AYOBANDUNG.ID -- Efendi tidak hanya memimpin Beauty World sebagai CEO, ia juga menjadi saksi langsung bagaimana bisnis kecantikan di Indonesia, khususnya Bandung, tumbuh dari sekadar gaya hidup menjadi kebutuhan primer.
Di balik gerai mewah Beauty World di Kota Bandung, ada visi besar yang ia bawa, yaitu menjadikan kecantikan sebagai industri yang inklusif, profesional, dan berkelanjutan.
“Pasar kecantikan ini tidak pernah tidur. Di Bandung, kami melihat pertumbuhan yang sangat dinamis. Orang-orang semakin sadar bahwa merawat diri bukan sekadar tren, tapi bagian dari gaya hidup sehat dan percaya diri,” ungkap Efendi.
Bandung, menurutnya, bukan hanya kota kreatif, tetapi juga kota dengan daya beli dan selera estetika yang tinggi. Beauty World hadir di kota ini bukan hanya untuk menjual produk, tetapi untuk membangun ekosistem kecantikan yang profesional dan teredukasi.
“Kami tidak ingin hanya jadi toko. Kami ingin jadi mitra. Karena itu, kami juga hadir dengan konsultan kecantikan, pelatihan penggunaan alat, dan pendekatan yang personal,” jelasnya.
Efendi menyebutkan bahwa strategi ekspansi Beauty World ke kota-kota besar dimulai dari pemetaan kebutuhan lokal. Bandung, dengan populasi muda dan budaya konsumtif yang kuat, menjadi titik awal yang ideal.

“Customer kami di Bandung cukup banyak. Kami ingin lebih dekat dengan mereka, bukan hanya secara fisik, tapi juga secara emosional. Kami ingin mereka merasa didampingi,” katanya.
Beauty World membawa lebih dari sepuluh brand internasional dan lokal, termasuk Janssen Cosmetics dari Jerman yang telah beroperasi di Indonesia selama 21 tahun. Produk ini menjadi penyumbang terbesar dalam penjualan Beauty World.
“Janssen itu backbone kami. Produk ini sudah dipercaya di banyak klinik dan reseller. Kami bangga bisa menjadi distributor utamanya,” ujar Efendi.
Namun, ia tidak ingin Beauty World hanya bergantung pada satu brand. Diversifikasi produk dan layanan menjadi kunci agar bisnis tetap relevan dan adaptif terhadap perubahan tren.
“Kami juga punya produk dari Korea, Eropa, dan lokal. Kami ingin semua segmen bisa terlayani, dari klinik premium sampai reseller di marketplace,” tambahnya.
Pasalnya marketplace, menurut Efendi, adalah medan baru yang tak bisa diabaikan. Beauty World aktif membangun jaringan reseller yang menjual produk melalui platform digital, menjangkau konsumen yang lebih luas.
“Marketplace itu penting. Kami harus hadir di sana supaya produk kami dikenal lebih luas. Reseller kami adalah ujung tombak distribusi digital,” katanya.

Selain produk, Beauty World juga menawarkan alat-alat kecantikan berteknologi tinggi. Namun, Efendi menekankan bahwa teknologi tanpa edukasi adalah investasi yang sia-sia.
“Kalau beli alat mahal tapi tidak tahu cara pakainya, itu percuma. Kami punya moto partner with grow together. Kami ingin pelanggan kami berkembang bersama kami,” tegasnya.
Beauty World juga aktif memberikan pelatihan kepada mitra bisnisnya, mulai dari teknisi klinik hingga pemilik salon. Efendi percaya bahwa pengetahuan adalah aset utama dalam bisnis kecantikan.
“Kami tidak hanya jual barang, kami jual ilmu. Kami ingin mitra kami bisa memberikan hasil terbaik kepada customer mereka,” ujarnya.
Mengutip data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, industri kecantikan Indonesia tumbuh 9,61% per tahun, dengan nilai pasar mencapai Rp 100 triliun pada 2025. Efendi melihat angka ini bukan sebagai target, tetapi sebagai peluang untuk membangun bisnis yang berkelanjutan.
“Angka itu besar, tapi yang lebih penting adalah bagaimana kita membangun kepercayaan. Bisnis kecantikan itu soal kepercayaan dan konsistensi,” katanya.
Efendi juga menyoroti pentingnya inovasi dalam menghadapi persaingan. Beauty World terus mencari brand baru, teknologi terbaru, dan pendekatan pemasaran yang segar.
“Kami tidak bisa stagnan. Kami harus terus belajar, berinovasi, dan mendengarkan pasar karena tren kecantikan berubah cepat,” ujarnya.
Informasi Beauty World
Instagram: https://www.instagram.com/beautyworldindo
Alternatif produk perawatan kecantikan dan UMKM serupa: