5 PR Literasi Religi Kita

Arfi Pandu Dinata
Ditulis oleh Arfi Pandu Dinata diterbitkan Rabu 15 Okt 2025, 20:12 WIB
Di sinilah letak masalah literasi religi, kita masih punya banyak PR yang belum selesai. (Sumber: Pexels/Janko Ferlic)

Di sinilah letak masalah literasi religi, kita masih punya banyak PR yang belum selesai. (Sumber: Pexels/Janko Ferlic)

Kita ini bangsa yang kelihatannya religius sekali. Rumah ibadah selalu ramai, perayaan keagamaan penuh sesak, dan media sosial tak pernah kehabisan konten ceramah. Bahkan kampanye politik, branding kurikulum sekolah, sampai paket wisata pun sering membawa gerbong agama.

Namun pertanyaannya, apakah literasi religi kita sudah benar-benar memadai? Atau justru sebaliknya, etos religius ini malah berpotensi menimbulkan petaka, apalagi di tengah masyarakat yang sering dibuat emosional dan mudah tersulut oleh isu yang dikemas dengan iming-iming agama?

Di titik ini, agama sering kali dimainkan bukan pada substansinya, tapi pada simbolnya. Jargon, merek, dan klaim kebenaran. Padahal literasi religi mestinya mencakup cara kita memahami, menghayati, dan menghubungkan nilai-nilai agama dengan kehidupan nyata. Dan di sinilah letak masalahnya, kita masih punya banyak PR yang belum selesai.

1. Hafal, Literal, dan Dangkal

Coba ingat pelajaran agama waktu sekolah. Apa yang kita kejar? Setoran hafalan, mantra, nama-nama tokoh? Semua penting, tentu saja. Tapi kalau berhenti di sana, hasilnya adalah orang yang seolah-olah tahu banyak khazanah agama, tanpa mengerti pada arahnya.

Pendekatannya pun cenderung literal. Teks agama dibaca hitam-putih tanpa ruang tafsir. Agama diperlakukan seperti tidak punya induk sejarah, tidak berinteraksi dengan ruang kehidupan yang lebih kompleks.

Yang lebih mengerikan, pemahaman agama sering disamakan secara esensial dengan pendapat tokoh, lembaga keagamaan, atau provokasi yang berseliweran hari ini. Padahal jelas ia punya konteks sosial, ideologi, bahkan kepentingan tertentu. Tapi hal-hal seperti ini tampaknya tidak pernah diajarkan secara terbuka.

Kita tidak pernah diajak bertanya, “kenapa pandangan ini muncul?” atau “apa yang berubah dari masa ke masa?”. Akibatnya, kita belajar agama tanpa tahu cara berpikir teologis. Hasilnya ialah iman yang kaku, mudah tersinggung, dan dangkal.

2. Menyembunyikan Keragaman

Masalah berikutnya, literasi religi kita sering menutupi keniscayaan aka keberagaman. Baik di dalam agama sendiri, maupun hubungannya dengan agama lain.

Padahal setiap agama punya kekayaan kosmik yang panjang dan berlapis. Ada aliran, mazhab, denominasi, interpretasi, dan tradisi yang semuanya tumbuh dari cara berpikir yang berbeda. Tapi di ruang-ruang kita mengenal agama, yang diajarkan hanya satu versi. Versi kita sendiri atau yang diklaim resmi.

Kita tidak diajak mengenal perbedaan pandangan sejak dalam agama sendiri. Akhirnya, kita kaget begitu tahu bahwa di luar sana ada cara berpikir lain yang juga sah. Sependek ada organisasi keagamaan dengan praktik yang berbeda.

Begitu juga soal agama lain. Sering kali kita hanya diajarkan nama dan jumlahnya, bukan soal dunianya. Itupun sebetulnya masih mending, ketimbang tidak sama sekali apalagi dipandang sebagai lawannya.

Mengenal perbedaan bukan berarti menumbuhkan kebingungan. Justru sebaliknya, ia menumbuhkan kedewasaan intelektual dan empati spiritual.

3. Minim Refleksi Moral dan Keteladanan

Lucu, literasi religi yang mestinya jadi tempat menanamkan akhlak, seringkali gagal menghadirkan refleksi etis.

Kita diajari “berbuat baik”, tapi tidak dijelaskan mengapa sesuatu dianggap baik. Kita tahu mana dosa dan mana karma, tapi tidak pernah diajak berpikir alasan sesuatu disebut cela, atau makna moral di baliknya.

Dalam keluwesan itu, agama menjadi ruang yang menentramkan, bukan menakutkan. (Sumber: Pexels/Pok Rie)
Dalam keluwesan itu, agama menjadi ruang yang menentramkan, bukan menakutkan. (Sumber: Pexels/Pok Rie)

Belajar agama akhirnya hanya berhenti di aturan, bukan kesadaran. Kita sibuk memastikan bentuk luar, tapi lupa menggali isinya. Lupa memetik buah-buahnya.

Karakter luput dari sesuatu yang kita sebut sebagai agama. Empati, kesederhanaan, dan tanggung jawab seolah-olah nihil. Pendidikan agama hanya jadi daftar larangan dan ancaman. Ia kehilangan daya ubahnya terhadap budi pekerti manusia. Dan kita sudah lama kehilangan keteladanan ini.

4. Tidak Kontekstual, dan (Jujur Saja) Membosankan

Belajar agama bisa, dan seharusnya, menyenangkan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Kaku, bahasanya formal, kadang menghakimi, dan topiknya jauh dari kehidupan sehari-hari.

Padahal nilai-nilai agama bisa dikaitkan dengan banyak hal, lingkungan, sains, kemanusiaan, gender, budaya pop, bahkan politik. Bayangkan kalau pelajaran agama membahas, misalnya, bagaimana nilai religius bisa memandu kita menghadapi budaya check-out dan bayar nanti, atau bagaimana ajaran etika agama bisa peduli pada masalah kesehatan mental.

Kita juga punya tradisi lokal yang kaya dengan nilai spiritual, tapi sayangnya sering diabaikan. Literasi religi seharusnya juga kreatif, mengembangkan strategi-strategi yang buat kita betah berlama-lama. 

Kalau saja pendekatannya dibuat seasyik ini, belajar agama tidak lagi jadi beban, tapi jadi ruang dialog yang berkesan.

5. Spiritualitas yang Kering

Masalah terakhir ini yang paling sulit dirasakan tapi paling penting. Ialah spiritualitas kita yang gersang.

Kita tahu banyak tentang agama, tapi jarang benar-benar mengalami kedalaman batinnya. Kita bersembahyang, tapi apakah kita larut dan terkoneksi di dalamnya?

Literasi religi kita terlalu fokus pada bentuk luaran. Ruang esoteris jarang dieksplorasi. Pengalaman, perasaan, sensasi, kesadaran, dan perjumpaan personal dengan nilai-nilai yang kita imani, hampir selalu dipinggirkan.

Andai saja belajar agama bisa membuka ruang seperti ini, mungkin orang tak akan sekadar tahu agama, tapi benar-benar meraga-sukma dalam hidupnya.

Masalah-masalah ini tentu tidak muncul begitu saja. Kita lama sekali memperlakukan agama seperti barang antik yang harus dijaga dari debu kritik. Meningkatkan literasi religi berarti berani meneratas jalan baru, melihat bahwa ajaran agama selalu berinteraksi dengan sejarah, budaya, dan ilmu pengetahuan. Bahwa yang sakral bisa berjalan beriringan dengan zaman.

Kita butuh literasi religi yang reflektif, kontekstual, dan manusiawi. Yang tidak hanya mengajarkan hafalan, tapi mengajarkan cara berpikir. Tidak hanya dunia yang ada di sana, tapi juga kemanusiaan di sini.

Ayo beres-beres, kita mulai dari diri sendiri. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Arfi Pandu Dinata
Menulis tentang agama, budaya, dan kehidupan orang Sunda
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

Religiusitas Pengemis

Ayo Netizen 11 Sep 2025, 14:27 WIB
Religiusitas Pengemis

Int(Earth)Religious Dialogue

Ayo Netizen 12 Okt 2025, 10:32 WIB
Int(Earth)Religious Dialogue

News Update

Ayo Netizen 10 Des 2025, 21:09 WIB

Minat Baca Warga Bandung Masih Rendah meski Fasilitas Mencukupi, Catatan untuk Wali Kota

Menyoroti masalah rendahnya minat baca di Bandung meski fasilitas memadai.
Sebuah Street Library tampak lengang dengan buku-buku yang mulai berdebu di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (05/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Adellia Ramadhani)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:16 WIB

Bubur Mang Amir, Bubur Ayam Termurah se-Dunia Seporsi Cuma Rp5.000

Pengakuan Mang Amir, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun.
Pengakuan Mang Amir, penjual bubur seporsi Rp5.000, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:02 WIB

Bandung untuk Mobil Pribadi atau Bandung untuk Warga?

Kota yang terlalu banyak bergantung pada kendaraan adalah kota yang rentan.
Warga bersepeda di kawasan Alun-alun Bandung. (Sumber: Arsip pribadi | Foto: Djoko Subinarto)
Ayo Biz 10 Des 2025, 20:02 WIB

Ketika Pekerja Kehilangan Rasa Aman: PHK Menguak Luka Sosial yang Jarang Terlihat

Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial.
Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 19:51 WIB

Karya Anak Muda Bandung yang Hadirkan Identitas dalam Brand Fashion Berjiwa Bebas

Brand lokal ini membawa semangat bebas dan berani, mewakili suara anak muda Bandung lewat desain streetwear yang penuh karakter.
Tim urbodycount menata koleksi kaos edisi terbaru di atas mobil sebagai bagian dari proses pemotretan produk di Buahbatu Square Jl.Apel 1 NO.18, Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/11/2025) (Sumber: Rahma Dewi | Foto: Rahma Dewi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 18:19 WIB

Soerat Imadjiner oentoek Maurenbrecher

Sebuah inspirasi unutk Wali Kota Bandung dan wakilnya, demi kemajuan Bandung.
Suasana Jalan Asia Afrika (Groote Postweg) Kota Bandung zaman kolonial Belanda. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 17:34 WIB

Sibuk Romantisasi Tak Kunjung Revitalisasi, Angkot Kota Bandung 'Setengah Buntung'

Kritik dan Saran terhadap Wali Kota Bandung terkait revitalisasi angkot Bandung.
Angkot Kota Bandung yang mulai sepi peminat di Dipatiukur, (7/12/2025). (Foto: Andrea Keira)
Ayo Jelajah 10 Des 2025, 17:03 WIB

Hikayat Terminal Cicaheum, Gerbang Perantau Bandung yang jadi Sarang Preman Pensiun

Sejarah Terminal Cicaheum sebagai pintu perantau Bandung. Terminal ini hidup abadi lewat budaya populer Preman Pensiun saat fungsi aslinya perlahan menyusut.
Suasana Terminal Cicaheum, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 16:26 WIB

Untuk Siapa Sebenarnya Sidewalk Diperuntukkan?

Keberadaan trotoar yang layak dan aman dapat mendorong masyarakat untuk lebih banyak berjalan kaki serta mengurangi kemacetan dan polusi.
Trotoar di Jalan Braga yang dipenuhi PKL. (Foto: Author)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:30 WIB

Sarana Bus Trans Metro Jabar Terus Meningkat, Halte Terbengkalai Tak Diperhatikan Wali Kota Bandung?

Di balik itu Metro Jabar Trans banyak disukai warga, beberapa halte malah dibiarkan terbengkalai.
Prasarana halte di daerah Mohamad Toha yang terlihat banyak coretan dan kerusakan tak terurus menyebabkan ketidaknyamanan bagi penumpang, pada 30 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Nufairi Shabrina)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:13 WIB

Penumpukan Sampah di Ujung Berung Sudah Tidak Terkendali, Warga Mulai Kewalahan

Artikel ini membahas tentang kondisi kebersihan yang ada di Kota Bandung terutama di Ujung Berung.
Penumpukan sampah terlihat berserakan di di Jalan Cilengkrang, Kawasan Ujung Berung, pada Senin, 1 Desember 2025 pukul 07.30 WIB. (Foto: Sumber Muhamad Paisal). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Muhamad Paisal)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:37 WIB

Masa Depan Bandung Antara Julukan Kota Kreatif dan Problematika Urban

Kota Bandung telah lama dikenal sebagai kota kreatif atau dengan julukan Prestisius (Unesco City of Design).
Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk tapi juga ruang hidup yang terus berdenyut dengan  semangat pluralisme dan kreativitas. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Titania Zalsyabila Hidayatullah)
Beranda 10 Des 2025, 12:37 WIB

Belasan Jurnalis Dalami Fungsi AI untuk Mendukung Kerja Redaksi

Inisiatif ini ditujukan untuk memperkuat kemampuan jurnalis Indonesia, khususnya dalam verifikasi digital lanjutan, investigasi, serta pemanfaatan berbagai teknologi AI generatif.
Training of Trainers (ToT) "AI for Journalists".
di Hotel Mercure Cikini, Jakarta.
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:22 WIB

Cager, Bager, Bener: Filosofi Sopir Online Bandung di Jalanan Kota

Mengutamakan profesionalisme serta nilai-nilai saling menghormati agar perjalanan tetap nyaman dan aman setiap hari.
Seorang driver online tengah tersenyum ramah menunggu penumpangnya di tengah keramaian jalanan, menerapkan nilai cageur, bager, bener dalam layanan transportasi – Bandung, Sabtu (01/11/2025) (Foto: Bunga Kemuning A.D)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 10:29 WIB

Batagor dan Baso Cuankie Serayu, Kuliner Sederhana yang Selalu Ramai di Cihapit

Batagor dan Cuankie Serayu masih mempertahankan daya tariknya hingga kini.
Suasana Antre Batagor dan Baso Cuankie Serayu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Miya Siti Nurimah)
Beranda 10 Des 2025, 09:42 WIB

Jomlo Menggugat: Saat Urusan Personal Berubah Jadi Persoalan Sosial

Di berbagai fase hidupnya, perempuan tetap saja berhadapan dengan ekspektasi sosial yang meminta mereka mengikuti nilai-nilai yang sudah lama tertanam.
Ilustrasi (Sumber: Pixabay | Foto: congerdesign)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 08:44 WIB

Akhir Pekan di Bandung Bukan Wisata, tetapi Ujian Kesabaran di Tengah Arus Padat

Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan
Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan. (Dok. Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 07:41 WIB

Knalpot Bising: Dari Keluhan Masyarakat hingga Harapan Kota Tenang

Knalpot bising masih mengganggu warga Bandung. Razia yang tidak konsisten membuat pelanggar mudah lolos.
Suara bising nan kencang memantul di jalanan hingga membuat kita tak terasa tenang. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 20:00 WIB

Beban Hidup Mencekik dan Tingginya Pengangguran Bukti Kegagalan Wali Kota Bandung?

Kenaikan biaya hidup dan syarat kerja tidak masuk akal memperparah 100 ribu pengangguran di Bandung.
Tingginya angka pengangguran memaksa warga Bandung beralih menjadi pekerja serabutan. (Sabtu, 06 Desember 2025). (Sumber: Penulis | Foto: Vishia Afiath)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 19:53 WIB

Tanggapan Wisatawan tentang Kualitas Fasilitas Bandros di Bandung

Kritik serta saran mengenai fasilitas bandros yang ada di Kota Bandung.
Bandros di Kota Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis)