Anak Kita Bukan Objek Disiplin, Akhiri Normalisasi Kekerasan

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Ditulis oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diterbitkan Rabu 30 Jul 2025, 17:04 WIB
 (Sumber: Refika Aditama | Foto: Refika Aditama)

(Sumber: Refika Aditama | Foto: Refika Aditama)

Dalam suasana rumah yang terlihat tenang, tak jarang menyelinap luka yang tak tampak di permukaan.

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh tekanan, bentakan, atau bahkan tamparan, kerap dipandang “bandel” alih-alih sebagai korban. Buku Parenting Education: Kekerasan pada Anak dan Dampaknya hadir sebagai refleksi tajam atas kondisi tersebut.

Ditulis oleh empat akademisi Universitas Pendidikan Indonesia, buku ini menjadi panduan menyeluruh untuk mengenali, memahami, dan mengakhiri berbagai bentuk kekerasan yang masih sering terjadi atas nama pengasuhan.

Kekerasan terhadap anak bukan hanya peristiwa ekstrem yang terpampang di berita kriminal. Ia bisa hadir dalam bentuk ucapan sinis, bentakan spontan, atau hukuman fisik yang kerap dilegitimasi sebagai metode mendidik.

Buku ini membuka dengan pengantar filosofis tentang pentingnya keluarga sebagai ruang aman dan anak sebagai subjek yang memiliki hak utuh, bukan sekadar objek dalam sistem nilai orang tua.

Dua jenis kekerasan yang paling banyak mendapat sorotan dalam buku ini adalah kekerasan fisik dan emosional.

Kekerasan fisik, misalnya, dipaparkan tidak hanya sebagai tindakan yang melukai tubuh, tetapi juga yang meninggalkan bekas ketakutan dan trauma jangka panjang.

Data yang dikutip cukup mengejutkan: jutaan anak mengalami kekerasan fisik setiap tahun di dunia, dan sebagian besar dari mereka bahkan belum menginjak usia sekolah. Yang menyedihkan, pelaku terbanyak justru adalah orang tua sendiri.

Bentuk kekerasan yang awalnya dimaksudkan sebagai ‘pelajaran’ justru meninggalkan luka yang tak pernah sembuh.

Sementara itu, kekerasan emosional menjadi bagian yang lebih sulit dikenali.

Buku ini menunjukkan bahwa ejekan, ancaman, pengabaian, dan komentar yang menjatuhkan bisa membentuk luka batin yang jauh lebih kompleks dibanding luka fisik.

Ilustrasi anak yang mengalami trauma kekerasan. (Sumber: Pexels/Ron Lach)
Ilustrasi anak yang mengalami trauma kekerasan. (Sumber: Pexels/Ron Lach)

Anak yang dibesarkan dalam suasana penuh intimidasi emosional cenderung tumbuh dengan harga diri rendah, sulit menjalin hubungan sehat, dan mengalami gangguan perilaku ketika dewasa.

Buku ini menegaskan bahwa kekerasan emosional seringkali terjadi dalam pola asuh yang dianggap “biasa” oleh masyarakat kita.

Yang membedakan buku ini dari publikasi lain di bidang serupa adalah tawarannya terhadap pendekatan pencegahan yang realistis dan menyeluruh.

Para penulis tidak sekadar mengkritik pola pengasuhan yang keliru, tetapi juga menawarkan cara membangun hubungan yang sehat dengan anak.

Misalnya, dengan mengedepankan komunikasi yang terbuka, peningkatan literasi emosi bagi orang tua, serta perlunya integrasi pendidikan pengasuhan dalam kurikulum pendidikan formal maupun pelatihan masyarakat.

Disusun secara sistematis dalam tujuh bab utama, buku ini mengajak pembaca memahami anatomi kekerasan dalam rumah tangga mulai dari akar budaya, struktur sosial, hingga kebijakan hukum yang belum maksimal melindungi anak.

Lima bab terakhir mengulas secara khusus bentuk kekerasan fisik, emosional, seksual, penelantaran, dan cara pencegahannya.

Setiap bab tidak hanya informatif tetapi juga menyentuh sisi personal, seolah penulis ingin berbicara langsung pada para pembaca sebagai orang tua, guru, atau siapa pun yang berinteraksi dengan anak.

Keunggulan utama buku ini adalah kemampuannya menyatukan data akademik dengan narasi empatik. Bahasa yang digunakan terasa dekat dan tidak menggurui.

Itulah sebabnya buku ini bisa dijadikan bahan bacaan tidak hanya oleh kalangan akademisi, tetapi juga oleh orang tua di rumah, guru di sekolah, serta pendamping sosial yang bekerja di lapangan.

Namun buku ini belum menyinggung secara mendalam aspek budaya lokal yang kerap melanggengkan kekerasan dalam pengasuhan, seperti pepatah “anak dipukul tanda sayang” atau “disiplin itu harus keras.”

Kritik terhadap konstruksi sosial yang melegalkan kekerasan perlu lebih diperluas agar pembaca mampu merespons isu ini dari akar nilai yang tertanam dalam masyarakat.

Pada akhirnya, buku ini adalah panggilan moral agar kita tidak lagi menormalisasi kekerasan sebagai bagian dari pendidikan anak.

Sebab anak bukan properti yang bisa dibentuk sesuka hati, melainkan manusia utuh yang butuh dihargai, dipahami, dan dicintai tanpa syarat.

Dari rumah yang aman, anak-anak akan belajar menjadi manusia yang sehat jiwa raganya. Dan dari pola asuh yang penuh empati, kita semua sedang merawat masa depan bangsa. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Peminat komunikasi publik & digital religion (Comm&Researcher di CDICS). Berkhidmat di Digital PR Telkom University serta MUI/IPHI/Pemuda ICMI Jawa Barat
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 03 Nov 2025, 20:51 WIB

Tawas, Bahan Sederhana dengan Khasiat Luar Biasa untuk Atasi Bau Badan

Si bening sederhana bernama tawas punya manfaat luar biasa.
Sejak lama, tawas digunakan dalam berbagai keperluan. (Sumber: Wikimedia Commons/Maxim Bilovitskiy)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 19:47 WIB

Fesyen sebagai Cerminan Kepribadian: Lebih dari Sekadar Gaya

Fashion tidak hanya berbicara tentang pakaian yang indah atau tren terkini, tetapi juga menjadi cara seseorang mengekspresikan diri.
Setiap pilihan busana, warna, hingga aksesori yang dikenakan seseorang menyimpan cerita tentang siapa dirinya (Sumber: Pexels/PNW Production)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 19:40 WIB

Tempo vs Menteri Pertanian, AJI Tegaskan Sengketa Pers Bukan Urusan Pengadilan

Sengketa pers antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan Tempo bermula dari aduan terhadap pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk”.
Sengketa pers antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan Tempo bermula dari aduan terhadap pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” yang tayang di akun X dan Instagram Tempo. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 19:24 WIB

Pusat Perbelanjaan Bandung di Era Digital, Bertahan atau Bertransformasi?

Bandung, kota yang dikenal sebagai Paris van Java, tak hanya memikat lewat pesona alam dan kulinernya, tetapi juga lewat denyut bisnis ritelnya yang dinamis.
Bandung, kota yang dikenal sebagai Paris van Java, tak hanya memikat lewat pesona alam dan kulinernya, tetapi juga lewat denyut bisnis ritelnya yang dinamis. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Jelajah 03 Nov 2025, 18:54 WIB

Sejarah Flyover Pasupati Bandung, Gagasan Kolonial yang Dieksekusi Setelah Reformasi

Flyover Pasupati Bandung menyimpan sejarah panjang, dari ide Thomas Karsten di era kolonial hingga menjadi simbol kemajuan urban modern Jawa Barat.
Flyover Pasupati Bandung. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Jelajah 03 Nov 2025, 18:39 WIB

Hikayat Tragedi Lumpur Lapindo, Bencana Besar yang Tenggelamkan Belasan Desa di Sidoarjo

Sejarah amukan lumpur Lapindo telan 16 desa dan 60 ribu jiwa, tapi yang tenggelam bukan cuma rumah, juga nurani dan keadilan negeri ini.
Lumpur Lapindo. (Sumber: Shutterstock)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 17:54 WIB

Perundungan Dunia Maya (Cyberbullying), Siswa SMAN 25 Bandung Diajak Lebih Bijak di Dunia Digital

Mahasiswa Telkom University mengedukasi siswa SMAN 25 Bandung tentang bahaya cyberbullying melalui kegiatan sosialisasi dan diskusi interaktif.
Dokumentasi Pribadi, sosialisasi "Perundungan Dunia Maya (cyberbullying)" SMAN 25 Bandung, 27 oktober 2025.
Ayo Biz 03 Nov 2025, 16:56 WIB

Fesyen Sunda dan Anak Muda Bandung: Warisan atau Wawasan yang Tergerus?

Sejak satu dekade terakhir, anak-anak muda mulai tampil dengan pangsi hitam, iket Sunda, atau aksara kuno yang menghiasi kaus mereka, simbol dari pencarian identitas budaya yang lama terpinggirkan.
[ilustrasi]Sejak satu dekade terakhir, anak-anak muda mulai tampil dengan pangsi hitam, iket Sunda, atau aksara kuno yang menghiasi kaus mereka, simbol dari pencarian identitas budaya yang lama terpinggirkan. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 15:41 WIB

Bandung dan Krisis Nurani Ekologis

Pemerintah kota Bandung tampak lebih sibuk memoles citra daripada memelihara kehidupan.
Sungai Cikapundung Kampung Cibarani Kota Bandung (Foto: Dokumen River Clean up)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 14:56 WIB

Milenial dan Generasi Z Tak Lagi Beli Barang, Mereka Beli Nilai

Di tangan generasi milenial dan Gen Z, konsep Keberlanjutan menjelma menjadi gaya hidup yang menuntut transparansi, nilai, dan tanggung jawab sosial.
Produk upcycle, yang mengolah limbah menjadi barang bernilai, kini menjadi simbol perubahan yang digerakkan oleh kesadaran kolektif. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 14:46 WIB

‘Galgah’, Antonim Baru dari ‘Haus’ yang Resmi Masuk KBBI

Kata baru “galgah” sedang jadi sorotan warganet!
Kata "galgah" menunjukkan seseorang sudah tidak lagi haus. (Sumber: Pexels/Karola G)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 14:10 WIB

Cahaya di Tengah Luka: Ketulusan Ibu Timothy Anugerah yang Mengampuni dan Merangkul

Kehilangan seorang anak adalah duka yang tak terbayangkan. Namun, Ibu dari almarhum Timothy Anugerah memilih jalan yang tak biasa.
Ketulusan hati ibu Timothy Anugerah (Sumber: https://share.google/StTZP2teeh7VKZtTl)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 13:15 WIB

Diskusi Buku 'Berani Tidak Disukai' bersama Salman Reading Corner

Membaca adalah cara kita untuk menyelami pemikiran orang lain. Sementara berdiskusi adalah cara kita mengetahui berbagai macam perspektif.
Diskusi Buku Bersama Salman Reading Corner, Sabtu, 01 November 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 11:32 WIB

Menyalakan Kembali Lentera Peradaban

Refleksi Milad ke-113 Muhammadiyah.
Lentera dengan karya seni Islam. (Sumber: Pexels/Ahmed Aqtai)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 10:01 WIB

Perutku, Makanan, dan Rasa Lapar yang Sia-sia

Perut adalah salah satu inti kehidupan manusia. Dari sanalah segalanya bermula, dan juga sering berakhir.
Para pengungsi. (Sumber: Pexels/Ahmed akacha)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 08:12 WIB

Mati Kelaparan di Negeri para Bedebah

Membunuh memang tidak selamanya melukai tubuh seseorang dengan senjata.
Ilustrasi Meninggal karena kelaparan (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 20:37 WIB

Mengapa Tidur Cukup Sangat Penting? Begini Cara Mencapainya

Sering begadang? Hati-hati, kurang tidur bisa merusak kesehatan tubuh dan pikiranmu!
Ilustrasi tidur. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 17:53 WIB

Inspirasi Sosok yang Teguh Mengabdi di Cipadung Wetan

Sosok lurah di Cipadung Wetan yang memiliki dedikasi tinggi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Lurah Cipadung Wetan, Bapak Tarsujono S. Sos, M,. M,. (Sumber: Mila Aulia / dok. pribadi | Foto: Mila Aulia)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 15:14 WIB

Peran Orang Tua di Tengah Tantangan Pendidikan Modern

Perkembangan teknologi dan perubahan gaya belajar membuat pendidikan modern tidak lagi sama seperti dulu.
Orang tua dan anaknya. (Sumber: Pexels/Lgh_9)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 14:01 WIB

Ketika Kampus Tak Lagi Aman: Belajar dari Kasus Timothy Anugerah di Universitas Udayana

Kasus meninggalnya Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Universitas Udayana, membuka mata kita tentang bahaya perundungan di lingkungan kampus.
Korban perundungan, Timothy Anugerah. (Tiktok/apaajaboleh2012)