Hampir setiap malam di wilayah Babakan Siliwangi penerangan yang minim masih menjadi persoalan rutin. Jalur yang menghubungkan Dago dan Tamansari tersebut memiliki beberapa titik gelap yang cukup panjang, sehingga perjalanan terasa kurang aman bagi para pengendara maupun pejalan kaki.
Beberapa lampu terlihat redup ketika memasuki bagian jalan yang berbelok atau menurun dan sebagian lainnya terhalang pepohonan yang rimbun. Kondisi ini mengurangi jarak pandang, terutama bagi pengendara motor yang tentunya bergantung pada cahaya lampu jalan.
Karena cahaya tidak dapat mencapai permukaan jalan dengan baik dalam situasi tersebut, pengendara sulit membaca arah, memprediksi pergerakan kendaraan lain, atau menyadari orang yang berjalan di tepi jalan. Kondisi gelap tersebut dapat menyebabkan gesekan atau kecelakaan kecil pada tikungan yang rapat.
Dampak yang sama juga dirasakan oleh para pejalan kaki, lebar permukaan jalan yang terbatas membuat posisi mereka sangat dekat dengan arus kendaraan. Cahaya yang minim membuat keberadaan mereka tidak terlihat dari jauh sehingga, hal tersebut dapat meningkatkan risiko terserempet atau tertabrak.
Hal tersebut menunjukkan bahwa infrastruktur dasar di jalur ini masih belum merata. Cahaya yang seharusnya menerangi justru terhalang oleh lampu yang redup, tiang yang tidak ditempatkan dengan tepat, dan ranting pohon yang tidak dipangkas.
Padahal, kawasan Babakan Siliwangi adalah rute harian bagi banyak orang, termasuk mahasiswa dan masyarakat yang mencari rute alternatif untuk sampai ke pusat kota. Penerangan yang ideal harusnya menjadi prioritas utama saat lalu lintas sangat padat, karena kepadatan kendaraan di area gelap meningkatkan risiko bahaya.
Selain itu, area ini juga kerap dilintasi pengguna transportasi online yang berhenti untuk menurunkan penumpang. Aktivitas singkat seperti menepi atau berpindah jalur menjadi lebih berisiko ketika pencahayaan minim, sebab pengendara lain sulit menangkap pergerakan mereka dengan cepat. Situasi seperti ini membuat interaksi antarpengguna jalan semakin rawan, padahal risiko tersebut bisa ditekan bila visibilitas lebih baik.
Kondisi bertambah rumit karena jalurnya tidak sepenuhnya lurus. Beberapa titik memiliki turunan dan belokan yang tajam, sehingga pengendara harus menurunkan kecepatan secara mendadak ketika cahaya jalan nyaris tidak membantu. Hal itu menyebabkan kendaraan yang berada di belakang sering kali tidak dapat membaca gerakan yang tiba-tiba tersebut.
Hal tersebut bukan hanya memengaruhi kelancaran arus lalu lintas, tetapi juga dapat menyebabkan beban emosional bagi para pengendara. Karena harus senantiasa menyesuaikan diri dengan jalan yang gelap dan sulit terbaca, rute yang seharusnya terasa cepat justru menjadi melelahkan.
Padahal, solusi yang dibutuhkan tidaklah begitu rumit. Untuk meningkatkan keselamatan masyarakat, upaya yang dapat dilakukan seperti pemangkasan pohon secara berkala, menagganti lampu dengan jenis yang lebih terang, hingga penataan ulang titik-titik lampu di area yang paling gelap. Langkah ini sesuai dengan komitmen Walikota Bandung, M. Farhan, yang beberapa kali menekankan pentingnya memperbaiki infrastruktur dasar untuk meningkatkan kemudahan mobilitas masyarakat supaya lebih nyaman.
Baca Juga: Kunci 'Strong Governance' Bandung
Pemetaan ulang titik gelap juga sangat krusial. Perbaikan dapat diarahkan lebih tepat jika segmen yang paling bermasalah diketahui secara jelas. Dengan demikian, blind spot yang selama ini menghantui area tersebut setiap malam dapat berkurang.
Babakan Siliwangi terlalu vital untuk dibiarkan apa adanya. Penerangan tidak hanya untuk memperindah tampilan kota semata, tetapi juga menghadirkan rasa aman bagi siapa pun yang melewatinya. Jika Bandung ingin berkembang seperti yang diharapkan M. Farhan, maka memastikan masyarakat dapat bergerak dengan tenang bahkan setelah matahari terbenam adalah langkah yang tepat. (*)
