AYOBANDUNG.ID -- Kampung Cibunut di RW 07 Kelurahan Kebon Pisang, Kecamatan Sumur Bandung, bukan sekadar permukiman padat dengan gang-gang sempit. Wilayah ini telah menjelma menjadi simbol pemberdayaan ekonomi wilayah dan pemuda melalui semangat ekonomi kreatif yang tumbuh dari akar komunitas.
Kota Bandung dikenal memiliki ribuan gang yang menjadi pembeda antara permukiman padat dan kompleks perumahan. Di Cibunut, gang-gang sempit yang hanya bisa dilalui sepeda atau motor dikenal sebagai gang senggol, karena pejalan kaki kerap bersenggolan saat melintas.
“Ini kan sebetulnya sebuah masalah karena di Kampung Cibunut banyak sekali gang. Salah satu solusi, dibuat penanda pada rumah, dengan dicat,” ujar Herman Sukmana, Ketua RW 07 kepada Ayobandung.
Program Cibunut Berwarna lahir dari keresahan warga terhadap sulitnya navigasi di kampung mereka. Dengan sembilan warna berbeda untuk sembilan RT, warga menciptakan identitas visual yang memudahkan orientasi dan mempererat hubungan sosial. Warna-warna cerah ini juga menjadi daya tarik wisata urban yang unik.
Inisiatif ini digagas oleh pemuda yang tergabung dalam Cibunut Finest, berkolaborasi dengan warga dan lembaga swasta. Mereka mengecat rumah-rumah warga secara swadaya, menunjukkan bahwa kreativitas bisa menjadi alat pemberdayaan.
Menurut data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, Cibunut termasuk dalam pemetaan ekosistem ekonomi kreatif yang mencakup 17 subsektor, seperti seni rupa, desain komunikasi visual, dan kriya. Platform ini menjadi pusat informasi bagi investor dan pemangku kebijakan untuk melihat potensi kampung kreatif seperti Cibunut.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung dalam publikasi Kota Bandung Dalam Angka 2025 mencatat bahwa subsektor ekonomi kreatif menyumbang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kota, terutama dari sektor desain, seni pertunjukan, dan kuliner. Cibunut, dengan mural edukatif dan zona tematik, menjadi bagian dari kontribusi ini.
Lima zona mural di Cibunut memiliki tema edukatif di antaranya World Peace, World Insight, Local Genius, Environment, dan Local Culture. “Kami ingin bukan sembarang mural, tapi harus yang ada edukasinya. Kami lantas membuat lima zona mural,” kata Harto Sugianto dari Karang Taruna.

Zona World Peace di RT 7 dan 9 mengangkat tema perdamaian global dan lokal. World Insight di RT 4 menyajikan pengetahuan umum. Local Genius di RT 8 dan 3 menampilkan budaya Bandung, termasuk kaulinan tradisional. Zona Environment di RT 6 dan 5 mengedukasi tentang pengelolaan sampah dan gaya hidup berkelanjutan. Sementara Local Culture di RT 1 dan 2 merayakan keberagaman budaya Indonesia.
Dengan luas 31.478 meter persegi dan lebih dari 300 rumah, Cibunut menjadi magnet wisata urban. Gapura warna-warni di Jalan Sunda menyambut pengunjung dengan ceria. Tangga berwarna dan dinding mural menjadi daya tarik visual yang tak hanya mempercantik, tapi juga mengedukasi.
Wali Kota Bandung terdahulu, Ridwan Kamil, meresmikan kampung ini sebagai kampung wisata. Dukungan pemerintah kota dan pusat semakin memperkuat posisi Cibunut sebagai laboratorium inovasi sosial. Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) juga menjadikan Bandung sebagai lokasi uji publik program Berdaya Berusaha, yang menggandeng ekosistem kreatif lokal.
Program Cibunut Berwarna belum sepenuhnya rampung. Namun, semangat warga tak surut. “Karena pasti bukan tanpa pro kontrak dari masyarakat. Misal ada masyarakat yang tidak mau disamakan warna cat rumahnya ya tidak apa-apa dilewat saja. Yang penting ada usaha untuk membangun daerah,” kata Hermana.
Pemuda Cibunut tak hanya aktif dalam mural, tapi juga dalam kegiatan sosial dan lingkungan. Mereka bekerja sama dengan orang tua yang lebih dulu peduli terhadap kebersihan dan tata ruang kampung. Kolaborasi lintas generasi ini menjadi kekuatan utama Cibunut Berwarna.
Peta besar kampung tertempel di dinding sekretariat karang taruna. Warna-warna cerah menjadi penanda RT dan simbol semangat kebersamaan. “Harapannya, hubungan antarmasyarakat bisa semakin erat,” kata Om Ibo, tokoh warga yang aktif dalam program ini.
Kampung Cibunut juga menjadi contoh bagaimana pemuda bisa menjadi agen perubahan. Dari mimpi sederhana untuk mewarnai kampung, mereka membangun ekosistem kreatif yang berdampak sosial dan ekonomi. “Apalagi waktu itu, anak muda (karang taruna) di sini belum bersatu. Tapi proses panjang menyatukan pemuda akhirnya bisa terjadi,” ujar Harto.
Mural-mural di Cibunut bukan hanya untuk estetika, tapi juga untuk edukasi. Ada mural tentang organ tubuh manusia, peta dunia, permainan anak-anak, hingga budaya lokal dari Sabang sampai Merauke. Semua dirancang agar warga dan pengunjung bisa belajar sambil menikmati keindahan kampung.
Cibunut menjadi bukti bahwa ekonomi kreatif bukan hanya milik gedung-gedung tinggi dan startup digital. Semangat ini bisa tumbuh di gang senggol, di tangan pemuda kampung, dan di hati warga yang ingin menebar keceriaan di tengah sempitnya permukiman kota. “Kami ingin bukan sembarang mural, tapi harus yang ada edukasinya," ujar Harto.
Alternatif kebutuhan menggambar atau melukis:
