Tren 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat, antara Kekerasan Finansial atau Realitas Sosial

Dias Ashari
Ditulis oleh Dias Ashari diterbitkan Rabu 15 Okt 2025, 09:51 WIB
Polemik Tren 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat (Sumber: Freepik)

Polemik Tren 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat (Sumber: Freepik)

Beberapa waktu yang lalu "Tren Uang 10 Ribu di tangan Istri yang Tepat" kian menuai polemik bagi sejumlah warganet dan ibu-ibu di dunia nyata.

Beberapa konten kreator bahkan melakukan Stitch dan turut mengomentari pada akun tiktok bernama @merliana8.

Terlepas segala sesuatu yang viral di media sosial tidak selamanya bisa dianggap serius. Bisa saja konten yang bersangkutan hanya untuk mencari popularitas atau hanya sekedar ingin curhat dan berbagi pengalaman kepada orang lain atau justru "Just For Fun".

Terlepas dari niat yang ingin disampaikan, segala sesuatu yang di-posting melalui media sosial kerap harus berdasarkan pertimbangan. Segala hal yang terlanjur dibagikan ke dunia digital akan selalu memiliki rekam jejak meski selaku pemilik akun sudah menghapus postingan yang bersangkutan.

Begitu juga dengan akun @merliana8 yang sudah melakukan klarifikasi terkait postingannya yang sudah menyebabkan huru-hara di kalangan masyarakat dunia Maya. Namun tetap saja video yang bersangkutan sudah tersebar dan ter-download oleh orang lain.

Kekerasan Finansial dalam Keluarga

Narasi dalam video tersebut mengundang sejumlah kritik dari berbagai kalangan. Mulai dari menyayangkan masih bertahan dengan suami yang dianggap kurang bertanggung jawab. Suami yang egois, istri yang tidak beruntung hingga anjuran untuk berpisah.

Tren yang menuai kontra ini dianggap sudah menormalisasi keterbatasan ekonomi di tengah fakta "In this economy".

Dilansir dari kompas bisnis bahwa, menurut data yang sudah dihimpun dari BPS menyatakan garis kemiskinan pada Maret 2025 terdapat 609 ribu/ kapita atau per-kepala tiap bulan/20 ribu/hari.

Salah satu narasumber yang diwawancarai oleh Kompas TV bernama Mirza juga menganggap bahwa meminta istri untuk berhemat dengan uang ala kadarnya termasuk ke dalam kekerasan finansial.

Kalau istri dipaksa hemat itu salah satunya termasuk ke dalam kekerasan finansial sih. Karena sudah kewajiban suami untuk memenuhi semua kebutuhan dalam rumah tangga.

Menurut Prita Gozi selaku perencana keuangan sekaligus CEO PT. Zap Finance mengatakan secara definisi yang didapat dari WHO, bahwa kekerasan finansial adalah terjadinya pengendalian terhadap sumber daya ekonomi keluarga. Kondisi ini menyebabkan ada salah satu anggota atau korban yang kehilangan kemandirian finansial sehingga terpaksa bergantung kepada pelaku kekerasan finansial.

Masih menurut Prita , beberapa ciri-ciri financial abuse (kekerasan finansial) adalah ketika adanya salah satu pihak yang menguasai seluruh penghasilan pasangan dan tidak ada transparansi terhadap penggunaannya.

pecahan uang rupiah. (Sumber: Pexels/Noval Gani)
pecahan uang rupiah. (Sumber: Pexels/Noval Gani)

Selanjutnya melarang pasangan untuk mendapat penghasilan atau bekerja sehingga korban akan sangat bergantung finansialnya terhadap pelaku. Kemudian adanya pembatasan akses terhadap keuangan, misalnya pin kartu ATM yang tidak boleh diketahui pasangan dan dipegang hanya oleh satu orang.

Ciri-ciri lainnya adalah menyembunyikan informasi keuangan seperti tidak ada kejujuran terkait jumlah penghasilan, hutang atau adanya bantuan dari pihak luar. Kemudian membebani korban dengan tanggung jawab finansial yang tidak adil. Dan konteks tren 10 ribu/ hari termasuk ke dalam poin terakhir karena tidak ada kejelasan penggunaan keuangan. Apakah uang tersebut digunakan untuk makan 3 kali sehari, di kota mana yang terjadi demikian atau porsi makan itu untuk berapa kepala dalam keluarga.

Realitas Sosial yang Ada

Lewat tren ini membuat saya menerka-nerka, terlepas dari penggugah video yang menyatakan bahwa hal tersebut murni konten tapi apakah sebetulnya memang ada realitasnya yang terjadi di sebagian kalangan masyarakat.

Jika 10 ribu hanya digunakan untuk membeli kebutuhan pendamping nasi seperti tempe dan kangkung mungkin saja cukup. Sementara budgeting untuk membeli beras, minyak dan gas berbeda lagi. Kondisi seperti ini masih masuk akal.

Namun jika 10 Ribu hanya cukup untuk membeli pendamping makanan. Sementara kebutuhan lainnya seperti beras, minyak dan gas didapatkan dari pinjaman atau berhutang, kondisi ini masih terbilang masuk akal. Dan kasus ini yang sebetulnya menjadi realitas yang sudah ada sejak lama.

Bukan berarti menormalisasi berhutang tapi kenyataannya di lapangan seperti itu. Sudah berapa banyak warung-warung di sekitar masyarakat yang mengadakan kasbon untuk setiap pelanggannya. Hutang menandakan dua kondisi dalam keluarga, pertama bisa saja penghasilan yang didapat tidak seimbang dan tidak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari atau yang kedua adanya pengaturan keuangan yang kurang baik sehingga kebutuhan dasar menjadi tidak terpenuhi.

Tren yang dianggap awalnya sebagai hiburan ternyata bisa dinormalisasi oleh beberapa masyarakat. Setelah konten tersebut viral ada seorang dokter yang menceritakan pasiennya mengurungkan niat untuk berobat karena menunggu uang jatah dari suaminya.

Dr. Mariska Haris dalam video yang diunggahnya di tiktok menyebutkan bahwa tren ini mampu mempengaruhi sikap seorang suami terhadap istrinya.

Menurut penuturannya ada anak yang mengalami kondisi sesak nafas sejak pagi tapi tidak kunjung untuk segera dibawa ke klinik pengobatan terdekat hanya karena menunggu uang dari suaminya yang sedang memancing.

Saya sudah tinggalin uang buat istri saya dok 200 ribu masa gak cukup. Kemudian istrinya menimpali kalau uang yang diberikan itu seminggu yang lalu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setelah itu kemudian suaminya berbicara, kamu memang bukan istri yang tepat, soalnya itu yang di medsos, yang di tiktok 10 ribu cukup buat semuanya.

Bagi sebagian orang konten yang beredar di media sosial sering kali di telan mentah-mentah dan berujung pada sikap normalisasi di kehidupan nyata.

Banyak dari masyarakat yang akhirnya hidup berdasarkan standar medsos khususnya di tiktok. Padahal segala konten yang tersebar di dunia Maya tak selamanya adalah realita yang terjadi pada pemilik akun yang bersangkutan. Bijak dalam ber medsos memang penting untuk diterapkan setiap pengguna.

Kejadian ini juga menjadi pembelajaran bagi konten kreator untuk membuat konten yang wajar saja. Jangan sampai hanya karena ingin viral segala hal dilakukan termasuk membuat konten yang kontroversial dan berujung dijadikan suatu hal yang dinormalisasi oleh masyarakat di dunia nyata. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Dias Ashari
Tentang Dias Ashari
Menjadi Penulis, Keliling Dunia dan Hidup Damai Seterusnya...
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Jelajah 15 Okt 2025, 12:35 WIB

Jejak Kerajaan Sumedang Larang, Pewaris Pajajaran yang Lahir di Kaki Gunung Tampomas

Bermula dari pelarian keturunan Galuh, Sumedang Larang bangkit di bawah cahaya Prabu Tajimalela dan menjadi penerus sah kerajaan Sunda terakhir.
Potret Gunung Tampomas di Sumedang tahun 1890-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 12:35 WIB

Critical Thinking sebagai Fondasi Epistemologis Pembelajaran Andragogi

Membangun kesadaran kritis dan transformasi diri melalui critical thinking dan transformative learning sebagai fondasi perubahan.
Membangun kesadaran kritis dan transformasi diri melalui critical thinking dan transformative learning sebagai fondasi perubahan. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 09:51 WIB

Tren 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat, antara Kekerasan Finansial atau Realitas Sosial

Konten 10 Ribu di tangan Istri yang tepat banyak menuai kontra dari sebagian besar pengguna media sosial.
Polemik Tren 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 07:09 WIB

Pasar Seni ITB dan Gerak Ekonomi Bandung

Pasar Seni ITB menyimpan potensi ekonomi yang besar bagi ekosistem kreatif kota.
Konferensi Pers Pasar Seni ITB 2025 di International Relation Office (IRO) ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung, Selasa 7 Oktober 2025. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 20:07 WIB

Tragedi Ambruknya Gedung Ponpes Al Khoziny, Cermin Tanggung Jawab Kita Semua

Duka mendalam atas tragedi ambruknya Gedung Ponpes Al Khoziny memberikan kita banyak pelajaran.
Data sementara menunjukkan, 67 orang tewas dalam ambruknya gedung Ponpes Ponpes Al Khoziny. (Sumber: BNPB | Foto: Danung Arifin)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 18:02 WIB

Budaya, Agama, dan Sepak Bola Arab Saudi

Terlepas pada beredarĀ  pro kontranya, namun kalau melihat pada perkembangan sepak bola Arab Saudi begitu pesat.Ā 
King Saud University Stadium di Riyadh, Arab Saudi. (Sumber: Wikimedia Commons/Alina.chiorean)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 17:30 WIB

Modernisme Linguistik

Elemen bahasa adalah zat sederhana yang berisi pengidentifikasian bahasa yang dibagi menjadi dua bagain yaitu elemen bentuk dan elemen makna.
Ilustrasi seorang pria membaca buku. (Sumber: Pexels/Daniel Lee)
Ayo Biz 14 Okt 2025, 17:20 WIB

Naik Gunung Demi Gengsi: FOMO Generasi Muda yang Menghidupkan Industri Outdoor

Gunung bukan lagi sekadar tempat pelarian dari rutinitas, bagi generasi milenial dan Gen Z, mendaki telah menjelma menjadi simbol gaya hidup, pencarian jati diri, dan eksistensi sosial.
Gunung bukan lagi sekadar tempat pelarian dari rutinitas. Bagi generasi milenial dan Gen Z, mendaki telah menjelma menjadi simbol gaya hidup, pencarian jati diri, dan eksistensi sosial. (Foto: Pixabay)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 17:02 WIB

Pesantren, Wajah Islam Damai

Inilah pesantren wajah damai Islam yang menjadi cita-cita bersama dalam membangun kehidupan bangsa dan negara yang adil, sejahtera dan beradab ini.
Lomba cerdas cermat, pidato, mewarnai, kaligrafi dan fashion show, dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2024 yang mengambil tema Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 16:11 WIB

Sebuah Refleksi Kritis tentang 'Penyebaran Agama' dan Kebebasan Beragama

Pertemuan agama dunia dan lokal selalu perlu dibicarakan ulang, antara hak untuk percaya dan hak untuk dibiarkan dengan keyakinannya.
Kebebasan beragama sejati berarti memiliki kedua hak itu sekaligus, hak untuk berubah, dan hak untuk tidak diubah. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Biz 14 Okt 2025, 15:56 WIB

Ruang Tunggu yang Tak Lagi Menunggu: Gerakan Warga Menghidupkan Halte Bandung

Komunitas ini percaya bahwa halte bukan sekadar tempat menunggu bus, melainkan simpul penting dalam sistem mobilitas kota.
Komunitas Rindu Menanti percaya bahwa halte bukan sekadar tempat menunggu bus, melainkan simpul penting dalam sistem mobilitas kota. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 15:00 WIB

Budaya Mistis yang Menghambat Pemulihan Kasus Skizofernia

Budaya mistis masih mendahulukan pengobatan mental dengan datang ke dukun ketimbang langsung datang ke ahli kesehatan.
Jika merujuk dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, diperkirakan sekitar 450 ribu masyarakat Indonesia merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berat. (Sumber: Pexels/Kodi Baines)
Ayo Jelajah 14 Okt 2025, 14:42 WIB

Wabah TBC di Jantung Bandung: Cerita dari Pelindung Hewan, Kampung Padat yang Dikepung Bakteri

Wabah TBC menyerang 62 warga Pelindung Hewan, Bandung. Rumah padat dan sanitasi buruk jadi ladang subur penularan penyakit menular ini.
Walikota Bandung Muhammad Farhan mengunjungi Kelurahan Pelindung Hewan yang 62 warganya positif TBC.
Ayo Biz 14 Okt 2025, 14:26 WIB

Menyemai Juara: Ekosistem Futsal Indonesia dan Regenerasi Atlet Muda

Futsal pelajar di Indonesia kini bukan sekadar ajang kompetisi antar sekolah namun telah tumbuh menjadi ekosistem pembinaan atlet muda yang menjanjikan.
Futsal pelajar di Indonesia kini bukan sekadar ajang kompetisi antar sekolah namun telah tumbuh menjadi ekosistem pembinaan atlet muda yang menjanjikan. (Foto: Ist)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 13:33 WIB

Belajar Itu Laku, Bukan Jadwal: Dari Nilai Menuju Makna

Belajar tidak selalu tentang nilai dan kelas. Bandung menjaga semangat mereka mencari ilmu.
Esensi belajar bukan terletak pada jadwal, tapi pada kesadaran untuk tumbuh. (Sumber: Pexels/Husniati Salma)
Ayo Jelajah 14 Okt 2025, 10:53 WIB

Sejarah Pacuan Kuda Tegallega Bandung, Panggung Ratu Wilhelmina yang Jadi Sarang Judi dan Selingkuh Tuan Eropa

Dahulu Lapangan Tegallega jadi arena pacuan kuda termewah di Bandung. Tempat pesta, judi, dan perselingkuhan kaum Eropa pada era kolonial.
Tribun Pacuan Kuda Tegallega Bandung tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 10:13 WIB

Orang yang Luwes dalam Beragama, Apakah Otomatis Liberal?

Dalam keluwesan itu, agama menjadi ruang yang menentramkan, bukan menakutkan.
Dalam keluwesan itu, agama menjadi ruang yang menentramkan, bukan menakutkan. (Sumber: Pexels/Pok Rie)
Beranda 14 Okt 2025, 10:07 WIB

Seabad Lebih Tanpa Nasi, Kampung Cireundeu Pertahankan Kemandirian dan Ketahanan Pangan Lokal Lewat Singkong

Tradisi ini terus dijaga oleh sekitar 60 kepala keluarga di kampung itu, yang menurunkannya dari generasi ke generasi sebagai wujud swasembada pangan yang khas dan mandiri.
Selama lebih dari satu abad, Warga Kampung Adat Cireundeu sudah terbiasa mengonsumsi rasi atau beras yang diolah dari singkong. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 07:58 WIB

Mimpi-Mimpi Tak Terjamah dari Buku 'Orang Miskin Dilarang Sekolah'

Melalui novel ini kita belajar bahwa pendidikan bukan hak istimewa tapi hak setiap anak bangsa.
Buku Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 13 Okt 2025, 19:52 WIB

Fenomena Co-Working Space di Bandung, Ekosistem Kreatif dan Masa Depan Budaya Kerja Fleksibel

Transformasi cara kerja masyarakat urban mendorong ekosistem co-working space sebagai ruang kerja bersama yang menawarkan fleksibilitas, efisiensi, dan atmosfer kolaboratif.
Transformasi cara kerja masyarakat urban mendorong ekosistem co-working space sebagai ruang kerja bersama yang menawarkan fleksibilitas, efisiensi, dan atmosfer kolaboratif. (Foto: Freepik)