Sejarah Bandara Husein Sastranegara Bandung, Berawal dari Tanah Becek di Cipagalo

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Senin 22 Sep 2025, 20:24 WIB
Salah satu pesawat milik Belanda di Lapangan Terbang Andir (Bandara Husein Sastranegara) tahun 1937.

Salah satu pesawat milik Belanda di Lapangan Terbang Andir (Bandara Husein Sastranegara) tahun 1937.

AYOBANDUNG.ID - Bandara Husein Sastranegara di Bandung punya kisah lahir yang agak ajaib. Bayangkan saja, awalnya hanya berupa lapangan terbang seadanya yang lebih cocok untuk main bola daripada mendaratkan pesawat. Namun kolonial Belanda menjadikannya cikal bakal bandara. Dari sana, pesawat-pesawat awal di Priangan terbang rendah, membawa kisah penerbangan yang kemudian menjelma jadi sejarah panjang kebandarudaraan di Tatar Sunda.

Sejarah bandara ini erat kaitannya dengan masa kolonial Belanda, perkembangan Angkatan Udara di Indonesia, dan sosok seorang perintis penerbang muda yang gugur di usia 27 tahun: Husein Sastranegara. Kisah panjang itu tak langsung bermula dari sosok Husein. Ada episode kolonial lebih dulu, ketika Belanda sibuk membangun sarana udara di Priangan. Dari situlah, jalan menuju bandara yang kelak memakai namanya perlahan disiapkan.

Ceritanya dimulai pada 1917, saat pemerintah Hindia Belanda membangun stasiun radio di Rancaekek. Setahun kemudian, mereka mulai kepikiran untuk bikin lapangan terbang. Maklum, dunia lagi heboh dengan pesawat terbang yang baru saja unjuk gigi di Perang Dunia I. Bandung, kota yang sejuk, ternyata masuk radar. Maka dibangunlah lapangan terbang sederhana di Cipagalo, Sukamiskin. Lapangannya tidak pakai aspal, hanya tanah diratakan, diperkeras sedikit, lalu diberi garis imajiner. Peresmiannya pada 1920 agak nyeleneh: sebuah pesawat percobaan hanya bisa terbang sebentar setinggi 50 meter. Itu pun sudah dianggap sukses besar.

Tapi, Bandung punya satu musuh abadi: tanah becek. Landasan Cipagalo tak bisa dipakai maksimal. Maka Belanda pun mencari lahan baru. Pilihannya jatuh ke daerah Cicukang, Desa Cibeureum, wilayah Andir. Tahun 1921, di atas lahan seluas 45 hektare yang dibeli dari rakyat, berdirilah Lapangan Terbang Andir. Masih sederhana memang, tapi cukup untuk jadi markas Luchtvaart Afdeling alias Angkatan Udara Hindia Belanda.

Baca Juga: Reaktivasi Bandara Husein Simalakama Buat Kertajati

Lapangan ini berbatasan dengan Desa Cibeureum di barat, Sungai Cilimus di timur, Cibogo di utara, dan rel kereta Maleber di selatan. Pesawat-pesawat pertama yang mendarat pun punya nama eksotis ala 1920-an: Avro, Glen Martin, hingga Koelhoven. Bangunan pendukung juga perlahan muncul: hanggar, kantor pos, kantin perwira, sampai gudang panjang. Sebagian bekas bangunannya masih berdiri di kawasan Lanud Husein Sastranegara hingga kini.

Pada awal abad ke-20, kawasan Andir hanyalah lahan lapang, penuh tanah becek yang kalau diinjak bisa bikin sepatu kulit kolonial jadi belepotan. Tapi justru dari tanah becek itulah sejarah penerbangan modern di Bandung bermula.

Dari Belanda ke AURI

Sejarah kemudian berbelok drastis. Usai Indonesia merdeka, Belanda masih ogah melepas kendali. Baru lewat Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949, mereka setuju menyerahkan kekuasaan. Termasuk soal pangkalan udara. PAU Andir jadi salah satu yang pertama diserahkan. Pada 20 Januari 1950, AURI resmi menerima bagian utara lapangan udara ini. Sisanya, bagian selatan, baru diserahkan 12 Juni 1950.

Serah terima itu dilakukan cukup khidmat. Mayor EJ van Kappen mewakili Belanda, sementara dari pihak AURI hadir Mayor Udara Wiwiko Soepono. Fasilitasnya antara lain tiga pesawat C-47 Dakota, tiga pesawat latih Harvard, dan tujuh pesawat Piper Cub yang akrab dipanggil "Capung". Dari sinilah AURI mulai membangun kemandirian.

Setelah penyerahan itu, bandara Andir jadi salah satu pangkalan strategis Indonesia. Bukan hanya soal militer, tapi kelak juga sipil. Namun, sebelum nama Husein Sastranegara dipakai, Andir masih dikenal sebagai pangkalan peninggalan Belanda yang berubah jadi simbol kedaulatan.

Tampakan foto udara Lapangan Terbang Andir (Bandara Husein Sastranegara) tahun 1930-an. (Sumber: Tropenmuseum)
Tampakan foto udara Lapangan Terbang Andir (Bandara Husein Sastranegara) tahun 1930-an. (Sumber: Tropenmuseum)

Baca Juga: Sejarah Pertempuran Gedung Sate, 4 Jam Jahanam di Jantung Bandung

Siapa Husein Sastranegara?

Bandara Andir kemudian berganti nama menjadi Bandara Husein Sastranegara pada 17 Agustus 1952. Nama ini diambil dari seorang perwira penerbang muda yang gugur pada 1946.

Husein lahir pada 20 Januari 1919 di Cilaku, Cianjur. Ia berasal dari keluarga ningrat Priangan, anak kedelapan dari 14 bersaudara. Ayahnya, Raden Demang Ishak Sastranegara, pejabat pemerintahan kolonial yang pernah jadi Wedana Ujungberung dan Patih Tasikmalaya. Dari keluarga ini, Husein tumbuh tanpa rasa minder di hadapan Belanda.

Sejak kecil ia sekolah di ELS (Europese Lagere School) lalu HBS di Bandung dan Jakarta. Setelah itu ia masuk Technische Hogeschool (kini ITB). Tapi hidupnya berubah ketika Belanda membuka kesempatan bagi pribumi untuk belajar penerbangan militer. Tahun 1939, Husein mendaftar ke sekolah penerbang Kalijati, Subang. Dari sepuluh siswa pribumi yang masuk, hanya lima yang lulus dapat brevet, termasuk Husein.

Sayangnya ia hanya mendapat Kleine Militaire Brevet, lisensi untuk menerbangkan pesawat bermesin tunggal. Meski begitu, semangatnya tak surut. Ketika Jepang datang, Husein malah berbelok jadi inspektur polisi di Sukabumi. Setelah proklamasi kemerdekaan, ia masuk BKR dan akhirnya kembali ke dunia penerbangan bersama AURI.

Baca Juga: Serdadu Cicalengka di Teluk Tokyo, Saksi Sejarah Kekalahan Jepang di Perang Dunia II

Di Yogyakarta, Husein jadi instruktur sekaligus perwira operasi AURI. Ia sering menerbangkan pesawat rongsokan peninggalan Jepang: Cureng, Cukiu, sampai Hayabusha. Pada 21 Mei 1946, ia ikut terbang formasi dari Maguwo ke Gorda, Serang. Ia juga terlibat dalam banyak penerbangan ke berbagai daerah untuk mendukung republik muda.

Tragisnya, usia Husein hanya sampai 27 tahun. Pada 26 September 1946, saat melakukan test flight pesawat Cukiu di Yogyakarta, pesawatnya jatuh dan terbakar. Ia gugur bersama teknisi Rukidi. Husein meninggalkan seorang istri dan tiga anak kecil.

Lantaran jasanya, pangkatnya dinaikkan menjadi Komodor Udara anumerta. Ia juga dianugerahi Bintang Garuda dan Satyalencana Perang Kemerdekaan. Dan pada 17 Agustus 1952, nama Lapangan Udara Andir resmi diganti menjadi Lanud Husein Sastranegara.

Berubah jadi Bandara Sipil

Walaupun awalnya murni pangkalan militer, perlahan Bandara Husein Sastranegara juga dipakai untuk penerbangan sipil. Letaknya di tengah kota Bandung membuatnya mudah diakses, tapi juga jadi biang kemacetan. Pada dekade 1970-an dan 1980-an, bandara ini jadi pintu masuk wisatawan domestik maupun mancanegara ke Bandung.

Situasi Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, tampak lengang. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Situasi Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, tampak lengang. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Berbagai maskapai besar macam Garuda Indonesia, Merpati Nusantara, sampai Bouraq pernah hilir mudik di sini. Pada awal 2000-an, dengan booming wisata belanja dan kuliner Bandung, Husein Sastranegara makin sibuk. Apalagi setelah penerbangan murah (low-cost carrier) bermunculan. Bandara ini jadi saksi hidup perjalanan Bandung dari kota militer ke kota wisata.

Tapi, masalah klasik tetap sama: bandara ini terlalu kecil untuk kota sebesar Bandung. Landasannya hanya sekitar 2.200 meter, terbatas untuk pesawat berbadan sedang. Bahkan sering ada lelucon, kalau pesawat mendarat agak meleset sedikit, bisa sekalian parkir di rumah warga sekitar.

Baca Juga: Bandara Husein Setia Terbilang, Lima Penumpang Datang dan Hilang

Karena itu, sejak lama muncul wacana memindahkan bandara ke Kertajati, Majalengka. Meski begitu, Husein tetap punya tempat istimewa di hati orang Bandung. Ada nuansa historis, ada juga romantisme: bandara kecil yang selalu ramai dan terasa dekat dengan kehidupan kota.

Sejarah Bandara Husein Sastranegara adalah cerita tentang lapangan becek yang disulap Belanda jadi pangkalan udara, tentang peralihan kedaulatan lewat KMB, tentang sosok pemuda ningrat yang gugur muda namun diabadikan namanya, hingga transformasi menjadi bandara sipil yang sibuk. Dari Andir ke Husein, dari pesawat Avro ke Boeing, dari tanah Priangan ke langit dunia.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 12 Nov 2025, 11:44 WIB

West Java Festival, Konser Musik atau Acara Budaya?

West Java Festival 2025 tak lagi sekadar konser. Mengusung tema 'Gapura Panca Waluya'.
West Java Festival 2025 (Foto: Demas Reyhan Adritama)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 11:06 WIB

Burayot, Camilan Legit Khas Priangan yang Tersimpan Rahasia Kuliner Sunda

Bagi orang Sunda, burayot bukan sekadar pengisi perut. Ia adalah bagian dari kehidupan sosial.
Burayot. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 10:45 WIB

Tak Pernah Takut Coba Hal Baru: Saskia Nuraini Sang Pemborong 3 Piala Nasional

Saskia Nuraini An Nazwa adalah siswi berprestasi tingkat Nasional yang menginspirasi banyak temannya dengan kata-kata.
Saskia Nuraini An Nazwa, Juara 2 lomba Baca Puisi, Juara 3 lomba unjuk bakat, juara terbaik lomba menulis puisi tingkat SMA/SMK tingkat Nasional oleh Lomba Seni sastra Indonesia dengan Tema BEBAS Jakarta. (Sumber: SMK Bakti Nusantara 666)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 10:24 WIB

Bandung Macet, Udara Sesak: Bahaya Asap Kendaraan yang Kian Mengancam

Bandung yang dulu dikenal sejuk kini semakin diselimuti kabut polusi.
Kemacetan bukan sekadar gangguan lalu lintas, tapi cerminan tata kelola kota yang belum sepenuhnya adaptif terhadap lonjakan urbanisasi dan perubahan perilaku mobilitas warganya. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 09:47 WIB

Ketika Integritas Diuji

Refleksi moral atas pemeriksaan Wakil Wali Kota Bandung.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin. (Sumber: Pemprov Jabar)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 09:36 WIB

Perpaduan Kenyal dan Lembut dari Donat Moci Viral di Bandung

Setiap gigitan Mave Douchi terasa lembut, manisnya tidak giung, tapi tetap memanjakan lidah.
Donat mochi lembut khas Mave Douchi dengan tekstur kenyal yang jadi favorit pelanggan (Foto: Zahwa Rizkiana)
Ayo Jelajah 12 Nov 2025, 08:39 WIB

Sejarah Letusan Krakatau 1883, Kiamat Kecil yang Guncang Iklim Bumi

Sejarah letusan Krakatau 1883 yang menewaskan puluhan ribu jiwa, mengubah iklim global, dan menorehkan bab baru sejarah bumi.
Erupsi Gunung Krakatau 1883. (Sumber: Dea Picture Library)
Ayo Biz 11 Nov 2025, 21:04 WIB

Mama Inspiratif dan Perjuangan Kolektif Mengembalikan Sentuhan Nyata dalam Pengasuhan

Tak sedikit orang tua yang merasa gamang menghadapi kenyataan bahwa anak-anak kini tumbuh dalam dunia yang tak bisa lepas dari layar.
Ilustrasi. Tak sedikit orang tua yang merasa gamang menghadapi kenyataan bahwa anak-anak kini tumbuh dalam dunia yang tak bisa lepas dari layar. (Foto: Freepik)
Ayo Biz 11 Nov 2025, 18:39 WIB

Dari Studio Kecil hingga Panggung Nasional, Bandung Bangkit Lewat Nada yang Tak Pernah Padam

Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk dan arsitektur kolonial yang memesona tapi juga 'rahim' dari gelombang musik yang membentuk identitas Indonesia sejak era 1960-an.
Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk dan arsitektur kolonial yang memesona tapi juga 'rahim' dari gelombang musik yang membentuk identitas Indonesia sejak era 1960-an. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Jelajah 11 Nov 2025, 17:22 WIB

Hikayat Buahbatu, Gerbang Kunci Penghubung Bandung Selatan dan Utara

Pernah jadi simpul logistik kolonial dan medan tempur revolusi, Buahbatu kini menjelma gerbang vital Bandung Raya.
Suasana Buahbatu zaman baheula. (Sumber: Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat)
Ayo Biz 11 Nov 2025, 17:00 WIB

Proyeksi Ekonomi Jawa Barat 2025: Menakar Potensi dan Risiko Struktural

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2025 diproyeksikan tetap solid, meski dibayangi oleh dinamika global dan tantangan struktural domestik.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2025 diproyeksikan tetap solid, meski dibayangi oleh dinamika global dan tantangan struktural domestik. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 15:20 WIB

Bakmi Tjo Kin Braga Jadi Ikon Kuliner yang Tak Lekang Waktu

Sejak 1920 Bakmi Tjo Kin telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kuliner Bandung, sebuah warung tua yang bernuansa klasik ini terletak di Jalan Braga No. 20
Tampak Depan Warung Bakmi Tjo Kin (Foto: Desy Windayani Budi Artik)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 14:38 WIB

Bandung, Antara Heritage dan Hype

Bangunan heritage makin estetik, tapi maknanya makin pudar. Budaya Sunda tersisih di tengah tren kafe dan glamping.
Salah satu gedung terbengkalai di pusat Kota Bandung. (Sumber: Pexels/Muhamad Firdaus)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 14:21 WIB

Mengintip Cara Pengobatan Hikmah Therapy yang 'Nyentrik' di Bandung

Praktik pijat organ dalam di Bandung yang memadukan sentuhan, doa, dan ramuan herbal sebagai jalan pemulihan tubuh dan hati.
Ibu Mumut berada di ruang depan tempat praktik Hikmah Therapy. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Fira Amarin)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 14:00 WIB

Potret Inspiratif Cipadung Kidul dari Sales Keliling hingga Kepala Seksi Kelurahan

Budi Angga Mulya, Kepala Seksi Pemerintahan Cipadung Kidul, memaknai pekerjaannya sebagai bentuk pengabdian.
Kepala Seksi Pemerintah Kelurahan Cipadung Kidul, Budi Angga Mulya (Foto: Zahwa Rizkiana)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 13:05 WIB

Menapak Jejak Pandemi dalam Galeri Arsip Covid-19 Dispusipda Jawa Barat

Dispusipda Jawa Barat menghadirkan Galeri Arsip Covid-19 sebagai ruang refleksi dan edukasi bagi masyarakat.
Koleksi Manekin Alat Pelindung Diri (APD) dikenal dengan nama baju Hazmat yang mengenakan tenaga kesehatan dalam menangani Covid 19 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Fereel Muhamad Irsyad A)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 11:25 WIB

ASN Frugal Living, Jalan Selamat ASN dari Jerat Cicilan dan Inflasi?

Dengan frugal living, ASN dapat menjaga integritas dan stabilitas keuanganny
Ilustrasi ASN. (Sumber: Pexels/Junior Developer)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 10:41 WIB

Goyobod Legendaris Harga Kaki Lima Kualitasnya Bintang Lima

Goyobod Nandi sudah berjualan sejak 1997 yang tetap bertahan hingga sekarang.
Ilustrasi es goyobod. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Afrogindahood)
Ayo Netizen 11 Nov 2025, 09:47 WIB

Bandung Lautan Macet Saat Liburan Akhir Pekan

Bandung yang sering dielu-elukan karena memiliki beberapa spot yang bisa mendatangkan ketenangan.
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jembatan Layang Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Kota Bandung, Jumat 19 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)