Setiap hari, Kota Bandung bergulat dengan persoalan sampah yang kian menumpuk. Di balik hiruk pikuk aktivitas warganya, sekitar 60 persen timbulan sampah harian ternyata berasal dari limbah organik—sisa dapur, dedaunan, dan bahan mudah terurai lainnya.
Angka ini menjadi pengingat bahwa persoalan lingkungan tak selalu hadir dari sesuatu yang jauh, melainkan dari rutinitas paling dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Persoalan sampah organik di Kota Bandung sejatinya tidak hanya terletak pada volumenya yang besar, tetapi juga pada minimnya kesadaran warga untuk memilah dan memilih sampah sejak dari rumah.
Banyak limbah organik yang seharusnya dapat diolah justru tercampur dengan sampah anorganik, sehingga menyulitkan proses pengelolaan lanjutan dan memperpanjang persoalan di hilir.

Melalui Program Buruan Sae, Pemerintah Kota Bandung mengintegrasikan budidaya maggot Black Soldier Fly (BSF) sebagai bagian dari strategi pengelolaan limbah. Program yang digagas oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung ini sejatinya merupakan model urban farming berbasis pekarangan, yang kini berkembang menjadi lebih dari sekadar gerakan menanam.
Padahal, ketika warga tergerak secara serentak untuk melakukan pemilahan sederhana—memisahkan sisa makanan dan limbah dapur dari sampah lainnya—rantai solusi dapat berjalan jauh lebih efektif. Sampah organik yang bersih dan terpilah menjadi bahan baku ideal bagi budidaya maggot Black Soldier Fly (BSF), sebuah metode pengolahan yang cepat, ramah lingkungan, dan bernilai ekonomi.
Di titik inilah, budidaya maggot tidak lagi sekadar menjadi solusi teknis pengolahan sampah, melainkan gerakan kolektif berbasis kesadaran. Ketika warga berperan aktif, limbah organik dapat diubah menjadi sumber daya baru—menghasilkan pakan ternak, mengurangi beban TPA, sekaligus membuka peluang ekonomi di tingkat komunitas.

Upaya membangun kesadaran pengelolaan sampah berbasis komunitas juga tumbuh di tingkat kelurahan. Di Kelurahan Cipadung Kulon, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung, budidaya maggot kini menjadi bagian dari ikhtiar warga dalam menghadapi persoalan limbah organik sehari-hari. Di balik gerakan ini, ada sosok Bapak Azun, seorang aktivis lingkungan yang konsisten mengajak warga untuk memulai perubahan dari rumah masing-masing.
Pada sesi wawancara ia mengungkapkan bahwa ketika warga sadar dan tergerak untuk memilah dan memilih sampah di rumahnya masing-masing, itu akan sangat membantu dalam mengatasi krisis sampah yang ada di Kota Bandung khususnya.
“Kalau masyarakat memilah memilih, maka sampah bisa dikirimkan langsung supaya sampah di masing-masing rumah tidak menumpuk dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan dan tidak bau intinya tidak menjadi sarang penyakit.” Tuturnya.
Jika dijalankan secara konsisten dan berkelanjutan, pola ini akan membentuk ekonomi sirkular, di mana sampah tidak berhenti sebagai residu, melainkan kembali ke siklus produksi dan konsumsi. Dengan demikian, kunci keberhasilan budidaya maggot bukan hanya terletak pada teknologi atau fasilitas, tetapi pada perubahan perilaku warga dalam memandang dan mengelola sampah dari sumbernya.
Integrasi budidaya maggot dalam Program Buruan Sae menjadi penegasan bahwa pengelolaan sampah dapat berjalan seiring dengan pemberdayaan masyarakat. Hingga kini, program ini telah memfasilitasi pembangunan sarana budidaya maggot di 51 titik Buruan Sae. Dampaknya meluas, menginspirasi hadirnya 149 hanggar maggot yang kini tersebar di berbagai wilayah Kota Bandung.
Lebih dari sekadar inovasi teknis, Buruan Sae menunjukkan bahwa solusi lingkungan dapat lahir dari pekarangan rumah. Dari sana, kesadaran kolektif tumbuh—bahwa sampah bukan akhir dari sebuah siklus, melainkan awal dari nilai baru yang diciptakan bersama.
Baca Juga: Pembangunan untuk Siapa? Kisah Perempuan di Tengah Perebutan Ruang Hidup
Kehadiran tempat budidaya maggot di Cipadung Kulon menjadi contoh nyata bahwa solusi pengelolaan sampah tidak selalu harus berskala besar. Dengan kesadaran, konsistensi, dan keterlibatan masyarakat, perubahan dapat tumbuh dari lingkungan terkecil—dan perlahan membentuk ekosistem ekonomi sirkular yang berkelanjutan di Kota Bandung.
Di akhir wawancara, Azun mengajak masyarakat untuk lebih peka akan kebersihan lingkungan untuk dampak yang berkelanjutan dengan mulai memilah dan memilih sampah di masing-masing rumah guna menciptakan lingkungan bersih dan terhindar dari penyakit.
“Mari kita sama-sama membantu pemerintah untuk melaksanakan program maggotnisasi agar sampah yang ada menjadi lebih terkelola dengan baik.” Pungkasnya. (*)
