi setengah jalan yang masih meninggalkan ketidakpastian jangka panjang?

Pertanyaan ini penting, mengingat ASN adalah tulang punggung birokrasi. Bagaimana mungkin birokrasi bisa melayani publik dengan baik jika para pegawainya masih bergelut dengan masalah kesejahteraan dasar?

Arah Reformasi Birokrasi

Dalam konteks yang lebih luas, isu honorer mencerminkan arah reformasi birokrasi kita. Reformasi birokrasi bukan hanya soal memangkas prosedur atau mempercepat layanan, tetapi juga tentang membangun sumber daya manusia yang profesional dan sejahtera. Tanpa itu, jargon birokrasi kelas dunia hanya akan menjadi retorika kosong.

Ada beberapa langkah yang perlu diperkuat.

Pertama, penataan data honorer secara akurat. Selama ini, data jumlah honorer sering simpang siur, sehingga menyulitkan perumusan kebijakan.

Kedua, penerapan seleksi berbasis kompetensi dengan tetap memberi afirmasi bagi tenaga honorer yang sudah lama mengabdi.

Ketiga, penyediaan anggaran yang realistis agar daerah tidak terbebani secara berlebihan. Keempat, penyamaan standar kesejahteraan ASN, baik PNS maupun PPPK, agar tidak terjadi diskriminasi di tempat kerja.

Penghapusan tenaga honorer bukan sekadar kebijakan teknis, melainkan agenda besar reformasi birokrasi. Ia menyangkut jutaan orang, stabilitas politik, dan masa depan pelayanan publik. Keberhasilan agenda ini akan menentukan apakah birokrasi Indonesia benar-benar bergerak menuju sistem meritokrasi atau kembali terjebak dalam kompromi politik yang melemahkan.

Pada akhirnya, isu honorer adalah cermin wajah birokrasi kita yaitu antara idealisme meritokrasi dan realitas politik serta sosial. Jalan menuju birokrasi profesional masih panjang, tetapi langkah berani harus diambil. Tanpa itu, ASN hanya akan menjadi jargon kebijakan, bukan mesin pelayanan publik yang andal. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Guruh Muamar Khadafi
Analis Kebijakan Ahli Muda, Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Talenta ASN Nasional Lembaga Administrasi Negara
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

Upayakan Sekerasnya

Ayo Netizen 03 Okt 2025, 18:29 WIB
Upayakan Sekerasnya

News Update

Ayo Netizen 13 Okt 2025, 17:01 WIB

'Jalan Jajan' di Soreang: Kulineran di Gading Tutuka, hingga Menyeruput Kopi Gunung

Berjalan jajan di Soreang, kulineran di Gading Tutuka, Pintu Keluar Tol Soroja, hingga menyeruput secangkir kopi di Kopi Gunung.
Berjalan jajan di Soreang, kulineran di Gading Tutuka, Pintu Keluar Tol Soroja, hingga menyeruput secangkir kopi di Kopi Gunung. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dudung Ridwan)
Ayo Biz 13 Okt 2025, 16:33 WIB

Semilir Pagi Ramu Saji Heritage, Sarapan Pelan-Pelan bersama Nasi Kuning dan Cita Rasa Rumah

Bukan sekadar menu, nasi kuning di Ramu Saji Heritage adalah medium rasa yang membawa pengunjung pulang ke kenangan masa kecil.
Bukan sekadar menu, nasi kuning di Ramu Saji Heritage adalah medium rasa yang membawa pengunjung pulang ke kenangan masa kecil. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 13 Okt 2025, 15:16 WIB

Tinggal Meninggal Memang Bikin Kita Ketawa, tapi Pulang dengan Beban Pikiran

Film Tinggal Meninggal membawa warna baru serta keberanian baru bagi perfilman Indonesia.
Salah satu adegan film Tinggal Meninggal. (Sumber: Youtube/Imajinari)
Ayo Netizen 13 Okt 2025, 14:18 WIB

Memahami dan Menghargai demi Harmoni

Saatnya memperkuat semangat toleransi dan membangun perdamaian melalui kegiatan pameran dan diskusi terbuka.
Komik hasil adaptasi dari buku Dialog Peradaban. (Sumber: Instagram/pamerandialogperadaban)
Ayo Netizen 13 Okt 2025, 13:19 WIB

ASN, Meritokrasi, dan Jalan Panjang Penghapusan Honorer

Isu penghapusan tenaga honorer dan pengangkatan PPPK kembali mencuat.
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). (Sumber: Diskominfo Depok)
Ayo Jelajah 13 Okt 2025, 12:23 WIB

Dari Hotel Pos Road ke Savoy Homann, Jejak Kemewahan dan Saksi Sejarah Pembangunan Kota Bandung

Hotel Savoy Homann di Bandung menyimpan sejarah panjang sejak 1880, dari era kolonial hingga Konferensi Asia Afrika 1955, dengan arsitektur Art Deco yang ikonik.
Hotel Savoy Homann Bandung tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 13 Okt 2025, 09:25 WIB

Solat dan Stadion, Dilema para Bobotoh Saat Laga Persib

Praktik beragama kita yang kreatif, bikin tersenyum malu, dan sadar diri.
Konvoi Bobotoh, Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 13 Okt 2025, 08:10 WIB

Fitur Peta Instagram: Keintiman Konektivitas atau Peluang Kriminalitas?

Fitur terbaru dari instagram adalah membagikan peta lokasi pengguna yang bisa dibagikan dan diakses secara real time.
Fitur Peta di Instagram seharusnya menjadi perhatian bagi pengguna untuk tidak mudah FOMO akan tren sosmed yang hadir (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 12 Okt 2025, 20:04 WIB

Canda, Hantu, dan 'Jorang' sebagai Makanan Pokok Orang Sunda

Menentang budaya wibawa yang selalu menjaga batas bercanda, menjaga nalar rasional, dan menegakkan “adab” sensual yang hipokrit.
Camilan di Atas Karpet, Ketika Orang Sunda Kumpul dan Ngobrol (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 12 Okt 2025, 14:38 WIB

Pasar Seni ITB sebagai Jembatan antara Dua Wajah Bandung

Pasar Seni ITB bukan hanya sebatas ajang nostalgia, tapi juga bentuk perlawanan lembut,
Konferensi Pers Pasar Seni ITB 2025 di International Relation Office (IRO) ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung, Selasa 7 Oktober 2025. (Sumber: ayobandung.id| Foto: Irfan Al-Farits)
Ayo Netizen 12 Okt 2025, 11:06 WIB

Polemik Tanggal Lahir Persib dan Krisis Kepercayaan Publik terhadap Akademisi

Bagaimana jika sesuatu yang selama ini kita yakini sebagai kebenaran ternyata dianggap keliru oleh sebagian orang?
Pengukuhan Hari Jadi Persib Bandung pada akhir 2023 lalu. (Sumber: dok. Persib)
Ayo Jelajah 12 Okt 2025, 10:58 WIB

Jejak Sejarah Bandung Dijuluki Kota Kembang, Warisan Kongres Gula 1899

Tak cuma karena bunga, julukan Kota Kembang dipoles dengan kisah Kongres Gula 1899 dan para mojang Bandung yang memesona kaum meneer.
Mojang Belanda di Bandung tahun 1900-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 12 Okt 2025, 10:32 WIB

Int(Earth)Religious Dialogue

Ide tentang melibatkan alam sebagai subjek aktif dalam dialog lintas agama-iman.
Pohon dan Langit Biru (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 12 Okt 2025, 09:07 WIB

Mispersepsi Penggunaan Obat Amoxillin di Masyarakat

Amoxillin merupakan jenis antibiotik yang penggunaannya tidak pernah tepat guna dan sering menimbulkan resistensi antibiotik.
Amoxillin menjadi salah satu jenis antibiotik yang penggunannya sering mengundang miss persepsi di masyarakat. (Sumber: Freepik)
Ayo Biz 11 Okt 2025, 19:27 WIB

Bandung dan Denyut Motorcross Indonesia yang Kian Menggeliat

Di balik gemerlap urban dan sejuknya pegunungan, Bandung menyimpan potensi besar sebagai pusat olahraga motorcross di Indonesia.
Di balik gemerlap urban dan sejuknya pegunungan, Bandung menyimpan potensi besar sebagai pusat olahraga motorcross di Indonesia. (Sumber: Ist)
Ayo Biz 11 Okt 2025, 15:05 WIB

Ketika Mendaki Menjadi Gerakan Ekonomi dan Pelestarian: Menyatukan Langkah Menuju Pariwisata yang Berkelanjutan

Di balik geliat pariwisata, muncul tantangan besar, bagaimana menjaga kelestarian lingkungan sekaligus memberdayakan ekonomi lokal secara berkelanjutan?
Digagas oleh Mahameru, Inisiatif seperti Hiking Fest 2025 menjadi ilustrasi bagaimana kegiatan wisata bisa dirancang untuk membawa dampak positif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 11 Okt 2025, 13:45 WIB

Jejak Panjang Perjalanan Bisnis Opey: Membangun Dua Brand Lokal Ikonik Skaters dan Mahameru

Muchammad Thofan atau akrab disapa Opey telah menorehkan jejak panjang sebagai founder sekaligus owner dua brand yang kini menjadi ikon yakni Skaters dan Mahameru.
Muchammad Thofan atau akrab disapa Opey telah menorehkan jejak panjang sebagai founder sekaligus owner dua brand yang kini menjadi ikon yakni Skaters dan Mahameru. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 19:28 WIB

Program Makan Bergizi Gratis dan Ujian Tata Kelola Birokrasi

Insiden keracunan massal pelajar di Jawa Barat mengguncang kepercayaan publik terhadap program makan bergizi gratis.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG). (Sumber: setneg.go.id)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 18:38 WIB

Bandung dalam Fiksi Sejarah

Boleh saja apabila tulisan ini diterima dengan rasa skeptis atau curiga. Karena pandangan dan pembacaan saya sangat mungkin terhalang bias selera.
Buku Melukis Jalan Astana. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yogi Esa Sukma Nugraha)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 16:04 WIB

Mengamankan Momentum Akselerasi Manajemen Talenta ASN

Momentum akselerasi manajemen talenta ASN menjadi tonggak penting transformasi birokrasi Indonesia.
Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai roda penggerak jalannya pemerintahan diharuskan untuk memiliki kompetensi dan kinerja yang optimal. (Sumber: babelprov.go.id)