Rekam Kelam Derita Satwa, Tragedi Kebun Binatang Bandung Berulang Kali

Atika Salsabila
Ditulis oleh Atika Salsabila diterbitkan Kamis 10 Jul 2025, 08:58 WIB
Taman Jubileumpark (Sumber: (Sumber: Digital Collection KITLV Universiteit Leiden))

Taman Jubileumpark (Sumber: (Sumber: Digital Collection KITLV Universiteit Leiden))

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, kembali menyoroti konflik hukum yang melilit pengelolaan Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) saat ditemui di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, sebagaimana dilansir detik.com, Selasa (1/7/2025).

Ia menegaskan bahwa sengketa berkepanjangan ini telah berdampak serius pada upaya konservasi satwa, dengan banyaknya hewan yang mulai mati akibat kondisi yang semakin memprihatinkan.

Bila ditarik ke belakang, sejarah Kebun Binatang Bandung mencatat pola kelam yang berulang.

Laporan investigasi mingguan De Heraut pada 22 Desember 1939 pernah mengungkap praktik mengerikan di bawah kepemimpinan direktur Jhr. JCK Godman.

Dokumen tersebut mencatat bagaimana hewan-hewan diperlakukan secara tidak manusiawi, mulai dari operasi menggunakan alat-alat tidak steril seperti pisau dapur dan pahat, pemberian monyet hidup sebagai pakan predator, hingga pembiaran satwa sakit yang berujung pada kematian.

Kini, 86 tahun kemudian, kebun binatang ini kembali menjadi sorotan akibat konflik hukum dan manajemen yang kacau.

Kepentingan administratif dan birokrasi justru mengalahkan kesejahteraan satwa yang seharusnya menjadi prioritas utama sebuah institusi konservasi.

Taman bermain dan restoran Kebun Binatang Bandung (Sumber: Dierentuin Nummer (1937))
Taman bermain dan restoran Kebun Binatang Bandung (Sumber: Dierentuin Nummer (1937))

Berawal dari Jubileumpark 

Pada awal tahun 1933, wacana pendirian kebun binatang di Bandung mulai mengemuka.

Informasi ini terekam dalam surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (NDNI) edisi 22 Maret 1933, yang melaporkan rencana Dewan Kota Bandung untuk mengadakan pertemuan pada hari Rabu, 28 Desember, pukul setengah tujuh malam, akan diadakan pertemuan umum di Ruang Rapat Balai Kota.

Agenda utama rapat tersebut adalah membahas beberapa lahan Tjikapoendoeng-raviju (Jubileumpark) yang dihibahkan untuk warga dalam rangka HUT ke-25 Kota Bandung, guna pembangunan Bandoengsch Zoologisch Park. 

Pada perkembangan berikutnya, NDNI edisi 11 Mei 1933 memberitakan hasil rapat 29 Maret 1933, di mana usulan bantuan keuangan untuk pendirian telah dikeluarkan dan disetujui oleh pemerintah Kota Bandung.

Dana sebesar 2000 gulden dialokasikan, terutama untuk pembelian koleksi binatang, pembangunan kandang, serta penyediaan fasilitas penampungan dan pakan hewan.

Sebelas hari setelah berita tersebut, tepatnya pada 22 Mei 1933, surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad melaporkan bahwa Bandoengsch Zoologisch Park resmi dibuka pada Sabtu sore, 20 Mei 1933.

Acara peresmian berlangsung meriah, diawali dengan pemotongan pita oleh Nyonya Von Wolzogen Kühr.

Setelah itu, Ketua asosiasi, H. Hoetjer, menerima para tamu dan memberikan pidato singkat. Kemudian mereka menuju kebun binatang mengajak para tamu untuk berkeliling dan menikmati koleksi awal kebun binatang yang terdiri dari seekor singa, seekor gajah, beberapa macan kumbang, kera, buaya, musang, serta aneka burung.

Taman Jubileumpark Bandung (Sumber: Digital Collection KITLV Universiteit Leiden (1933))
Taman Jubileumpark Bandung (Sumber: Digital Collection KITLV Universiteit Leiden (1933))

Upaya Pemeliharan Pemerintah Kolonial

Dilansir dari surat kabar De Koerier yang terbit pada 15 Mei 1936, berdasarkan laporan keuangan Bandung Zoological Park tahun 1935, terlihat betapa seriusnya pemerintah kolonial mengembangkan kebun binatang sebagai sarana rekreasi sekaligus konservasi.

Sejumlah Æ’431,98 dihabiskan untuk pembelian dan perawatan hewan, sementara Æ’2007,83 dialokasikan untuk pembangunan fasilitas hiburan seperti komedi putar, ayunan, dan balok lari. Restoran di dalam kebun binatang menelan biaya Æ’1535,19, dengan total penyusutan aset mencapai Æ’857,83.

Yang menarik, pemeliharaan hewan menjadi prioritas dengan anggaran mencapai Æ’3050,05 untuk obat-obatan, listrik, dan pakan, termasuk Æ’2158,99 khusus untuk daging, roti, dan susu.

Sementara itu, sumbangan dari anggota dewan seperti Tn. ADH Bosch (Æ’100) turut mendukung pembangunan galeri predator kecil.

Dari sisi pendapatan, kebun binatang ini mengandalkan tiket masuk dan sumbangan anggota, hal ini menunjukkan antusiasme masyarakat era itu terhadap fasilitas hiburan modern.

Namun, di balik gemerlapnya, laporan ini juga mengungkap praktik pengelolaan yang efisien, seperti penjualan kayu bakar untuk menutupi biaya pemeliharaan kebun (Æ’766,50).

Denah Kebun Binatang Bandung tahun 1930-an (Sumber: Dierentuin Nummer (1937))
Denah Kebun Binatang Bandung tahun 1930-an (Sumber: Dierentuin Nummer (1937))

Praktik Brutal di Balik Taman Margasatwa 

Laporan investigasi mingguan De Heraut pada 22 Desember 1939 membongkar kenyataan pahit tentang wajah kelam Bandung Zoological Park di bawah kendali direktur Jhr. JCK Godman.

Dokumen tersebut memaparkan serangkaian praktik keji yang dilakukan secara sistematis, mengungkap bagaimana institusi yang semestinya menjadi tempat perlindungan satwa justru berubah menjadi rumah siksaan.

Salah satu kasus paling mengerikan terjadi ketika seekor burung menjalani "operasi" menggunakan pisau dapur dan pahat, alat-alat kasar yang sama sekali tidak steril dan tidak pantas digunakan untuk tindakan medis. Akibatnya, burung malang itu nyaris mati kehabisan darah, menderita dalam kesakitan yang tak terbayangkan.

Kekejaman ini ternyata bukan insiden tunggal. Pengawas Tn. Jacobs tercatat pernah memerintahkan bawahannya untuk melemparkan monyet hidup sebagai makanan bagi hewan predator.

Perintah biadab ini akhirnya ditolak oleh beberapa staf yang masih memiliki hati nurani, menunjukkan bahwa meski berada dalam sistem yang korup, masih ada suara-suara humanis yang berani melawan.

Namun, kisah pilu lainnya datang dari seekor singa yang dibiarkan menderita sakit tanpa perawatan memadai hingga akhirnya mati dalam kesendirian.

Yang lebih mengerikan, dokter hewan yang bertugas bahkan tidak menyadari adanya jari kaki segar di dalam kandang singa tersebut, sebuah temuan mengerikan yang mengindikasikan kemungkinan sumber infeksi atau bahkan praktik kanibalisme di antara satwa yang kelaparan.

Dalam surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad (18 Juni 1940),  telah memuat kesaksian Godman dalam sidang pengadilan. Puncak dari semua kekejaman ini adalah pengakuan Godman sendiri tentang kebijakan "pengurangan populasi" monyet dengan alasan overkapasitas.

Dengan dingin, ia membenarkan pembunuhan massal satwa-satwa tersebut, sambil secara sengaja berusaha menutupi fakta ini dari pengetahuan publik.

Dalam pernyataan di pengadilan, Godman membela kebijakannya: 'Apa yang kalian sebut kekejaman, kami sebut manajemen populasi. Setiap bulan kami harus memilih, memberi makan pengunjung atau memberi makan monyet.'

Sikap Godman ini tidak hanya menunjukkan kelalaian, tetapi lebih jauh lagi, sebuah pandangan yang melihat satwa sebagai barang disposabel yang bisa dihabisi kapan saja demi kepentingan pengelolaan.

Baca Juga: 10 Tulisan Terbaik AYO NETIZEN Juni 2025, Total Hadiah Rp1,5 Juta

Pengadilan yang Membongkar Kebobrokan

Melalui data yang termuat dalam Laporan De Heraut, mantan pengawas Tn. Kabul membeberkan daftar mengerikan satwa yang menjadi korban kebijakan Godman: sembilan zebra mati kelaparan, seekor babi hutan dan tiga hewan kecil dibantai, empat angsa, serta sembilan monyet dibunuh tanpa alasan medis.

Yang paling memilukan adalah seekor beruang madu muda tewas diabaikan, sementara burung merpati hibrida harus menderita akibat pemotongan sayap kasar menggunakan pahat oleh staf tak kompeten.

Saat dihadapkan pada bukti-bukti tak terbantahkan ini, Godman justru memberikan pembelaan yang memalukan nan bengis.

Ia mengakui menjadikan monyet hidup sebagai pakan predator dengan dalih kelangkaan daging kuda, membenarkan praktik pemotongan sayap meski menggunakan alat seadanya, dan bersikukuh beruang yang pernah berkelahi tak akan mengulanginya, sebelum akhirnya seekor beruang muda tewas digigit beruang dewasa.

Skandal ini memicu gelombang kemarahan publik hingga berujung pada proses hukum. Seperti dilaporkan Bataviaasch Nieuwsblad (18 Juni 1940), sidang perkara terhadap redaktur De Heraut A. Weeber yang mempublikasikan kasus ini justru berbalik menjadi pengadilan bagi Godman.

Di hadapan hakim kepolisian Bandung Tuan Swaab, terungkap bagaimana kebijakan Godman telah menciptakan neraka bagi satwa-satwa malang.

Persidangan yang juga diliput Soerabaijasch Handelsblad (21 Juni 1940) ini menghadirkan saksi-saksi kunci. Tuan A. van der Spek dari Asosiasi Perlindungan Hewan Hindia Belanda memberikan kesaksian ahli, sementara manajer kebun binatang Watma serta sipir Mochtar dan Jacobs menguatkan bukti-bukti pelanggaran.

Hasilnya, pengadilan memutuskan Godman bersalah dan menjatuhkan hukuman denda Æ’50,- dan 10 hari penjara, serta kemungkinan pencabutan fasilitas pribadi sebagai tindakan disipliner.

Kasus-kasus ini bukan sekadar kelalaian, melainkan bukti kekejaman sistemik di balik institusi kolonial yang memandang satwa sebagai properti belaka. Laporan De Heraut ini membeberkan bagaimana kebun binatang yang semestinya menjadi simbol kemajuan dan pendidikan justru berubah menjadi panggung penyiksaan hewan dengan dalih efisiensi.

Fakta-fakta ini memaksa kita untuk mempertanyakan berapa banyak lagi kekejaman serupa yang terjadi, serta menjadi pengingat kelam tentang warisan kolonial yang sering kali diromantisasi tanpa melihat sisi gelapnya. (*)

Tonton Obrolan Sejarah Franz Wilhelm Junghuhn:

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Atika Salsabila
Suka menulis Sejarah
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 19 Des 2025, 12:57 WIB

Twig Café Maribaya: Tempat Singgah Tenang dengan Pemandangan Air Terjun yang Menyegarkan Mata

Suasana Cafe yang sangat memanjakan mata dan pikiran lewat pemandangan nyata air terjun yang langsung hadir di depan mata.
Air terjun yang langsung terlihat dari kafe. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 11:46 WIB

Program CSR sebagai Alat Penembusan dosa

CSR harus dikembalikan ke inti, yaitu komitmen moral untuk mencegah kerusakan ekosistem sejak awal
Ilustrasi kayu hasil penebangan. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 10:21 WIB

Keberlangsungan Suatu Negara dalam Bayang-Bayang Deformasi Kekuasaan

Sering kali ada pengaruh buruk dalam jalannya suatu pemerintahan yang dikenal dengan istilah deformasi kekuasaan.
 (Sumber: Gemini AI)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:24 WIB

Kota Bandung: Hak Trotoar, Pejalan Kaki, dan PKL

Antara hak pejalan kaki dan pedagang kaki lima yang harus diseimbangkan pemerintah Kota Bandung
Pejalan kaki harus melintas di jalan yang diisi oleh para pedagang di trotoar Lengkong Street Food, Kamis, 4 Desember 2025. (Sumber: Dokumentasi pribadi | Foto: Taqiyya Tamrin Tamam)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:13 WIB

Cibaduyut: Sentra Sepatu yang Berubah Menjadi Sentra Kemacetan

Cibaduyut tidak hanya menjadi pusat penjualan sepatu di Kota Bandung, tapi juga sebagai salah satu pusat kemacetan di kota ini.
Tampak jalanan yang dipenuhi kendaraan di Jln. Cibaduyut, Kota Bandung (04/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yudhistira Rangga Eka Putra)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 21:16 WIB

Sambel Pecel Braga: Rumah bagi Lidah Nusantara

Sejak berdiri pada 2019, Sambel Pecel Braga telah menjadi destinasi kuliner yang berbeda dari hiruk- pikuk kota.
Sambel Pecel Braga di tengah hiruk pikuk perkotaan Bandung. (Foto: Fathiya Salsabila)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:42 WIB

Strategi Bersaing Membangun Bisnis Dessert di Tengah Tren yang Beragam

Di Tengah banyaknya tren yang cepat sekali berganti, hal ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi pengusaha dessert untuk terus mengikuti tren dan terus mengembangkan kreatifitas.
Dubai Truffle Mochi dan Pistabite Cookies. Menu favorite yang merupakan kreasi dari owner Bonsy Bites. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:08 WIB

Harapan Baru untuk Taman Tegallega sebagai Ruang Publik di Kota Bandung

Taman Tegallega makin ramai usai revitalisasi, namun kerusakan fasilitas,keamanan,dan pungli masih terjadi.
Area tribun Taman Tegalega terlihat sunyi pada Jumat, 5 Desember 2025, berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, Kelurahan Ciateul, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ruth Sestovia Purba)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 19:38 WIB

Mengenal Gedung Sate, Ikon Arsitektur dan Sejarah Kota Bandung

Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat.
Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 18:30 WIB

Kondisi Kebersihan Pasar Induk Caringin makin Parah, Pencemaran Lingkungan di Depan Mata

Pasar Induk Caringin sangat kotor, banyak sampah menumpuk, bau menyengat, dan saluran air yang tidak terawat, penyebab pencemaran lingkungan.
Pasar Induk Caringin mengalami penumpukan sampah pada area saluran air yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, pada awal Desember 2025 (Foto : Ratu Ghurofiljp)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:53 WIB

100 Tahun Pram, Apakah Sastra Masih Relevan?

Karya sastra Pramoedya yang akan selalu relevan dengan kondisi Indonesia yang kian memburuk.
Pramoedya Ananta Toer. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Lontar Foundation)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 17:42 WIB

Hikayat Jejak Kopi Jawa di Balik Bahasa Pemrograman Java

Bahasa pemrograman Java lahir dari budaya kopi dan kerja insinyur Sun Microsystems dengan jejak tak langsung Pulau Jawa.
Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:21 WIB

Komunikasi Lintas Agama di Arcamanik: Merawat Harmoni di Tengah Tantangan

Komunikasi lintas agama menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan sosial di kawasan ini.
Monitoring para stakeholder di Kecamatan Arcamanik (Foto: Deni)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 16:40 WIB

Eksotisme Gunung Papandayan dalam Imajinasi Wisata Kolonial

Bagi pelancong Eropa Papandayan bukan gunung keramat melainkan pengalaman visual tanjakan berat dan kawah beracun yang memesona
Gunung Papandayan tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 15:16 WIB

Warisan Gerak Sunda yang Tetap Hidup di Era Modern

Jaipong merupakan jati diri perempuan Sunda yang kuat namun tetap lembut.
Gambar 1.2 Lima penari Jaipong, termasuk Yosi Anisa Basnurullah, menampilkan formasi tari dengan busana tradisional Sunda berwarna cerah dalam pertunjukan budaya di Bandung, (08/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Satria)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 14:59 WIB

Warga Cicadas Ingin Wali Kota Bandung Pindahkan TPS ke Lokasi Lebih Layak

Warga Cicadas menghadapi masalah lingkungan akibat TPS Pasar Cicadas yang penuh dan tidak tertata.
Kondisi tumpukan sampah menutupi badan jalan di kawasan Pasar Cicadas pada siang hari, (30/11/2025), sehingga mengganggu aktivitas warga dan pedagang di sekitar lokasi. (Foto: Adinda Jenny A)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 13:31 WIB

Kebijakan Kenaikan Pajak: Kebutuhan Negara Vs Beban Masyarakat

Mengulas kebijakan kenaikan pajak di Indonesia dari sudut pandang pemerintah dan sudut pandang masyarakat Indonesianya sendiri.
Ilustrasi kebutuhan negara vs beban rakyat (Sumber: gemini.ai)
Beranda 18 Des 2025, 12:57 WIB

Upaya Kreator Lokal Menjaga Alam Lewat Garis Animasi

Ketiga film animasi tersebut membangun kesadaran kolektif penonton terhadap isu eksploitasi alam serta gambaran budaya, yang dikemas melalui pendekatan visual dan narasi yang berbeda dari kebiasaan.
Screening Film Animasi dan Diskusi Bersama di ITB Press (17/12/2025). (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 12:53 WIB

Dari Ciwidey Menembus India; Menaman dan Menjaga Kualitas Kopi Robusta

Seorang petani kopi asal Ciwidey berhasil menghasilkan kopi robusta berkualitas yang mampu menembus pasar India.
Mang Yaya, petani kopi tangguh dari Desa Lebak Muncang, Ciwidey—penjaga kualitas dan tradisi kopi terbaik yang menembus hingga mancanegara. (Sumber: Cantika Putri S.)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 12:12 WIB

Merawat Kampung Toleransi tanpa Basa-basi

Kehadiran Kampung Toleransi bukan sekadar retorika, basa-basi, melainkan wujud aksi nyata dan berkelanjutan untuk merawat (merayakan) keberagaman.
Seorang warga saat akan menjalankan ibadah salat di Masjid Al Amanah, Gang Ruhana, Jalan Lengkong Kecil, Bandung. (Sumber: AyoBandung.com | Foto: Ramdhani)