Pasar Seni ITB dan Gerak Ekonomi Bandung

Djoko Subinarto
Ditulis oleh Djoko Subinarto diterbitkan Rabu 15 Okt 2025, 07:09 WIB
Konferensi Pers Pasar Seni ITB 2025 di International Relation Office (IRO) ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung, Selasa 7 Oktober 2025. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Konferensi Pers Pasar Seni ITB 2025 di International Relation Office (IRO) ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung, Selasa 7 Oktober 2025. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)

SETELAH sebelas tahun vakum, Pasar Seni ITB kembali digelar, berlangsung pada Sabtu dan Minggu, 18-19 Oktober 2025. Tidak hanya mahasiswa dan alumni ITB, ribuan pengunjung dari berbagai kota pun dipastikan bakal menyambangi acara ini. Sudah barang tentu, di balik penyelenggaraannya, tersimpan potensi ekonomi yang besar bagi ekosistem kreatif kota.

Jika kita telisik, Pasar Seni ITB bukan sekadar acara kampus atau pameran seni semata. Ia adalah laboratorium ekonomi kreatif dalam bentuk paling konkret, yang mempertemukan seniman, pengusaha, dan penikmat seni dalam satu ruang interaksi. Setiap transaksi, percakapan, dan kolaborasi di sana menjadi energi yang dapat menggerakkan sektor ekonomi kreatif.

Mengandalkan ide

Ekonomi kreatif berbeda dari sektor ekonomi lain karena mengandalkan ide dan imajinasi sebagai modal utama. Ketika ide menjadi barang dagangan, nilai ekonomi pun bergeser dari sekadar produksi barang menjadi produksi makna. Dan Pasar Seni ITB menghadirkan contoh nyata bagaimana seni, desain, dan kuliner berkelindan menciptakan nilai tambah.

Bagi seniman, keikutsertaan di Pasar Seni ITB adalah ujian sekaligus peluang. Mereka bisa menguji apakah karya mereka diterima publik, sekaligus belajar tentang harga, selera, dan strategi promosi. Pengalaman ini sering kali menjadi langkah awal menuju kemandirian ekonomi.

Bagi sektor UMKM, acara semacam ini menjadi panggung pengujian ide bisnis. Mereka dapat melihat langsung respon pasar terhadap produk, kemasan, dan harga. Selain penjualan, manfaat lain muncul dari interaksi dengan pelanggan baru, mitra potensial, hingga distributor. Semua itu merupakan bentuk inkubasi alami yang jarang bisa diperoleh dari ruang kuliah maupun seminar bisnis.

Di sisi lain, sektor kuliner pun menjadi penopang tak kalah penting. Setiap kali acara besar digelar di Bandung, pedagang makanan dan kafe kecil ikut kecipratan berkah ekonomi. Maka, di sekitar kampus Ganesha, omzet penjual bisa melonjak berkali lipat selama dua hari penyelenggaraan Pasar Seni ITB. Dalam konteks ini, seni dan kuliner saling menghidupi, membentuk rantai ekonomi lokal yang produktif.

Efek berantai dari penyelenggaraan kegiatan ini pun menyebar cepat: mulai dari jasa percetakan, transportasi, dekorasi, hingga penginapan. Banyak usaha kecil yang mungkin tak tampil langsung di lokasi turut memperoleh keuntungan. Ketika ribuan pengunjung datang, uang berputar di berbagai lini. Itulah yang disebut efek multiplikatif ekonomi kreatif.

Magnet wisata

Dalam kacamata ekonomi kota, Pasar Seni ITB juga berfungsi sebagai magnet wisata. Bandung sudah lama mengandalkan daya tarik belanja dan kuliner, dan kini ditambah dengan wisata budaya. Pengunjung yang datang ke Pasar Seni ITB bukan sekadar menikmati dan membeli karya seni, tetapi juga merasakan atmosfer kreatif yang sulit ditemukan di kota lain. Momentum ini akan memperkuat citra Bandung sebagai creative destination yang memadukan seni, pendidikan, dan gaya hidup urban.

Namun, agar potensi ekonomi Pasar Seni ITB ini berkelanjutan, perlu mekanisme yang lebih berkesinambungan. Acara yang dihelat selama dua hari saja tidak cukup untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang tangguh. Diperlukan tindak lanjut berupa pendataan tenant, pelatihan lanjutan, serta akses ke jaringan pasar yang lebih luas. Tanpa langkah-langkah itu, dampak ekonomi hanya bersifat temporer dan bisa segera hilang begitu acara usai.

Di sinilah konsep inkubasi komersial menjadi kunci. Pasar Seni ITB semestinya tidak berhenti sebagai ajang pameran dan jualan, tetapi berkembang menjadi jembatan menuju pasar yang lebih besar. Pihak kampus, komunitas kreatif, dan pemerintah daerah dapat berkolaborasi memfasilitasi para tenant untuk mengakses program pendanaan, pendampingan bisnis, maupun pelatihan pemasaran digital. Dengan cara itu, ekonomi kreatif di Bandung tumbuh lebih sistematis, inklusif, dan berakar pada potensi lokal.

Salah satu teori yang relevan untuk hak ini dikemukakan oleh Richard Florida melalui gagasan creative class. Florida menekankan bahwa kota yang maju adalah kota yang memberi ruang bagi orang-orang kreatif untuk hidup, berekspresi, dan berkarya. Lingkungan yang terbuka, toleran, dan mendukung inovasi menjadi fondasi utama bagi kemajuan ekonomi berbasis kreativitas. Bandung sesungguhnya memiliki semua modal itu. Tinggal bagaimana mengelolanya secara konsisten dan berkelanjutan.

Lebih jauh, Florida menegaskan bahwa kreativitas tidak lahir dari sistem yang birokratis, melainkan dari kebebasan bereksperimen. Pasar Seni ITB menunjukkan potensi ini dengan, misalnya, memberi ruang bagi karya-karya eksperimental yang sering kali tidak mendapat tempat di pasar komersial biasa. Ironisnya, justru dari karya-karya yang nyeleneh dan tidak terduga inilah inovasi kerap bermula. Karena itu, menjaga keberagaman ide sama pentingnya dengan menjaga keberlanjutan ekonomi.

Kawasan pemukiman padat di Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Sabtu 15 Februari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Kawasan pemukiman padat di Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Sabtu 15 Februari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Agar lebih efektif, panitia Pasar Seni ITB bisa berkolaborasi dengan lembaga inkubasi bisnis dan platform digital. Tenant yang tampil seharusnya tidak dibiarkan “hilang” setelah acara selesai. Sebuah katalog daring, laman pameran virtual, atau jejaring alumni kreatif bisa memperpanjang umur ekonomi acara. Di era digital, keberlanjutan adalah soal visibilitas.

Selain manfaat ekonomi, ada pula nilai sosial yang tak kalah penting. Pasar Seni membuka ruang pertemuan lintas generasi, yakni antara mahasiswa, alumni, dan masyarakat umum. Pertemuan itu menumbuhkan solidaritas dan rasa kebersamaan yang sulit diciptakan lewat acara formal. Nilai ini sering kali luput dari hitungan ekonomi, padahal penting bagi keberlanjutan budaya kota.

Seni tanpa jarak

Bagi masyarakat, kehadiran Pasar Seni ITB memberi kesempatan untuk memahami seni tanpa jarak. Seni menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan sesuatu yang eksklusif di galeri. Interaksi langsung dengan pencipta karya dapat membangun apresiasi dan menumbuhkan pasar yang lebih cerdas. Dari sinilah pendidikan budaya berlangsung secara alami.

Di pihak lain, seniman dan pengrajin juga belajar tentang realitas pasar. Mereka memahami pentingnya kemasan, cerita di balik produk, dan strategi komunikasi. Proses belajar ini memperkuat mereka sebagai pelaku ekonomi tanpa kehilangan integritas artistik. Pendidikan pasar yang sehat justru memperkaya dunia seni, bukan menurunkannya.

Tantangan terbesar tetap pada keseimbangan antara idealisme dan komersialisme. Jika terlalu tunduk pada selera pasar, karya menjadi seragam dan kehilangan nilai inovatif. Tetapi jika menolak pasar sepenuhnya, seniman berisiko terisolasi. Karena itu, perlu ada jalan tengah: karya yang tetap laku, tetapi punya karakter dan ciri khas. Jadi, bukan sekadar produk massal yang dibuat demi tren sesaat.

Ekonomi kreatif selalu bergantung pada keberanian mencoba hal baru. Dalam konteks ini, lingkungan kampus punya peran penting sebagai ruang aman untuk bereksperimen. ITB, dengan reputasinya di bidang seni rupa dan desain, bisa menjadi motor utama penggerak inovasi. Kolaborasi antarjurusan -- antara seni, teknologi, dan bisnis -- akan memperkaya hasilnya.

Keberhasilan acara juga bergantung pada data. Selama ini, evaluasi acara pasar seni sering kali hanya didasarkan pada jumlah pengunjung atau omzet sementara. Padahal, indikator yang lebih bermakna bisa berupa jumlah tenant yang mendapat pesanan lanjutan, kemitraan baru yang terbentuk, atau tingkat kepuasan pengunjung. Data ini penting untuk perencanaan ke depan.

Pengelola bisa melakukan survei sederhana kepada tenant dan pengunjung setelah acara. Pertanyaan seperti “berapa banyak order yang diterima?” atau “apakah akan kembali pada gelaran berikutnya?” memberi gambaran nyata tentang efektivitas acara. Dengan data, promosi bisa lebih terarah dan kebijakan lebih berbasis bukti. Ini langkah kecil tapi penting untuk profesionalisasi sektor kreatif.

Dalam ekosistem yang sehat, kampus dan pemerintah seharusnya tidak menjadi pusat, melainkan fasilitator. Peran mereka adalah membuka akses, bukan mengatur isi kreativitas. Jika pola ini dijaga, ekonomi kreatif Bandung akan berkembang secara organik dan berkelanjutan. Pasar Seni ITB hanyalah awal dari rantai panjang pertumbuhan itu.

Kolaborasi lintas sektor juga perlu diperkuat. Sinergi yang terjalin menegaskan bahwa seni bukan dunia terpisah dari ekonomi, melainkan bagian integral darinya. Penting pula menjaga etika sponsor dan kurasi. Dukungan finansial memang diperlukan, tetapi arah artistik harus tetap independen. Ketika sponsor terlalu mendikte, pesan kritis dalam karya bisa melemah. Transparansi dan kejelasan batas menjadi kunci agar kepercayaan publik tetap terjaga.

Dari sisi pariwisata, keberadaan Pasar Seni ITB mungkin pula dapat memperpanjang masa tinggal wisatawan di Bandung. Mereka tidak hanya berbelanja di factory outlet dan pulang, tetapi juga memilih menikmati pengalaman budaya yang otentik lewat ajang pasar seni. Setiap wisatawan yang tinggal lebih lama berarti pendapatan tambahan bagi hotel, transportasi, dan restoran. Dampaknya menyebar luas dan berlapis.

Pada akhirnya, Pasar Seni ITB adalah salah satu cermin kecil dari dinamika ekonomi kreatif Indonesia. Di ajang ini, terlihat bagaimana kreativitas bisa menjadi sumber pendapatan sekaligus sarana ekspresi. Jika dikelola dengan baik, model semacam ini bisa direplikasi di kota lain. Kreativitas lokal menjadi energi pembangunan yang tidak tergantung pada industri besar.

Namun, potensi itu hanya akan bertahan jika ada keberlanjutan. Event yang bagus tapi tanpa tindak lanjut ibarat bunga yang mekar sesaat. Kampus, pemerintah, dan komunitas perlu membangun kalender kegiatan yang saling terhubung, sehingga momentum kreatif terus berputar. 

Pasar Seni ITB juga memberi pelajaran penting bahwa kreativitas tumbuh bukan hanya dari bakat, tetapi juga dari ekosistem yang mendukung. Ketika ruang, kebijakan, dan partisipasi publik terjalin, seni turut menjadi kekuatan ekonomi yang riil. Inilah bentuk pembangunan yang lembut namun berdampak panjang. Bandung bisa menjadi teladan jika konsisten di jalur ini. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Djoko Subinarto
Penulis lepas, blogger
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Jelajah 15 Okt 2025, 12:35 WIB

Jejak Kerajaan Sumedang Larang, Pewaris Pajajaran yang Lahir di Kaki Gunung Tampomas

Bermula dari pelarian keturunan Galuh, Sumedang Larang bangkit di bawah cahaya Prabu Tajimalela dan menjadi penerus sah kerajaan Sunda terakhir.
Potret Gunung Tampomas di Sumedang tahun 1890-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 12:35 WIB

Critical Thinking sebagai Fondasi Epistemologis Pembelajaran Andragogi

Membangun kesadaran kritis dan transformasi diri melalui critical thinking dan transformative learning sebagai fondasi perubahan.
Membangun kesadaran kritis dan transformasi diri melalui critical thinking dan transformative learning sebagai fondasi perubahan. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 09:51 WIB

Tren 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat, antara Kekerasan Finansial atau Realitas Sosial

Konten 10 Ribu di tangan Istri yang tepat banyak menuai kontra dari sebagian besar pengguna media sosial.
Polemik Tren 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 07:09 WIB

Pasar Seni ITB dan Gerak Ekonomi Bandung

Pasar Seni ITB menyimpan potensi ekonomi yang besar bagi ekosistem kreatif kota.
Konferensi Pers Pasar Seni ITB 2025 di International Relation Office (IRO) ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung, Selasa 7 Oktober 2025. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 20:07 WIB

Tragedi Ambruknya Gedung Ponpes Al Khoziny, Cermin Tanggung Jawab Kita Semua

Duka mendalam atas tragedi ambruknya Gedung Ponpes Al Khoziny memberikan kita banyak pelajaran.
Data sementara menunjukkan, 67 orang tewas dalam ambruknya gedung Ponpes Ponpes Al Khoziny. (Sumber: BNPB | Foto: Danung Arifin)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 18:02 WIB

Budaya, Agama, dan Sepak Bola Arab Saudi

Terlepas pada beredar  pro kontranya, namun kalau melihat pada perkembangan sepak bola Arab Saudi begitu pesat. 
King Saud University Stadium di Riyadh, Arab Saudi. (Sumber: Wikimedia Commons/Alina.chiorean)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 17:30 WIB

Modernisme Linguistik

Elemen bahasa adalah zat sederhana yang berisi pengidentifikasian bahasa yang dibagi menjadi dua bagain yaitu elemen bentuk dan elemen makna.
Ilustrasi seorang pria membaca buku. (Sumber: Pexels/Daniel Lee)
Ayo Biz 14 Okt 2025, 17:20 WIB

Naik Gunung Demi Gengsi: FOMO Generasi Muda yang Menghidupkan Industri Outdoor

Gunung bukan lagi sekadar tempat pelarian dari rutinitas, bagi generasi milenial dan Gen Z, mendaki telah menjelma menjadi simbol gaya hidup, pencarian jati diri, dan eksistensi sosial.
Gunung bukan lagi sekadar tempat pelarian dari rutinitas. Bagi generasi milenial dan Gen Z, mendaki telah menjelma menjadi simbol gaya hidup, pencarian jati diri, dan eksistensi sosial. (Foto: Pixabay)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 17:02 WIB

Pesantren, Wajah Islam Damai

Inilah pesantren wajah damai Islam yang menjadi cita-cita bersama dalam membangun kehidupan bangsa dan negara yang adil, sejahtera dan beradab ini.
Lomba cerdas cermat, pidato, mewarnai, kaligrafi dan fashion show, dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2024 yang mengambil tema Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 16:11 WIB

Sebuah Refleksi Kritis tentang 'Penyebaran Agama' dan Kebebasan Beragama

Pertemuan agama dunia dan lokal selalu perlu dibicarakan ulang, antara hak untuk percaya dan hak untuk dibiarkan dengan keyakinannya.
Kebebasan beragama sejati berarti memiliki kedua hak itu sekaligus, hak untuk berubah, dan hak untuk tidak diubah. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Biz 14 Okt 2025, 15:56 WIB

Ruang Tunggu yang Tak Lagi Menunggu: Gerakan Warga Menghidupkan Halte Bandung

Komunitas ini percaya bahwa halte bukan sekadar tempat menunggu bus, melainkan simpul penting dalam sistem mobilitas kota.
Komunitas Rindu Menanti percaya bahwa halte bukan sekadar tempat menunggu bus, melainkan simpul penting dalam sistem mobilitas kota. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 15:00 WIB

Budaya Mistis yang Menghambat Pemulihan Kasus Skizofernia

Budaya mistis masih mendahulukan pengobatan mental dengan datang ke dukun ketimbang langsung datang ke ahli kesehatan.
Jika merujuk dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, diperkirakan sekitar 450 ribu masyarakat Indonesia merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berat. (Sumber: Pexels/Kodi Baines)
Ayo Jelajah 14 Okt 2025, 14:42 WIB

Wabah TBC di Jantung Bandung: Cerita dari Pelindung Hewan, Kampung Padat yang Dikepung Bakteri

Wabah TBC menyerang 62 warga Pelindung Hewan, Bandung. Rumah padat dan sanitasi buruk jadi ladang subur penularan penyakit menular ini.
Walikota Bandung Muhammad Farhan mengunjungi Kelurahan Pelindung Hewan yang 62 warganya positif TBC.
Ayo Biz 14 Okt 2025, 14:26 WIB

Menyemai Juara: Ekosistem Futsal Indonesia dan Regenerasi Atlet Muda

Futsal pelajar di Indonesia kini bukan sekadar ajang kompetisi antar sekolah namun telah tumbuh menjadi ekosistem pembinaan atlet muda yang menjanjikan.
Futsal pelajar di Indonesia kini bukan sekadar ajang kompetisi antar sekolah namun telah tumbuh menjadi ekosistem pembinaan atlet muda yang menjanjikan. (Foto: Ist)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 13:33 WIB

Belajar Itu Laku, Bukan Jadwal: Dari Nilai Menuju Makna

Belajar tidak selalu tentang nilai dan kelas. Bandung menjaga semangat mereka mencari ilmu.
Esensi belajar bukan terletak pada jadwal, tapi pada kesadaran untuk tumbuh. (Sumber: Pexels/Husniati Salma)
Ayo Jelajah 14 Okt 2025, 10:53 WIB

Sejarah Pacuan Kuda Tegallega Bandung, Panggung Ratu Wilhelmina yang Jadi Sarang Judi dan Selingkuh Tuan Eropa

Dahulu Lapangan Tegallega jadi arena pacuan kuda termewah di Bandung. Tempat pesta, judi, dan perselingkuhan kaum Eropa pada era kolonial.
Tribun Pacuan Kuda Tegallega Bandung tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 10:13 WIB

Orang yang Luwes dalam Beragama, Apakah Otomatis Liberal?

Dalam keluwesan itu, agama menjadi ruang yang menentramkan, bukan menakutkan.
Dalam keluwesan itu, agama menjadi ruang yang menentramkan, bukan menakutkan. (Sumber: Pexels/Pok Rie)
Beranda 14 Okt 2025, 10:07 WIB

Seabad Lebih Tanpa Nasi, Kampung Cireundeu Pertahankan Kemandirian dan Ketahanan Pangan Lokal Lewat Singkong

Tradisi ini terus dijaga oleh sekitar 60 kepala keluarga di kampung itu, yang menurunkannya dari generasi ke generasi sebagai wujud swasembada pangan yang khas dan mandiri.
Selama lebih dari satu abad, Warga Kampung Adat Cireundeu sudah terbiasa mengonsumsi rasi atau beras yang diolah dari singkong. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 07:58 WIB

Mimpi-Mimpi Tak Terjamah dari Buku 'Orang Miskin Dilarang Sekolah'

Melalui novel ini kita belajar bahwa pendidikan bukan hak istimewa tapi hak setiap anak bangsa.
Buku Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 13 Okt 2025, 19:52 WIB

Fenomena Co-Working Space di Bandung, Ekosistem Kreatif dan Masa Depan Budaya Kerja Fleksibel

Transformasi cara kerja masyarakat urban mendorong ekosistem co-working space sebagai ruang kerja bersama yang menawarkan fleksibilitas, efisiensi, dan atmosfer kolaboratif.
Transformasi cara kerja masyarakat urban mendorong ekosistem co-working space sebagai ruang kerja bersama yang menawarkan fleksibilitas, efisiensi, dan atmosfer kolaboratif. (Foto: Freepik)