Jejak Sejarah Kelahiran Partai Faisis Indonesia di Bandung, Supremasi ala Pribumi yang Bikin Heboh Wangsa Kolonial

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Minggu 21 Sep 2025, 16:07 WIB
Kongres kedua Partai Indonesia Raya (Parindra) yang berhaluan fasis di Bandung tahun 1939. (Sumber: KITLV)

Kongres kedua Partai Indonesia Raya (Parindra) yang berhaluan fasis di Bandung tahun 1939. (Sumber: KITLV)

AYOBANDUNG.ID - Hawa Bandung yang dingin biasanya meninabobokan siapa saja yang datang. Tapi tahun 1933, kesejukan itu mendadak terasa sumuk. Penyebabnya bukan kemarau panjang, melainkan kelahiran sebuah partai politik dengan nama mengejutkan: Partai Fasis Indonesia. Dari kota yang santai, tiba-tiba muncul ideologi yang terinspirasi Mussolini di Italia dan Hitler di Jerman.

Bayangkan, di tanah jajahan Hindia Belanda, tahun 1933, tiba-tiba muncul organisasi politik yang dengan percaya diri menyebut dirinya fasis.

Pendiri partai ini adalah seorang bangsawan Jawa yang cerdas sekaligus penuh kontroversi: Notonindito. Namanya tak sepopuler Soekarno atau Hatta, tapi kiprahnya di masa kolonial layak dicatat. Dialah yang pada Juli 1933 mendeklarasikan berdirinya Partij Fascist Indonesia (PFI) di Bandung, kota yang kala itu sedang menjadi magnet kaum terpelajar dan pergerakan nasional.

Sosok Notonindito lahir di Rembang tahun 1900. Sejak muda, ia sudah menunjukkan bakat akademik. Tamat dari MULO pada 1918, ia melanjutkan sekolah di Weltevreden. Jalan hidupnya kemudian membawanya ke Eropa. Di Berlin, ia belajar ekonomi dan perdagangan hingga meraih gelar doktor pada 1924. Tesisnya membahas soal bisnis di Jawa—topik yang menunjukkan betapa ia masih menaruh perhatian serius pada tanah kelahirannya, meski sedang jauh di negeri orang.

Baca Juga: Serdadu Cicalengka di Teluk Tokyo, Saksi Sejarah Kekalahan Jepang di Perang Dunia II

Sekembali ke Hindia Belanda, ia sempat aktif di Pekalongan. Di sana ia bergabung dengan Sarekat Islam, lalu merapat ke Partai Nasional Indonesia (PNI) lama pimpinan Soekarno. Karier organisasinya cukup cepat: ia bahkan sempat menjadi ketua cabang PNI di Pekalongan. Ketika kemudian hijrah ke Bandung, ia masih punya posisi terhormat di dewan keuangan dan dewan kabupaten. Dengan latar itu, sosoknya tidak bisa dianggap remeh.

Tapi alih-alih terus meniti jalur nasionalisme arus utama, Notonindito memilih jalannya sendiri. Ia melihat fasisme yang sedang berkibar di Eropa sebagai model yang bisa ditiru, meski tentu saja dengan racikan lokal yang lebih Jawa sentris.

Detour Panjang dari Jerman dan Italia

Gelombang fasisme global awal 1930-an jelas memengaruhi banyak orang, termasuk Notonindito. Mussolini di Italia dan Hitler di Jerman sedang jadi bahan berita. Dari situlah gelombang fasisme berembus senyap.

Partai Fasis Indonesia versinya jelas berbeda dari model Eropa. Menurut laporan De Indische Courant tanggal 22 Juli 1933, partai ini bertujuan: pertama, "Jawa yang merdeka di bawah seorang pangeran konstitusional (keturunan Panembahan Senopati)," pendiri Kesultanan Mataram; kedua, membentuk federasi kerajaan-kerajaan Indonesia yang merdeka. Jadi, gagasannya bukan negara kesatuan republik, melainkan semacam konfederasi kerajaan, dengan Jawa sebagai pusatnya.

Kalau membayangkan Partai Fasis Indonesia punya barisan massa seperti Partai Nazi yang memadati stadion, siap-siap kecewa. PFI tak lebih dari partai-paraian. Di Bandung, partai ini tak sempat bikin rapat akbar atau menerbitkan manifesto panjang. Kehadirannya lebih terasa di halaman koran ketimbang di jalanan. Pers kolonial dan lokal cukup heboh memberitakannya. Namun bagi para nasionalis, partai ini dianggap lucu sekaligus berbahaya.

Koran Pemandangan, Menjala, Sikap, sampai Djawa Barat menulis kritik pedas. Mereka menuding PFI hanyalah kelanjutan dari organisasi etnonasionalis Jawa yang reaksioner. Nasionalisme macam itu dinilai tak selaras dengan semangat revolusi yang berbasis kerakyatan.

Soekarno dan kawan-kawan di PNI jelas tidak sudi disebut sebangku dengan fasis gaya Jawa ini. Bagi mereka, ide menghidupkan kembali kerajaan masa lalu dan menempatkan Jawa di atas etnis lain justru melemahkan perjuangan melawan Belanda.

Baca Juga: Jejak Sejarah Freemason di Bandung, Loji Sint Jan yang Dilarang Soekarno

Kritik yang datang bertubi-tubi rupanya membuat Notonindito kalang kabut. De Indische Courant edisi 31 Juli 1933 bahkan menurunkan surat darinya. Dalam surat itu, ia mengaku sedang berada di luar kota saat kabar pendirian PFI muncul. Ketika kembali ke kampung halamannya, ia terkejut membaca berita tentang partai itu.

Ia menegaskan kabar yang menyebut dirinya sebagai pemimpin partai tidak akurat. Bahkan, katanya, kecil kemungkinan ia mau menerima kepemimpinan semacam itu sekalipun ditawarkan. Pernyataan ini jelas kontradiktif dengan berita sebelumnya.

"Sekembalinya ke kampung halamannya, ia mendengar berita tentang pendirian Partai Fasis Indonesia, yang kelak ia pimpin. Ia menyebut berita tersebut tidak akurat dan menambahkan bahwa sangat kecil kemungkinannya ia akan menerima kepemimpinan tersebut jika kepemimpinan tersebut ditawarkan kepadanya," tulis koran itu.

Dalam hitungan minggu saja, Partai Fasis Indonesia sudah ambruk sebelum sempat berjalan. Tidak ada kongres kedua, tidak ada program kerja, apalagi kiprah politik nyata. Semuanya berakhir menjadi catatan kaki sejarah.

Faisme yang Syarat Label Kolonial

Ide partai fasis ini Notonindito sebenarnya dinilai lebih mirip mimpi romantis kaum aristokrat Jawa awal abad ke-20. Notonindito membayangkan kebangkitan kejayaan Majapahit, Mataram, Sriwijaya, sampai kerajaan-kerajaan di Kalimantan. Intinya: sebuah federasi bergaya feodal, dipimpin etnis Jawa, lengkap dengan monarki konstitusional. Bahkan ia mengusulkan agar Jawa kelak menjalin pakta non-agresi dengan Belanda—suatu ide yang terdengar janggal di telinga nasionalis revolusioner yang justru ingin mengusir kolonial.

Baca Juga: Kapal Laut Garut jadi Korban Torpedo Jerman di Perang Dunia II

Yannick Lengkeek, doktor sejarah dari Universitas St. Andrews, menulis bahwa proyek Notonindito itu lebih tepat disebut kelanjutan ide-ide kaum aristokrat Jawa seperti Soetatmo Soerjokoesoemo atau Noto Soeroto di dekade 1910-an. Alih-alih fasisme murni, PFI sebenarnya adalah bentuk nasionalisme aristokrat yang bercampur romantisme masa lalu. Menyitat Wilson Obrigados dalam bukunya Orang dan Partai Nazi di Indonesia, Lengkeek menyebut “fasisme yang dilekatkan pada PFI tidak lebih dari sekadar sebuah label.”

PFI hanya seumur jagung, tapi kemunculannya sempat bikin heboh. Bukan karena kekuatannya, melainkan karena akrobat publisitas pers kolonial kala itu. Bagaimana mungkin di Hindia Belanda ada orang yang terang-terangan mengusung “fasisme” pada 1933, ketika yang lain sibuk membangun semangat nasionalisme melawan kolonialisme?

Kegagalan PFI dipandang menunjukkan bahwa gagasan aristokrat Jawa yang reaksioner tidak laku di mata nasionalis revolusioner. Tapi setidaknya, kehadiran Notonindito dengan proyeknya itu memberi peringatan bahwa ide-ide feodal dan konservatif masih bisa muncul, meski hanya sebentar.

Bagi pers Belanda, PFI juga tidak terlalu impresif. Mereka memberitakan, tapi tidak memberi porsi serius. Buat mereka, partai ini mungkin sekadar bahan hiburan politik di tanah jajahan.

Pada akhirnya, Notonindito sendiri menghilang dari panggung politik. Setelah episode pendek PFI, namanya jarang muncul lagi di kancah pergerakan. Sejarah lebih memilih mengingatnya sebagai anekdot ketimbang tokoh besar.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 21 Sep 2025, 19:16 WIB

Sky Tree dan Fenomena Kafe Estetik di Bandung: Lebih dari Sekadar Tempat Ngopi

Bandung terus melahirkan destinasi baru yang memanjakan mata dan lidah, terutama lewat tren kafe estetik yang kini menjamur di berbagai sudut kota.
Sky Tree Coffee & Eatery. (Sumber: instagram.com/skytreecoffee.bdg)
Ayo Netizen 21 Sep 2025, 19:09 WIB

'Berfoto bersama Idola', Tren Penggunaan Generative AI yang Melanggar Batas Privasi

Tren berfoto bersama idola bukan lagi fantasi fans tapi sudah masuk dalam kategori kekerasan gender berbasis online (KGBO).
Trend Menggunakan Generative AI dengan Idola. (Sumber: Kolase Instagram)
Ayo Biz 21 Sep 2025, 17:16 WIB

Kecantikan Berkelanjutan: Mengapa Skin Quality Kini Jadi Prioritas Utama

Kini masyarakat mulai memahami bahwa mempertahankan kualitas kulit yang sehat dan alami jauh lebih penting untuk jangka panjang.
dr. Marlina, owner Emglow Aesthetic Centre Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 21 Sep 2025, 16:35 WIB

Bandung dan Jazz: Sepuluh Tahun Menjaga Napas Musik yang Merangkul

Di Bandung, musik jazz bukan sekadar genre, namun juga napas yang mengalir di antara lorong-lorong kota, tumbuh bersama komunitas, dan terus berevolusi sebagai bagian dari identitas budaya.
Di tengah arus musik populer dan digitalisasi industri hiburan, komunitas jazz Bandung tetap eksis dan adaptif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 21 Sep 2025, 16:07 WIB

Jejak Sejarah Kelahiran Partai Faisis Indonesia di Bandung, Supremasi ala Pribumi yang Bikin Heboh Wangsa Kolonial

Bandung pernah jadi tempat lahir partai yang menyebut diri fasis. Tapi lebih cepat bubar daripada sempat bikin rapat akbar. Bagaimana ceritanya?
Kongres kedua Partai Indonesia Raya (Parindra) yang berhaluan fasis di Bandung tahun 1939. (Sumber: KITLV)
Beranda 21 Sep 2025, 15:32 WIB

Pengalaman Pemuda Asal Cimahi, dari Telur Rebus di Kawah Tangkubanparahu Hingga Menjejakkan Kaki di Puncak Everest

Pendaki asal Cimahi ini berhasil menorehkan namanya dalam sejarah pendakian Indonesia sebagai salah satu dari sepuluh orang yang menaklukkan 7 Summits.
Sofyan Arif Fesa dan ketiga temannya di Camp III Gunung Everest di ketinggian 7.300 meter di atas permukaan laut. (Sumber: Dokumen pribadi Sofyan Arif Fesa.)
Ayo Netizen 21 Sep 2025, 12:04 WIB

Laboratorium Gunung Api Purba Nglanggeran

Proses terbentuknya Gunung Api Purba Nglanggeran dimulai dari gunung api dasar laut yang terangkat.
Gunungapi purba Nglanggeran dibentuk oleh endapan aglomerat. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Beranda 21 Sep 2025, 10:58 WIB

Di Antara Macet dan Ongkos Mahal, Warga Kota Bandung Rindu Transportasi Umum yang Manusiawi

Di balik keluh kesah terjebak macet, ada harapan yang sama-sama disuarakan warga Kota Bandung: transportasi umum yang murah, nyaman, dan bisa diandalkan.
Kota Bandung disebut kota termacet se-Indonesia pada 2024 oleh lembaga riset internasional yang berkantor di Belanda, TomTom. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Ayo Netizen 21 Sep 2025, 10:32 WIB

Ijazah, Penting atau Tidak Penting Tergantung dengan Konteksnya

Apabila engkau bukan anak raja atau putra ulama besar maka menulislah. Jika kamu tau ijazah tidak begitu penting di Indonesia maka menulislah juga.
Ijazah sebagai Legalisasi Mahasiswa Baik di Dunia Kerja atau Pendidikan (Sumber: pexels)
Ayo Netizen 21 Sep 2025, 08:06 WIB

Hompimpa, Endog-endogan, Punten Mangga

Semua itu menjadi tanda penting untuk mencegah salah paham, mempererat kekerabatan dan persaudaraan, serta iktiar merawat tradisi dan menjaga harmoni dalam kehidupan sehari-hari.
Siswa mengikuti kegiatan permainan tradisional di SDN 164 Karangpawulang, Jalan Karawitan, Kota Bandung, Kamis 5 Desember 2024. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 20 Sep 2025, 20:11 WIB

Kiat Sukses Manfaatkan Platform Digital untuk Dongkrak Pendapatan UMKM

Pemanfaatan platform digital terbukti menjadi kunci kesuksesan bagi banyak pelaku UMKM di Bandung. Tiga brand lokal, yakni NVSR, ASNH, dan Hoops, menjadi contoh nyata bagaimana keberanian berinovasi
Staf NVSR sedang melakukan Live Streaming produk di platform digital. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Biz 20 Sep 2025, 10:36 WIB

Risol Bandung, Cemilan Paling Hits dan Bikin Ketagihan

Bicara soal jajanan di Kota Kembang memang tak ada habisnya. Salah satu camilan yang selalu punya tempat di hati warganya adalah risol. Camilan berkulit tipis dengan tekstur renyah ini kini hadir deng
Ilustrasi Risol (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 20 Sep 2025, 09:22 WIB

Toko Jamu Babah Kuya, Warisan Obat Herbal Sejak Abad 19

Di balik kesibukan kawasan Pasar Baru, berdiri sebuah toko tua yang masih setia menjaga tradisi pengobatan herbal. Cat kuning di bangunannya menjadi penanda keberadaan Toko Jamu Babah Kuya, yang sudah
Toko Jamu Babah Kuya (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 19 Sep 2025, 21:25 WIB

Budaya Overworked di Kalangan Milenial dan Gen Z: Fleksibilitas yang Menyamar Jadi Tekanan

Teknologi yang semestinya memudahkan menjadi sumber tekanan baru. Email, WhatsApp, dan platform kerja digital membuat batas antara jam kerja dan waktu pribadi menjadi kabur.
Fenomena overworked alias bekerja melebihi jam kerja normal kian marak, terutama di kalangan milenial dan Gen Z yang mendominasi industri kreatif dan digital. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 19 Sep 2025, 20:14 WIB

Duo Bandung Kembali ‘Mengguncang’ China

Fajar Alfian dan Muhammad Shohibul Fikri, diharapkan mampu menunjukkan aksi brilian lagi di China.
Fajar Alfian (depan) Muhammad Shohibul Fikri (belakang). (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Biz 19 Sep 2025, 19:57 WIB

Cashless dan Cita Rasa, Ketika UMKM Kuliner Menyatu dengan Teknologi

FKB menjadi panggung kolosal bagi ratusan UMKM kuliner sekaligus laboratorium hidup bagi transformasi digital yang semakin meresap ke sendi-sendi ekonomi lokal.
Fenomena cashless di FKB bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga soal inklusi. Banyak pelaku UMKM yang sebelumnya mengandalkan transaksi tunai kini mulai terbiasa dengan sistem digital.
Ayo Jelajah 19 Sep 2025, 19:17 WIB

Jejak sejarah Perlawanan Rakyat Bandung terhadap Kerja Paksa Koi Era Kolonial

VOC mengubah kopi jadi kewajiban paksa. Bagaimana rakyat Bandung dan Priangan menemukan cara cerdas hingga getir untuk melawan penindasan?
Potret pribumi pekerja kopi di Jawa tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 19 Sep 2025, 19:06 WIB

Ledakan Klinik Estetik di Bandung: Antara Tren, Teknologi, dan Filosofi Cantik Bertanggung Jawab

Geliat klinik estetik di Bandung menunjukkan pertumbuhan signifikan, menjawab kebutuhan masyarakat urban yang semakin sadar akan pentingnya perawatan kulit.
Geliat klinik estetik di Bandung menunjukkan pertumbuhan signifikan, menjawab kebutuhan masyarakat urban yang semakin sadar akan pentingnya perawatan kulit. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 19 Sep 2025, 18:21 WIB

Menelusuri Keresahan Hati Seniman lewat Karya Selasar Sunaryo Art Space

Keresahan bisa dituangkan dalam bentuk apa pun, salah satunya adalah lukisan dan pahatan yang bertemu di Selasar Sunaryo Art Space.
Sejuta Mata Karya Sunaryo (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 19 Sep 2025, 16:25 WIB

3 Kunci Penting Jika Ingin Nyemplung ke Bisnis Fashion

Perjalanan sebuah usaha kecil menengah (UMKM) kerap diwarnai oleh cerita jatuh bangun. Dari keterbatasan modal, tekanan persaingan, hingga tantangan teknologi, semua menjadi bagian dari proses
Produk NVSR (Foto: Instagram NVSR)