AYOBANDUNG.ID -- Di sebuah gang di Jalan Sunda, warna-warni mural menyambut setiap langkah. Coretan bertema perdamaian, tradisi lokal, hingga pesan lingkungan menghiasi dinding rumah warga.
Suara gemericik Sungai Cibunut berpadu dengan riuh anak-anak yang bermain di taman kecil. Kampung Cibunut Berwarna bukan sekadar kampung warna-warni, melainkan ruang hidup yang menjelma ekosistem kreatif konservasi urban di tengah Kota Bandung.
Transformasi kampung ini bermula dari keresahan sederhana yakni tumpukan sampah di depan rumah. Warga RW 07, Kelurahan Kebon Pisang, Kecamatan Sumur Bandung, bersepakat memulai gerakan pungut sampah. Dari langkah kecil itu lahirlah program bebas sampah yang kemudian mendapat dukungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung.
Melalui pelatihan, warga diajak untuk memilah sampah sejak dari sumber. Sampah organik diarahkan ke biodigester, sementara sampah anorganik masuk ke bank sampah. Sistem ini bukan sekadar teknis, melainkan cara membangun kesadaran kolektif.
Ketua RW 07 saat itu, Herman Sukmana, mengenang perjuangan awal. Herman mengakui, perjuangan itu memang tidak mudah. Dirinya bersama pengurus RW mengajak warga untuk terbiasa memungut sampah, lalu naik kelas ke tahap memilah, hingga akhirnya mengolah agar memberi manfaat nyata. Kini, sampah rumah tangga warga Cibunut diolah menjadi pupuk kompos, pupuk cair organik, dan biogas.

āGagasan programnya sederhana, gerakan pungut sampah karena dulu di depan rumah warga banyak sampah menumpuk, sekarang tidak lagi,ā ujar Herman saat berbincang dengan Ayobandung.
Di RT 02, spanduk merah bertuliskan KSM Oh Darling alias āOrang Hebat Sadar Lingkunganā terbentang di depan saung kecil. Kelompok ini menjadi motor penggerak, mengorganisasi warga untuk mengelola sampah dengan sistem terstruktur.
Di RT 05, tepat di tepi sungai, berdiri pusat pengolahan sampah rumah tangga. Tujuh pengurus inti KSM Oh Darling mengelola sampah dengan disiplin, menjadikan sungai yang dulu kotor kini lebih bersih.
Program 100 ember biodigester menjadi inovasi. Setiap dua hari sekali, sampah organik direcah dan diolah menjadi energi terbarukan. Hasilnya, biogas dipakai warga untuk memasak di dapur umum.
āSehari biogas itu bisa kepakai sampai 10-15 kali masak. Jadi kalau ada warga yang kebetulan tidak punya gas, pengin masak telur ceplok atau mie. Mangga, karena biogas itu memang diprioritaskan buat warga,ā kata Herman.

Pemuda Cibunut pun aktif menabung di bank sampah. Setiap Kamis, sampah ditimbang, hasilnya menjadi tabungan menjelang Lebaran. Praktik ini menanamkan literasi finansial sekaligus kesadaran lingkungan sejak dini.
Gotong royong warga dan pemuda membuat Cibunut dikenal luas sebagai kampung ramah lingkungan. Banyak sekolah dan universitas menjadikannya lokasi studi banding, menjadikan kampung ini laboratorium sosial-ekologis.
Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK menunjukkan bahwa secara nasional, 30,95% sampah rumah tangga berhasil ditangani pada 2024. Cibunut menjadi contoh nyata kontribusi lokal terhadap capaian nasional.
Tren gaya hidup berkelanjutan di kalangan anak muda Bandung semakin kuat. Survei KLHK tentang perilaku generasi muda menunjukkan peningkatan minat pada gaya hidup ramah lingkungan, mulai dari penggunaan tumbler hingga partisipasi bank sampah.
Di Cibunut, mural berwarna bukan sekadar estetika. Coretan bertema āWorld Peaceā dan āLocal Geniusā menjadi medium edukasi tentang perdamaian, tradisi, dan keberlanjutan. Seni menjadi bahasa universal yang menyatukan pesan konservasi.

Herman menuturkan, cita-cita warga adalah menjadikan Cibunut sebagai kampung berwawasan lingkungan. Kini cita-cita itu tercapai, menyatukan RW, PKK, dan Karang Taruna dalam program pengelolaan sampah terpadu.
Kehadiran wisata edukatif di Cibunut menambah daya tarik. Wisatawan tidak hanya menikmati warna-warni mural, tetapi juga belajar tentang pengolahan sampah, energi terbarukan, dan ekonomi sirkular.
Ekonomi sirkular di kampung ini nyata dengan cara membuat sampah menjadi energi, sampah menjadi tabungan, dan sampah menjadi pupuk. Semua berputar kembali ke warga, memperkuat kemandirian ekonomi lokal.
Bagi anak muda Bandung, Cibunut adalah simbol tren gaya hidup berkelanjutan. Mereka melihat bahwa keberlanjutan bukan sekadar slogan, melainkan praktik sehari-hari yang bisa dimulai dari rumah.
āYang paling penting di Cibunut berwarna ini bukan hanya ingin mempercantik wilayahnya dengan aksesoris cat, atau dengan lingkungan penghijauan, tapi ada yang lebih urgensi adalah pengelolaan sampah,ā tegas Herman.
Alternatif produk upcyclye, ekonomi sirkular atau serupa:
