AYOBANDUNG.ID -- Bandung, kota yang dikenal sebagai surga kuliner, kembali menunjukkan daya tariknya sebagai pusat inovasi gastronomi lewat penyelenggaraan Tirta Lie’s Bakmi Festival pada 29 Oktober hingga 2 November 2025. Festival ini bukan hanya ajang makan mie, tetapi juga cerminan potensi pasar bakmi yang terus tumbuh dan berkembang di kota kreatif ini.
Mengusung konsep “Festival Rasa Restoran”, acara ini menghadirkan lebih dari 30 pedagang bakmi otentik dari berbagai daerah di Indonesia. Dari Kupang hingga Pontianak, dari Surabaya hingga Jakarta, setiap tenant membawa cita rasa khas yang memperkaya lanskap kuliner Bandung. Festival ini menjadi contoh konkret bagaimana pendekatan tematik dan kurasi otentik dapat mengangkat nilai ekonomi dan budaya dari satu jenis makanan.
Menurut Tirta Lie, kurator festival sekaligus sosok ikonik di dunia bakmi Indonesia, penyelenggaraan festival ini bukan sekadar bisnis, melainkan misi pelestarian rasa. “Kalau dibilang festival bakmi, cuman satu-satunya ya cuman saya. Karena satu-satunya festival yang paling tematik di Indonesia yang ada itu saya punya festival,” ujarnya saat ditemui Ayobandung.
Pasar bakmi di Indonesia sendiri memiliki potensi luar biasa. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi mie berbasis tepung terigu di Indonesia mencapai lebih dari 15 juta ton per tahun, dengan tren peningkatan di wilayah urban seperti Bandung. Hal ini menunjukkan bahwa bakmi bukan hanya makanan harian, tetapi juga bagian dari gaya hidup masyarakat perkotaan.
Bandung, dengan populasi lebih dari 2,5 juta jiwa dan tingkat kunjungan wisata yang tinggi, menjadi lahan subur bagi pertumbuhan bisnis kuliner berbasis mie. Data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung menunjukkan bahwa sektor kuliner menyumbang lebih dari 30% dari total pendapatan pariwisata kota pada tahun 2024.
Sebagai tuan rumah, General Manager Tenth Avenue Mall Bandung, Aditia Fahmi, menyampaikan bahwa kolaborasi dengan Tirta Lie merupakan strategi untuk memperkuat posisi mall sebagai destinasi keluarga. “Kami berharap acara ini dapat menjadi daya tarik baru bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya untuk menikmati pengalaman makan, bermain, dan bersantai di Tenth Avenue,” ujarnya.
Salah satu keunikan festival ini adalah penggunaan alat makan asli, bukan styrofoam atau plastik sekali pakai. Tirta Lie menyebut hal ini sebagai bentuk penghormatan terhadap konsumen. “Saya ingin menyajikan satu hal yang berbeda jadi membuat tuh konsumen itu merasa pantas,” katanya.

Festival ini juga menjadi percontohan pembauran yang jujur dan terstruktur. Area halal dan non-halal dipisahkan secara tegas, termasuk alat makan, tempat cuci, dan gerobak. “Kalau yang halal itu alat makannya putih, dan nampannya hitam. Kalau yang non-halal itu merah semuanya,” jelas Tirta.
Dengan 31 pedagang yang hadir, festival ini menampilkan 19 tenant non-halal dan 12 halal. Kota terjauh yang berpartisipasi adalah Kupang, dengan mie sei sapi yang khas. “Saya gak mau pedagangnya itu cuman asal bisa dagang, saya maunya tuh yang bener-bener otentik,” tegas Tirta.
Keanekaragaman bakmi Indonesia menjadi kekuatan utama festival ini. Dari mie Kocok Bandung, mie Gomak Batak, mie Letek Jawa, hingga mie Kakap Yogyakarta, setiap daerah punya cerita dan rasa yang unik. “Indonesia pemakan Bakmi nomor 2 terbesar di dunia. Tapi kalau untuk variasi mie, kita juara dunianya,” ujar Tirta.
Festival ini juga menjadi ruang edukasi dan dokumentasi. Tirta tengah merancang Encyclopedia Bakmi Nusantara, sebuah buku yang akan memetakan perjalanan bakmi dari Aceh hingga Papua. “Itu belum pernah ada. Jadi ini benar-benar satu kumpulan Bakmi-Bakmi Indonesia,” katanya.
Bandung dipilih bukan tanpa alasan. Tirta menyebut antusiasme warga Bandung luar biasa sejak pertama kali ia menggelar festival di kota ini pada 2023. “Waktu itu saya buat di Istana Plaza. Wah, antusiasmenya gila sekali,” kenangnya.
Dengan pendekatan yang inklusif dan tematik, Tirta Lie’s Bakmi Festival menjadi model ideal bagi pengembangan pasar kuliner berbasis UMKM. Festival ini membuktikan bahwa bakmi bukan sekadar makanan, tapi juga identitas dan kebanggaan budaya.
Dukungan terhadap UMKM dan pelestarian kuliner lokal menjadi benang merah dari setiap penyelenggaraan festival. Tirta berharap ke depan lebih banyak daerah bisa terlibat, termasuk mie Aceh, mie Jambi, dan mie Palembang. “Kalau udah semuanya, wah lebih seru lagi tuh,” katanya.
Festival ini juga menjadi peluang strategis bagi Bandung untuk memperkuat posisinya sebagai pusat wisata kuliner nasional. Dengan dukungan infrastruktur dan antusiasme masyarakat, Bandung punya potensi besar menjadi kota bakmi Indonesia.
Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Koperasi dan UMKM telah mencanangkan program “Kuliner Juara” yang bertujuan mengangkat produk lokal ke panggung nasional. Festival seperti ini menjadi mitra strategis dalam mewujudkan visi tersebut.
Selain itu, data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa sektor makanan dan minuman menyumbang lebih dari 38% terhadap total PDB industri pengolahan nonmigas pada 2024. Artinya, kuliner bukan hanya budaya, tapi juga motor ekonomi.
Dengan pendekatan kurasi yang ketat, pengalaman makan yang nyaman, dan dukungan terhadap UMKM, Tirta Lie’s Bakmi Festival bisa menjadi contoh bagaimana satu jenis makanan bisa menjadi gerakan sosial dan ekonomi.
“Saya ingin menjadikan festival ini sebagai percontohan pembauran yang jujur dan otentik. Karena Indonesia kaya banget untuk varian bakmi tuh dari Aceh sampai Papua, ada dan beda-beda," ujar Tirta.
Alternatif kuliner bakmi atau produk UMKM serupa:
