Pram adalah penulis yang karya-karyanya sedang naik daun dicari oleh generasi yang suka membaca. Bahkan Tetralogi Buru dengan empat judul buku Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca kerap kali tandas kala buku tersebut di cetak ulang oleh penerbit.
Lelaki kelahiran Blora tersebut sudah menulis sejak di bangku sekolah dasar. Berdasarkan informasi yang saya dapat dalam buku Pram yang berjudul "Perawan Remaja Dalam Cengkraman Militer", Pram sudah menghasilkan tidak kurang dari 35 buku fiksi maupun non fiksi.
Karya Pram yang terbit pada masa Orde Baru justru dilarang peredarannya oleh pemerintah. Bahkan salah seorang mahasiswa bernama Bonar Tigor Naipospos pernah ditangkap karena telah membaca dan mendistribusikan buku Pramoedya Ananta Toer.
Larangan tersebut diberlakukan karena pemerintah Orde Baru menganggap karya Pram mengandung ideologi komunisme dan diduga tergabung dalam gerakan kiri.
Beberapa karya Pram tidak lepas dari isu kritik sosial kondisi Indonesia saat itu. Begitu juga dengan novel ini sarat dengan kritik yang berhubungan dengan nilai-nilai humanis, agamis juga Queen Bee Syndrome(Kondisi dimana satu perempuan merasa tersaingi oleh keberadaan perempuan lain).
Kritik Humanis
Novel ini sarat dengan nilai-nilai humanis yang harus ada dalam diri manusia, khususnya perempuan. Midah sebagai representasi perempuan era 50-an yang bertarung hidup mempertahankan mimpi dan prinsipnya di tengah kerasnya kota Jakarta.
Midah merupakan anak perempuan pertama yang mendapatkan kelimpahan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Namun perhatian tersebut teralihkan setelah adik-adik Midah lahir. Midah merasa, keberadaannya di rumah tidak lagi dipedulikan. Kondisi ini membuat Midah mencari kesenangan di luar rumah.
Ketertarikannya terhadap musik cukup dekat karena semenjak kecil, Midah sering diperdengarkan lagu-lagu umi kulsum. Namun semenjak Midah keluar rumah, ketertarikan musiknya berubah menjadi musik keroncong karena dianggap lebih condong untuk dirinya.
Dalam novel ini Pram menyoroti bagaimana perhatian dan kasih sayang sangat penting dibutuhkan oleh anak. Peran orang tua yang tidak maksimal dalam lingkungan keluarga justru membuat anak mencari pelarian di luar rumah.
Midah juga menjadi representasi bagaimana seorang perempuan memperjuangkan kebebasan dan prinsip menemukan jalan hidup. Meski perjuangannya tersebut tidak selalu berakhir dengan kebahagiaan.
Negara yang masih menjungjung tinggi nilai-nilai patriarki membuat perempuan terbelenggu dalam cengkraman sosial. Perempuan tidak bisa bebas melakukan apa yang diinginkan karena dianggap tidak cocok dengan nilai-nilai sosial.
Misalnya saja ingin menjadi penyanyi keroncong tapi nilai sosial mengatakan bahwa menjadi penyanyi keroncong pada zaman itu merupakan profesi yang hina bagi seorang perempuan. Bahkan disetarakan dengan pekerjaan seksual.
Midah dengan segala problematik dalam kehidupannya berusaha tetap teguh untuk menemukan jalur hidupnya sendiri. Tidak peduli pada pandangan keluarga, masyarakat dan sosial. Midah tetap dengan prinsip teguhnya memilih jalan hidup menjadi seorang penyanyi.
Kritik Agamis
Midah terlahir dari kondisi lingkungan yang kental dengan nilai-nilai religius. Bapaknya seorang haji kaya raya yang selalu berdzikir kepada Tuhan. Namun kefanatikannya terhadap agama justru menghilangkan sisi humanis dalam dirinya. Ajaran agama yang seharusnya menjadi panduan justru dalam novel ini digunakan untuk menyalurkan kekerasan, diskriminasi dan norma patriarki yang menekan perempuan.
Pertama kali bapak mengetahui Midah memiliki ketertarikan terhadap musik keroncong, bapak marah dan menampar Midah juga piringan hitam dirusaknya seketika. Bapaknya mengatakan bahwa musik keroncong adalah haram. Midah juga dipaksa menikah dengan lelaki pilihan bapaknya.
Midah dipaksa menerima laki-laki yang tidak dicintainya. Seorang laki-laki kaya yang menyandang gelar haji. Sampai pada akhirnya Midah menikah dan hamil tiga bulan, dirinya baru mengetahui bahwa suaminya berpoligami. Setelah itu Midah memutuskan untuk keluar dari rumah.
Kritik Queen Bee Syndrome

Women support Women menjadi istilah yang belakangan ini erat kaitannya dengan dunia perempuan. Gerakan ini memiliki tujuan untuk membangun solidaritas dan kesetaraan gender, baik mendukung secara moral atau praktik, misanya saling berbagi pengalaman, berbagi pengetahuan ataupun sekedar mendengarkan cerita.
Namun dalam novel Pram justru menunjukkan bagaimana satu perempuan takut dan merasa tersaingi oleh kehadiran perempuan lain. Fenomena ini disebut sebagai Queen Bee Syndrome yang pertama kali dibahas oleh G.L. Staines seorang psikolog dari Universitas Michigan. Sindrom ini juga biasanya terjadi di dunia kerja.
Sindrom ini merupakan keadaan di mana perempuan yang berada di lingkungan dominasi laki-laki yang memiliki jabatan yang tinggi tapi menganggap perempuan lain lebih rendah darinya. Sebagaimana ratu lebah akan menganggap dirinya lebih superior dibandingkan lebah yang lain.
Menurut Naomi Ellemers salah satu profesor dari Universitas Utrecht Belanda, menyatakan bahwa sindrom ini merupakan label yang justru menunjukkan sisi bermasalah seorang perempuan. Menurutnya ini juga sebagai bentuk kosekuensi dari diskriminasi gender yang seringkali dialami perempuan.
Dalam novel ini ada tokoh bernama Nini yang menjadi salah satu perempuan dalam gabungan pengamen musik keroncong. Sebelum Midah datang, Nini menjadi satu-satunya penyanyi yang diandalkan dan selalu menjadi pusat perhatian.
Namun ketika Midah datang , Nini merasa posisinya terancam. Selain Midah lebih cantik dari dirinya, Nini juga merasa terusik karena Midah mempunyai suara yang indah. Bahkan Nini memandang sinis ke arah Midah setelah para anggota pengamennya memusatkan perhatian hanya pada Midah seorang.
Meski novel ini dibuat untuk merepresentasikan kondisi sosial pada era 50-an tapi saya rasa isu-isu di atas masih relevan dengan era sekarang. Bagaimana para oknum menyalahgunakan agama untuk menekan otoritas perempuan. Bagaimana sisi humanis seorang perempuan dirampas atas nama norma sosial dan bagaimana masih terjadi kompetisi dan sinisme di antara perempuan.
Selamat membaca. Perempuan, dengan skincare dia cantik. Dengan buku dia berilmu dan dengan akhlak dia beradab. (*)