AYOBANDUNG.ID — Konflik agraria yang terus berulang di Kota Bandung mendorong berbagai elemen warga untuk saling menguatkan. Dari kegelisahan itu, ruang diskusi dibuka sebagai upaya merawat solidaritas dan memperjuangkan hak atas tanah.
Aliansi Bandung Melawan menggelar Diskusi Publik bertema “Jaga Lahan Lawan Tiran” pada 12 Desember 2025 di Balai RW Dago Elos, Kota Bandung.
Diskusi ini dilatarbelakangi oleh semangat solidaritas lintas wilayah dalam merespons berbagai konflik agraria, sekaligus meningkatkan kesadaran publik terhadap praktik represif aparat yang kerap terjadi di titik-titik konflik.
Aliansi Bandung Melawan bersama Dago Melawan, Sukahaji Melawan, dan Cihampelas Melawan menyoroti sengketa lahan di sejumlah kawasan yang dinilai masih terus berlarut dan menuntut perjuangan bersama.
Mereka menilai kekerasan aparat yang melibatkan ormas terhadap warga sipil—mulai dari intimidasi, kriminalisasi, penggunaan gas air mata tanpa kendali, penangkapan sewenang-wenang, hingga berbagai tindakan represif lainnya—menjadi bukti pembiaran negara terhadap warganya yang rentan.
Salah satu pembicara dari Sukahaji, Felix, mengungkapkan adanya intimidasi verbal yang dilakukan aparat negara terhadap warga.
“Aparat ikut mengintimidasi secara verbal agar warga pergi dari tanahnya,” ujarnya.
Ia kemudian mencontohkan peristiwa yang dialami warga Sukahaji.
Felix juga menyoroti kasus kekerasan fisik terhadap warga. Ia menyebut salah satu korban pemukulan, Kak Ili, hingga kini belum mendapatkan keadilan karena pelaku belum ditangkap.
Menurut Felix, hingga kini tidak ada satu pun pihak lawan dari unsur ormas yang ditangkap, meski terjadi berbagai pelanggaran.
“Mau itu kebakaran, pemukulan, maupun penyimpangan lainnya, tidak ada yang ditangkap. Itu PR besar bagi kepolisian,” pungkasnya.
Diskusi dan aksi ini bertujuan mendesak perlindungan hak-hak warga sipil sekaligus menghentikan praktik impunitas yang kerap menyertai konflik lahan di Kota Bandung.
Sementara Ketua Dago Melawan, Angga, menegaskan pentingnya membangun gerekan yang terorganisir.
“Jangan sampai kita hanya bertahan dan bertahan. Bertahan, lalu runtuh, laporan. Bertahan, dihajar, lalu menyusun strategi pertahanan yang lain,” ujarnya.
Ia mendorong penguatan basis warga di kawasan konflik.
“Susun kekuatan baru, bangun pengorganisiran. Bukan hanya satu-dua rumah yang terjaga, tapi satu rangkaian gerakan yang terorganisir,” kata dia.
