Mengukus Harapan Senja di Jatinangor

Abigail G.
Ditulis oleh Abigail G. diterbitkan Senin 15 Des 2025, 17:14 WIB
Roti-roti yang dikukus kembali sebelum diberi topping. (Foto: Abigail Ghaissani Prafesa)

Roti-roti yang dikukus kembali sebelum diberi topping. (Foto: Abigail Ghaissani Prafesa)

Ketika senja mulai menyambut langit Jatinangor, di tengah keramaian waktu kepulangan, kepulan asap putih terlihat dari sebuah gerobak kecil di sudut Jalan Sayang. Di antara banyaknya mahasiswa berlalu lalang, aroma khasnya menguar, manis dan lembut, seakan-akan mengajak siapapun yang lewat untuk berhenti sejenak. Itulah Roti Kukus Senadi, roti kukus hangat yang siap menemani mahasiswa ketika sinar matahari mulai redup. 

Di balik kepulan asap roti kukus, ada Krisna dan Nadhira dengan cekatan tangannya yang siap melayani pembeli dengan roti kukus hangat buatan mereka sendiri. Kedua mahasiswa Fisip tersebut memulai usahanya sejak tahun 2023. Berawal dari kegemaran mereka yang mencoba berbagai kuliner di Bandung hingga menemukan sebuah roti kukus rasa srikaya. Roti tersebut menjadi inspirasi mereka dalam membuka usaha roti kukus di Jatinangor.

Krisna dan Nadira bertekad untuk menciptakan roti kukus yang lebih nikmat dari yang mereka pernah rasakan. Mereka merasa, penjual roti kukus atau roti bakar di Jatinangor hanya menggunakan roti-roti jenis kadet atau roti koping yang lama-lama akan mengeras setelah dimasak. 

“Kami merasa belum belum ada roti kukus yang affordable tapi tetap pakai bahan yang berkualitas. Jadi kami coba isi celah itu,” ujar Krisna.

Setelah berkali-kali menghadapi riset dan pengembangan produk, lahirlah Roti Kukus Senadi yang dikenal warga Jatinangor. Diawali dengan sistem pengiriman dari satu kosan ke kosan lainnya dan memanfaatkan media sosial sebagai medium promosi mereka. Kini, roti kukus kesayangan warga Jatinangor sudah membuka lapak tetap di Jalan Sayang. 

Rintangan yang Tidak Membuat Padam

Sebelum membuka lapak di Jalan Sayang, keramaian Roti Kukus Senadi muncul di Jalan Ciseke Besar pada sore hari. Gerobak sederhana milik Krisna dan Nadhira menjadi titik temu para pecinta cemilan manis. Roti Kukus yang laris setiap hari bisa menghabiskan 100 potong sebelum pukul sepuluh malam. Tapi di tengah keramaian itu, sebuah surat edaran dari pemerintah desa datang bagaikan kabut yang menutup kepulan asap putih dari kukusan.

“Kita nggak bisa ngapa-ngapain. Bukan orang sini, jadi gak mau cari ribut. Akhirnya kita cari-cari lapak lain,” kata Krisna.

Meski sebelumnya sudah mendapatkan izin dari pengurus lingkungan, kenyataan berkata lain. Tanpa adanya ruang untuk membela diri, mereka memilih langkah paling aman, yaitu mundur pelan-pelan. Bagi mereka, menjaga keberlangsungan usaha lebih penting daripada bertahan di tempat yang tidak pasti.

Tempat boleh berganti, tetapi semangatnya terus berkobar.

Roti yang dimasukkan ke dalam kukusan. (Foto: Abigail Ghaissani Prafesa)

Di Balik Senja Menjadi Pilihan

Pukul setengah enam sore hingga setengah tujuh malam itu merupakan waktu prima bagi Roti Senadi. Pada waktu tersebut, tidak hanya banyak mahasiswa yang berlalu lalang menempuh perjalanan kepulangan dari kampus, tetapi juga waktu bagi warga lain untuk menempuh perjalanan pulang dari tempat kerjanya. Aroma khas dari asap kukusan roti menjadi teman setia mereka di sore hari.

Tidak hanya itu, Krisna dan Nadhira harus menempuh waktu produksi selama lima jam. Setiap pagi, keduanya membuat roti kukus sejak pukul tujuh, dan baru selesai sepenuhnya hampir delapan jam kemudian. Semua dilakukan berdua, dari menakar tepung dan ragi, hingga mengembang dengan sempurna dan adonan masuk ke kukusan, menghasilkan roti yang lembut dan harum. Tapi proses pembuatan roti tidak sampai situ saja. Roti harus didinginkan terlebih dahulu selama dua jam sebelum dipotong dan ditata rapi untuk dijual.

“Awalnya seru, tapi makin hari pinggang mulai protes juga” canda Krisna sambil terkekeh.

Meskipun lelah, mereka menikmati setiap detik pada prosesnya. Dari dapur kecil itulah roti-roti pembawa kehangatan yang dinikmati banyak orang setiap sore.

Proses mengoles topping pada roti kukus. (Foto: Abigail Ghaissani Prafesa)

Roti Kukus, Rasa yang Konsisten

“Topping-nya gak pelit, homemade, dan mereka dengerin banget masukan pembeli. Harga segitu harusnya lebih mahal,” ujar Hasna, pembeli langganan sejak 2024. 

Hal yang unik bagi Hasna, Roti Kukus Senadi sering mengunggah proses pembuatan rotinya melalui fitur story WhatsApp. Dari situ Ia mengetahui bahwa Roti Kukus Senadi merupakan roti yang homemade. Fakta tersebut menjadi salah satu ciri khas roti kukus ini karena membuatnya memiliki rasa roti dan tekstur yang khas yang jarang ditemukan di penjual roti lainnya di Jatinangor.

Meskipun homemade, Hasna sangat gemar dengan rasa yang konsisten pada roti kukus itu. Setelah berbulan-bulan menjadi pelanggan setia, belum pernah ia merasakan perubahan rasa pada roti kukus favoritnya, terlebih lagi dengan harga yang ramah di kantong mahasiswa. Menurutnya, untuk ukuran roti kukus yang cukup besar dan topping yang berlimpah, kisaran harga Rp5.000 hingga Rp5.500 merupakan harga yang sangat murah dan seharusnya bisa diberi harga yang lebih mahal.

Seorang pelanggan  anak kecil menunggu roti kukus pesanannya siap disajikan. (Foto: Abigail Ghaissani Prafesa)

Roti, Harapan, dan Masa Depan

Roti Kukus Senadi bagi Krisna dan Nadhira bukan sekadar cemilan manis yang dijual setiap sore. Di balik asap kukusan yang mengepul, terdapat harapan yang keduanya bentuk—berharap agar usaha kecil ini bisa tumbuh, bertahan, dan memberi dampak lebih besar dari sekadar keuntungan harian.

Meski awalnya hanya pekerjaan sampingan ketika mengikuti suatu program lain, Roti Kukus Senadi perlahan menjadi ruang belajar, tempat mereka menguji keterampilan, mengasah ketekunan dan menanam cita-cita. 

Dengan modal terbatas dan peralatan yang masih minim, mereka tetap konsisten memproduksi puluhan hingga ratusan roti setiap hari. Lelah itu pasti terasa. Namun, sebanding dengan rasa puas saat pelanggan kembali, atau saat ada anak kecil tersenyum sambil menggigit roti choco crunchy kesukaannya.

Dari dapur dan gerobak kecil di Jatinangor, masa depan itu perlahan mereka kukus sendiri dengan hangat, pelan, dan penuh rasa. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Abigail G.
Tentang Abigail G.
Amateur Writer
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Beranda 15 Des 2025, 21:18 WIB

Tanda Kerusakan Alam di Kabupaten Bandung Semakin Kritis, Bencana Alam Meluas

Seperti halnya banjir bandang di Sumatera, kondisi alam di wilayah Kabupaten Bandung menunjukkan tanda-tanda kerusakan serius.
Warga di lokasi bencana sedang membantu mencari korban tertimbun longsor di Arjasari, Kabupaten Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 20:05 WIB

Tahun 2000-an, Palasari Destinasi 'Kencan Intelektual' Mahasiswa Bandung

Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung.
 Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Farisi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 19:25 WIB

Benang Kusut Kota Bandung: Penataan Kabel Tak Bisa Lagi Ditunda

Kabel semrawut di berbagai sudut Kota Bandung merusak estetika kota dan membahayakan warga.
Kabel-kabel yang menggantung tak beraturan di Jl. Katapang, Lengkong, Kota Bandung, pada Rabu (03/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Masayu K.)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 18:08 WIB

Menghangat di Hujan Bandung dengan Semangkuk Mie Telur Mandi dari Telur Dadar JUARA

“Mie Telur Mandi” dari sebuah kedai di Kota Bandung yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial.
 “Mie Telur Mandi” dari sebuah kedai di Kota Bandung yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 17:14 WIB

Mengukus Harapan Senja di Jatinangor

Ketika roti kukus di sore hari menjadi kawan sepulang kuliah.
Roti-roti yang dikukus kembali sebelum diberi topping. (Foto: Abigail Ghaissani Prafesa)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 17:04 WIB

Selamat Datang di Kota Bandung! Jalan Kaki Bisa Lebih Cepat daripada Naik Kendaraan Pribadi

Bandung, yang pernah menjadi primadona wisata, kini menduduki peringkat sebagai kota termacet di Indonesia.
Deretan kendaraan terjebak dalam kemacetan pasca-hujan di Kota Bandung, (03/12/2025). (Foto: Zaidan Muafa)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 16:52 WIB

Cerita Kuliner Nasi Tempong dan Jalanan Lengkong yang tak Pernah Sepi

Salah satu kisahnya datang dari Nasi Tempong Rama Shinta, yang dahulu merasakan jualan di gerobak hingga kini punya kedai yang selalu ramai pembeli.
Jalan Lengkong kecil selalu punya cara menyajikan malam dengan rasa di Kota Bandung, (05/11/2025). (Foto: Zaki Al Ghifari)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 16:09 WIB

Lampu Lalu Lintas Bermasalah, Ancaman Kecelakaan yang Perlu Ditangani Cepat

Lampu lalu lintas di perempatan Batununggal dilaporkan menampilkan hijau dari dua arah sekaligus yang memicu kebingungan dan potensi kecelakaan.
Kondisi lalu lintas yang berantakan di perempatan Batununggal, Kota Bandung (4/12/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Amelia Ulya)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 15:56 WIB

Terjangkau namun Belum Efisien, Trans Metro Pasundan di Mata Mahasiswa

Mahasiswa di Bandung memilih bus kota sebagai transportasi utama, namun masih menghadapi kendala pada rute, jadwal, dan aplikasi.
Suasana di dalam bus Trans Metro Pasundan di sore hari pada hari Selasa (2/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dheana Husnaini)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 15:16 WIB

Bandung di Tengah Ledakan Turisme: Makin Cantik atau Cuma Viral?

Artikel ini menyoroti fenomena turisme Bandung yang makin viral namun sekaligus makin membebani kota dan lingkungannya.
Sekarang Bandung seperti berubah jadi studio konten raksasa. Hampir setiap minggu muncul cafe baru dan semuanya berlomba-lomba tampil seestetik mungkin agar viral di TikTok. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 14:36 WIB

Jalan Baru Literasi dan Numerasi di Indonesia: Berkaca pada Pendidikan Finlandia

Rendahnya kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia berdasarkan data PISA dan faktor penyebabnya.
Butuh kerjasama dan partisipasi dari berbagai pihak dalam rangka mewujudkan pendidikan terbaik bagi anak-anak negeri ini. (Sumber: Pexels/Agung Pandit Wiguna)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 14:28 WIB

Tahu Bakso di Pasar Sinpasa Summarecon Bandung: Lezatnya Paduan Tradisi dan Urban Vibes

Di sekitar Pasar Modern Sinpasa Summarecon Bandung, salah satu tenant mampu menarik perhatian siapa saja yang lewat: tahu bakso enak.
Tahu Bakso Enak. (Sumber: dokumentasi penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 12:06 WIB

Polemik Penerapan Restorative Justice di Indonesia sebagai Upaya Penyelesaian Perkara

Polemik restorative justice dibahas dengan menggunakan metode analisis normatif, namun pada bagian penjelasan contoh digunakan juga analisis sosiologis.
Ilustrasi hukum. (Sumber: Pexels/KATRIN BOLOVTSOVA)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 10:19 WIB

Babakan Siliwangi Perlu Cahaya: Jalur Populer, Penerangan Minim

Hampir setiap malam di wilayah Babakan Siliwangi penerangan yang minim masih menjadi persoalan rutin.
Suasana Babakan Siliwangi saat malam hari (4/12/2025) dengan jalanan gelap, mural warna-warni, dan arus kendaraan yang tak pernah sepi. (Sumber: Bunga Citra Kemalasari)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 10:00 WIB

Kunci 'Strong Governance' Bandung

Strong governance adalah salah satu kebutuhan nyata Bandung kiwari.
Suasana permukiman padat penduduk di pinggir Sungai Cikapundung, Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 08:31 WIB

Benarkah Budidaya Maggot dalam Program 'Buruan Sae' Jadi Solusi Efektif Sampah Kota Bandung?

Integrasi budidaya maggot dalam Program Buruan Sae menjadi penegasan bahwa pengelolaan sampah dapat berjalan seiring dengan pemberdayaan masyarakat.
Budidaya maggot di RW 9 Lebakgede menjadi upaya warga mengolah sampah organik agar bermanfaat bagi lingkungan sekitar. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Beranda 15 Des 2025, 07:48 WIB

Pembangunan untuk Siapa? Kisah Perempuan di Tengah Perebutan Ruang Hidup

Buku ini merekam cerita perjuangan perempuan di enam wilayah Indonesia, yakni Sumatera, Sulawesi, NTT, NTB, serta dua titik di Kalimantan, yang menghadapi konflik lahan dengan negara dan korporasi.
Diskusi Buku “Pembangunan Untuk Siapa: Kisah Perempuan di Kampung Kami” yang digelar di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Minggu (14/12/2025).
Beranda 15 Des 2025, 07:32 WIB

Diskusi Publik di Dago Elos Angkat Isu Sengketa Lahan dan Hak Warga

Dari kegelisahan itu, ruang diskusi dibuka sebagai upaya merawat solidaritas dan memperjuangkan hak atas tanah.
Aliansi Bandung Melawan menggelar Diskusi Publik bertema “Jaga Lahan Lawan Tiran” pada 12 Desember 2025 di Balai RW Dago Elos, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Biz 15 Des 2025, 07:16 WIB

Berawal dari Kegelisahan, Kini Menjadi Bisnis Keberlanjutan: Perjalanan Siska Nirmala Pemilik Toko Nol Sampah Zero Waste

Toko Nol Sampah menjual kebutuhan harian rumah tangga secara curah. Produk yang ia jual sudah lebih dari 100 jenis.
Owner Toko Nol Sampah, Siska Nirmala. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)
Ayo Netizen 14 Des 2025, 20:09 WIB

Good Government dan Clean Government Bukan Sekadar Narasi bagi Pemkot Bandung

Pentingnya mengembalikan citra pemerintah daerah dengan sistem yang terencana melalui Good Government dan Clean Government.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan,