AYOBANDUNG.ID -- Bandung tidak hanya dikenal sebagai kota kreatif dengan geliat fesyen dan kulinernya, tetapi juga sebagai ruang tumbuhnya gerakan pemberdayaan petani lokal yang semakin mendapat perhatian. Di tengah tren urbanisasi, muncul kesadaran baru bahwa produk pangan berbasis bahan baku lokal memiliki nilai lebih, bukan hanya dari sisi rasa, tetapi juga dari dampak sosial yang ditimbulkan.
Salah satu contoh nyata dari semangat ini adalah Battenberg3, sebuah UMKM yang menjadikan kolaborasi dengan petani sebagai inti bisnisnya. Battenberg3 mengusung dua lini bisnis yakni produk artisan berupa premium cocoa dari biji kakao Java Criollo dan produk masif berupa brownies bite yang gluten free, dairy free, dan rendah gula.
Strategi ini bukan sekadar diversifikasi produk, melainkan cara untuk memperluas jangkauan pasar sekaligus memperkenalkan bahan baku lokal kepada konsumen urban yang semakin peduli pada isu kesehatan dan keberlanjutan. Dengan positioning di segmen medium high, Battenberg3 menempatkan produk lokal sejajar dengan brand internasional.
Pemilik Battenberg3, Nuraini Wulandari menegaskan bahwa sejak awal mereka berkomitmen untuk mengangkat bahan baku lokal. Prinsip ini mencerminkan filosofi bisnis yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga pada dampak sosial.
“Kita memang fokusnya itu adalah mengangkat bahan baku lokal. Jadi kita pengin bersenergi dengan petani, dari hulu ke hilirnya itu kami memang coba,” ujarnya kepada Ayobandung.
Kolaborasi Battenberg3 dengan petani berlangsung dari Banjarnegara hingga Purwokerto, bahkan ke Jawa Timur. Tepung mocaf dari Banjarnegara, gula kelapa dari Purwokerto, hingga kakao Criollo dari Jember dan Malang menjadi bahan utama produk mereka. Kakao Criollo sendiri dikenal sebagai varietas langka dunia, dan keberadaannya di Indonesia menjadi aset berharga yang jarang disadari masyarakat luas.
“Varietas Criollo itu langka banget di dunia. Salah satunya ada di Indonesia, di Jawa Timur. Jadi kami berkolaborasi dengan petani di sana untuk mensupply coklatnya ke kami,” jelas perempuan yang karib disapa Wulan itu.
Langkah ini sejalan dengan tren nasional. Berdasarkan Sensus Pertanian 2023 dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki lebih dari 15,5 juta rumah tangga petani tanaman pangan dan 10,8 juta rumah tangga petani perkebunan. Angka ini menunjukkan betapa besar potensi kolaborasi antara UMKM dan petani dalam memperkuat rantai pasok pangan nasional.
Bappenas dalam RPJPN 2025–2045 juga menegaskan bahwa transformasi sistem pangan menjadi agenda penting pembangunan, dengan fokus memperkuat nilai tambah dari hulu ke hilir.
Bagi Battenberg3, edukasi konsumen sama pentingnya dengan produksi. Hal ini juga mencerminkan upaya untuk membangun kebanggaan terhadap produk lokal di kalangan masyarakat urban yang sering kali lebih akrab dengan brand impor.
“Kita pengen mengedukasi masyarakat juga kalau kita punya loh produk lokal dengan menggunakan bahan baku lokal. Tapi kita juga gak kalah loh sama produk-produk luar,” kata Wulan.
Bandung sendiri menjadi ekosistem yang mendukung lahirnya inovasi semacam ini. Dengan basis produksi di Bukit Dago untuk lini artisan dan di Buah Batu untuk lini masif, Battenberg3 memanfaatkan teknologi mesin untuk menjaga efisiensi, meski hanya dengan lima karyawan. Skala kecil ini justru memungkinkan mereka menjaga kualitas sekaligus tetap dekat dengan petani dan konsumen.

Dari sisi pasar, Battenberg3 menargetkan segmen menengah ke atas dengan harga Rp33.000 untuk ukuran kecil dan Rp61.000 untuk ukuran besar untuk produk bronies bite-nya. Strategi harga ini memang membatasi penetrasi ke pasar massal, tetapi sekaligus memperkuat positioning produk sebagai premium lokal yang berdaya saing global.
“Untuk market, produk kami ini untuk harganya ada di medium high, jadi segmen marketnya itu nggak bisa sembarang masuk. Kami juga melakukan riset sebelumnya,” jelas Wulan.
Ambisi Battenberg3 tidak berhenti di pasar domestik. Mereka kini tengah menjajaki ekspor ke Kanada, Brunei, Singapura, hingga Dubai. Targetnya adalah transaksi senilai Rp400 juta untuk satu kontainer berisi 400 ribu produk. Namun, tantangan tetap ada, terutama soal harga dan kemandirian ekspor.
“Jadi sebenarnya isu harga juga jadi salah satu isu kami untuk penetrasi ke pasar luar karena kami kan belum bisa mandiri untuk ekspor,” ungkap Wulan.
Meski demikian, langkah ini menunjukkan bahwa UMKM Bandung bisa menjadi jembatan antara petani lokal dan konsumen global. Narasi “lokal untuk global” yang diusung Battenberg3 sejalan dengan tren konsumen urban yang semakin peduli pada keberlanjutan, keaslian, dan dampak sosial dari produk yang mereka konsumsi.
Menurut data BPS, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional mencapai 13,83% pada Triwulan II 2025, menegaskan bahwa pertanian tetap menjadi tulang punggung ekonomi meski urbanisasi terus meningkat.
Bagi masyarakat urban, membeli produk Battenberg3 bukan sekadar menikmati cokelat atau brownies, tetapi juga berpartisipasi dalam gerakan sosial. Setiap gigitan membawa cerita tentang petani di Banjarnegara, Purwokerto, Jember, dan Malang yang kini memiliki akses pasar lebih luas.
“Semoga juga dengan saya membeli, istilahnya membeli ke mereka (petani) ini, otomatis mereka juga bisa mendapatkan income untuk keluarganya,” kata Wulan.
Ke depan, Battenberg3 berencana melakukan riset dan pengembangan terhadap kakao dari berbagai daerah lain di Indonesia, termasuk Jawa Barat, Bali, Flores, hingga Sumatera. Langkah ini tidak hanya memperkaya variasi produk, tetapi juga memperluas dampak pemberdayaan ke lebih banyak petani.
“Tidak menutup kemungkinan kedepannya kami juga akan coba R&D coklat-coklat dari Jawa Barat, Bali, Flores, bahkan Sumatera,” tambahnya.
Kisah Battenberg3 menjadi cermin dari tren besar yang kini menguat, di mana UMKM tidak lagi hanya dilihat sebagai penggerak ekonomi lokal, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial.
Dengan menghubungkan petani dan konsumen, mereka menciptakan rantai nilai yang lebih adil dan berkelanjutan. Di tengah tantangan globalisasi, narasi ini semakin relevan dan mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Pada akhirnya, pemberdayaan petani melalui UMKM bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal martabat. Dengan memastikan petani mendapatkan akses pasar dan harga yang layak, UMKM seperti Battenberg3 membantu menjaga keberlanjutan hidup keluarga-keluarga di desa.
Narasi ini penting diangkat, terutama di kota-kota besar seperti Bandung, agar masyarakat urban semakin sadar bahwa pilihan konsumsi mereka bisa membawa perubahan nyata.
“Harapannya pastinya saya bisa berdampak, bisa membawa dampak positif bagi customer-customer kami, buat lingkungan juga, buat masyarakat sekitar juga, buat petani-petani lokal, kolaborator kami di tempat yang masing-masing,” pungkas Wulan.
Alternatif pembelian produk UMKM Bandung, Battenberg3:
 