Baha’i di Bandung dalam Alunan Pupuh Sunda

Arfi Pandu Dinata
Ditulis oleh Arfi Pandu Dinata diterbitkan Jumat 03 Okt 2025, 07:54 WIB
Kegiatan Diskusi di Institut Ruhi dengan Partisipasi Lintas Iman (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Salah Seorang Peserta Institut Ruhi)

Kegiatan Diskusi di Institut Ruhi dengan Partisipasi Lintas Iman (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Salah Seorang Peserta Institut Ruhi)

Agama Baha’i pertama kali menapak di Nusantara pada tahun 1878, dibawa oleh dua pedagang, Jamal Efendi dan Mustafa Rumi. Di Sulawesi mereka disambut hangat dan menarik perhatian para raja lokal. Pesan persatuan Baha’i akhirnya menyebar ke pulau-pulau lain, merajut cerita baru dan kita termasuk di dalamnya.

Perjalanan Baha’i di Indonesia adalah petualangan mengarungi suka dan duka. Pada tahun 1962, Keppres No. 246/1962 terbit melarang kegiatan komunitas ini bersama dengan beberapa organisasi lain, membungkam langkah mereka di tengah arus sejarah

Baru setelah era Reformasi, lewat Keputusan Presiden No. 69/2000, Gus Dur membuka jalan lagi bagi kebebasan beragama. Belasan tahun berlalu, surat cinta dari Kementerian Agama yang bernomor SJ/B.VII/1/HM.00/675/2014 akhirnya tiba. Ia laksana lentera hukum yang menegaskan Baha’i sebagai agama mandiri dan membuka ruang pemenuhan hak-hak sipil serta akses administrasi yang setara dengan pemeluk agama lain. Di sana ditegaskan bahwa keberadaan komunitas ini adalah bagian sah dari kehidupan berbangsa.

Suka

Di Bandung, kisah komunitas Baha’i dimulai pada akhir dekade 1950-an, ketika Dokter Jae Hoon tiba bersama istri dan anaknya. Di meja praktik Rumah Sakit Hasan Sadikin, ia menata buku-buku tentang Baha’i, seolah membiarkan dunia tahu bahwa agamanya adalah bagian dari dirinya. Bahwa Baha’i tetap terbuka bagi segala orang yang ingin mengenalnya.

Sepuluh tahun kemudian, angin dari Persia membawa Dokter Samandari dan Ezzieh sebagai istrinya, menapaki udara sejuk yang sama di Bandung. Saat mereka datang pada 1969, komunitas Baha’i telah bertumbuh sekitar selusin jiwa yang teguh, termasuk Ibu Warsa, Ibu Hermiati, Pak Karmita, Edi beserta istrinya, dan beberapa mahasiswa ITB. 

Nopiah Ulfha dalam penelitiannya “Eksistensi Agama Baha’i di Kota Bandung: Studi Deskriptif di Jl. Baladewa, Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung” (2018) melanjutkan paparannya.

Dia menemukan bahwa perkembangan Baha’i di Bandung bukan didesain lewat strategi penyiaran agama yang terencana. Komunitas ini justru bergeliat dengan lembut. Dari permulaan yang kecil, hanya puluhan orang di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung, mereka perlahan bergenerasi seiring waktu. Hingga 2018, jumlah mereka meningkat, menapak ratusan di kabupaten dan puluhan lagi di kota, tersebar di berbagai lingkungan dan hidup berbaur dengan tetangga yang berbeda.

Komunitas itu dipimpin oleh Majelis Rohani Setempat. Muda dan tua, perempuan dan laki-laki, saling berbagi soal nilai kesetaraan yang tidak lagi jadi basa-basi. Mereka juga datang dari berbagai profesi, wiraswasta, mahasiswa, pekerja swasta, dan teguh disatukan oleh ajaran yang sama.

Di bawah bimbingan ajaran Baha’ullah, mereka menata hidup demi kesatuan umat manusia. Ada doa bersama, pendidikan rohani untuk anak-anak, program pemberdayaan remaja, dan pendidikan bagi muda-mudi serta dewasa. Ada Pertemuan Sembilan, di mana doa dan tulisan suci didaraskan, musyawarah dihidupi, dan rencana sosial serta administrasi dibicarakan dengan penuh kesungguhan.

Sampul Skripsi yang Mengkaji Komunitas Baha'i di Bandung (Sumber: digilib.uinsgd.ac.id | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Sampul Skripsi yang Mengkaji Komunitas Baha'i di Bandung (Sumber: digilib.uinsgd.ac.id | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Mereka selalu membuka diri. Misal tradisi doa bersama yang mengundang siapa saja dari berbagai anasir lintas keyakinan. Begitu juga momen perayaan Naw-Ruz dan Hari Lahir Baha’ullah, menjadi ajang berbagi, pengakuan, dan persaudaraan. Semua orang diajak merasakan keterikatan dengan Sang Pencipta yang satu, agama yang satu, dan manusia yang satu.

Tidak ada ritual komunal yang mengikat. Mereka percaya pencarian kebenaran harus dilakukan secara mandiri, mereka juga memegang teguh bahwa pendidikan adalah wajib bagi umat manusia.

Meski kecil secara jumlah, komunitas Baha’i Bandung teguh menunjukkan eksistensinya dengan rendah hati, menjaga harmoni, dan kebersamaan. Dalam setiap doa, perayaan, dan makan bersama, mereka menenun nilai universal yang bisa dinikmati tanpa batas.

Duka

Di Indonesia, agama seperti Baha’i sering terperangkap di antara tafsir hukum dan kenyataan. Meskipun Pasal 29 UUD 1945 telah menjamin tegas soal masalah kebebasan beragama. Keadilan itu semestinya substantif, tapi apa daya kala data empiris masih terbatas dan membuat penyelenggara negara kesulitan merumuskan kebijakan yang bermakna bagi komunitas yang tidak populer ini.

Dalam konteks itulah, penelitian “Problematika Pelayanan Hak-Hak Sipil Umat Baha'i di Bandung" yang dituangkan oleh Kustini dan Syaiful Arif dalam buku “Baha’i, Sikh, Tao: Penguatan Identitas dan Perjuangan Hak-Hak Sipil” (Kementerian Agama RI, 2015) menjadi penting. Riset ini mendokumentasikan sisi lain dari kehadiran komunitas Baha’i di Bandung, terutama dengan berbagai kendala pada pemenuhan hak-hak asasinya.

Selain bisa bergelayut dan tumbuh sebagai komunitas yang sehat, komunitas Baha'i di Bandung juga menapaki hari-hari yang penuh tantangan. Mereka berada di persimpangan antara janji konstitusi dan kenyataan birokrasi.

Kustini dan Syaiful Arif mengungkap rintangan yang paling nyata yakni sekeping kartu, KTP yang seharusnya bisa menegaskan identitas mereka. Kolom agama masih menjegal. Dan di sinilah para mukmin Baha’i harus memilih antara menyamarkan diri, mengosongkan kolom, atau tunduk pada aturan yang tak sepenuhnya menghitung keberadaan mereka.

Kesulitan tidak berhenti pada identitas. Pernikahan dan kelahiran, fase-fase hidup yang sederhana bagi sebagian orang, menjadi teka-teki hukum bagi pasangan Baha'i. Akta nikah sah sulit didapat, pencatatan kelahiran anak menjadi jalan berliku yang penuh ketidakpastian.

Begitu juga anak-anak kerap menghadapi ketidakadilan pendidikan agama. Sekolah-sekolah belum menyediakan kurikulum yang memadai, sehingga mereka harus menempuh pelajaran agama kelompok dominan.

Akar persoalan itu dipandang bukan bersumber dari kekurangan regulasi hukum, melainkan pada pemahaman yang tumpul dari aparat dan masyarakat. UU No. 1/PNPS/1965 dan Putusan MK No. 140/PUU-VII/2009 sebenarnya memberi hak komunitas Baha’i untuk berkembang dan diperlakukan dengan setara. Namun fakta di lapangan tetap berjarak dari kata-kata resmi “dibiarkan adanya”. Frasa itu sering disalah tafsirkan sebagai sekadar toleransi pasif, bukan pengakuan nyata terhadap eksistensi.

Di tengah segala keterbatasan tersebut, komunitas Baha'i memilih jalur dialog, pendidikan, dan sosialisasi. Tujuan mereka bukan proselitisme, melainkan pemenuhan hak sipil sebagai warga negara. Hak untuk dilindungi, dipenuhi, dan dihormati sebagaimana mestinya.

Suka dan Duka dalam Pupuh

Di Bandung, di tanah yang tak pernah habis untuk menimba khazanah agama-agama, suka dan duka komunitas Baha’i mengalun bagai pupuh Sunda.. Kehangatan doa bersama di rumah-rumah, perayaan hari suci, dan pendidikan rohani menjadi nada-nada penguat, sementara rintangan administratif dan ketidaktahuan masyarakat menjadi irama yang menguji kesabaran.

Di sinilah mereka belajar membaca dunia, menyesuaikan langkah dan ritme tanpa kehilangan inti ajaran, tetap konsisten mewartakan seruan persatuan. Dari pengalaman itu, kita diajak meneguk kearifan, mendendangkan arti penting dialog dan kebersamaan.

Di sela perjalanan itu juga, akhirnya kita kembali mendengar gema lagu-lagu kecil dari bangku sekolah. Bagian sekar tandak dari pupuh Juru Demung lirih mengalun

Mungguh hirup di alam dunya
Ku kersaning Anu Agung
Geus pinasti bakal panggih
Suka bungah jeung kasedih
Dua rupa nu tumiba
Sakabéh jalma di dunya
Senang patumbu jeung bingung
Éta geus tangtu kasorang

Di Bandung, di Tanah Sunda, alunan suka dan duka komunitas Baha’i bukan hanya pengalaman mereka sendiri, tapi menjadi bagian dari simfoni kehidupan kita semua. Kisah satu keluarga besar umat manusia.

Dua penelitian di atas menjadi pengingat bahwa hidup adalah tentang tenunan rasa, di mana setiap senang maupun sedih menempati tangga nadanya masing-masing.

Namun tetap ingatlah bahwa dua hal yang menimpa semua manusia di dunia, jangan pernah dicerap sebagai alunan indah semata. Duka harus tetap diatasi, penyelenggara negara selaku dirigen mesti segera berbenah mengoreksi suara yang sumbang. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Arfi Pandu Dinata
Menulis tentang agama, budaya, dan kehidupan orang Sunda
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Beranda 03 Okt 2025, 08:55 WIB

Cerita Pahit di Balik Antusiasme Job Fair: Faktanya, Lulusan Perguruan Tinggi Masih Sulit Mendapat Pekerjaan

Harapan bahwa satu lamaran akan dibalas, satu panggilan telepon akan datang, dan satu peluang akan mengubah arah hidup.
Menurut data BPS, jumlah orang yang menganggur per Februari sebanyak 7,28 juta orang atau naik 1,11 persen dibandingkan periode yang sama di 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 03 Okt 2025, 07:54 WIB

Baha’i di Bandung dalam Alunan Pupuh Sunda

Alunan suka dan duka komunitas Baha’i bukan hanya pengalaman mereka sendiri, tapi menjadi bagian dari simfoni kehidupan kita semua.
Kegiatan Diskusi di Institut Ruhi dengan Partisipasi Lintas Iman (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Salah Seorang Peserta Institut Ruhi)
Ayo Biz 02 Okt 2025, 20:58 WIB

Bobotoh Kreatif yang Menyulap Cinta Persib Jadi Karya 3D

Kreativitas bobotoh memang tak pernah kehabisan akal. Dari tribun stadion hingga lini masa media sosial, dukungan untuk Persib yang berdiri sejak 1933 terus mengalir.
Karya 3D bertema Persib buatan Rully Ryana. (Sumber: instagram.com/persib3d)
Ayo Biz 02 Okt 2025, 20:22 WIB

Bandung Merangkai Wisata Halal dalam Lanskap Urban yang Ramah

Bandung tak hanya dikenal sebagai kota kreatif dan surga belanja, tapi juga mulai menapaki jalur baru dalam industri pariwisata yakni wisata halal.
Bandung tak hanya dikenal sebagai kota kreatif dan surga belanja, tapi juga mulai menapaki jalur baru dalam industri pariwisata yakni wisata halal. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 02 Okt 2025, 19:35 WIB

Transformasi Wisata Halal dari Tren Spiritual ke Peluang Ekonomi

Wisata halal telah menjelma menjadi arus utama yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan lokal, dan regenerasi gaya hidup spiritual.
Wisata halal telah menjelma menjadi arus utama yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan lokal, dan regenerasi gaya hidup spiritual. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 19:29 WIB

Dari Sanghyang Tikoro ke Citarum Harum: Mitos yang Jadi Aksi

Dari mitos Saghyang Tikoro hingga program Citarum harum, sungai memberi pesan, bahwa menjaga kelestarian alam berarti menjaga masa depan.
Sejumlah pelajar, warga dan pegiat lingkungan melakukan aksi bersih-bersih sungai Citarum pada Rabu 30 April 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Jelajah 02 Okt 2025, 17:03 WIB

Sejarah Jalan ABC Bandung, Benarkah Rasis?

Jalan ABC Bandung menyimpan perdebatan sejarah. Benarkah dari etnis Arab, Bumiputra, China, atau toko besar Tio Tek Hong?
Toko ABC di sekitar Pasar Baru bandung tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Jelajah 02 Okt 2025, 15:52 WIB

Julukan Parijs van Java Bandung Diprotes Sejak Zaman Baheula

Parijs van Java diprotes sejak 1938. Bandung dianggap tak mirip Paris, tapi branding ini tetap melekat hingga kini.
Jalan Braga, salah satu pusat keramaian yang lahir dari kreativitas warga Bandung zaman kolonial. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 15:27 WIB

Budaya Menyontek yang Sering Dianggap Sepele

Budaya menyontek sudah bermanifestasi menjadi kegiatan yang dikomersialkan dengan hadirnya jasa percaloan dalam dunia akademik.
Ruang kelas sekolah. (Sumber: Pexels/Sami TÜRK)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 14:35 WIB

Strategi Baru Widyaiswara, dari Variasi Metode hingga Kelas Inklusif

Transformasi widyaiswara di era digital, dari metode konvensional ke pembelajaran daring dengan variasi strategi, teknologi, dan kelas inklusif.
Transformasi widyaiswara di era digital, dari metode konvensional ke pembelajaran daring dengan variasi strategi, teknologi, dan kelas inklusif. (Sumber: rotendaokab.go.id)
Mayantara 02 Okt 2025, 12:08 WIB

Blokir WhatsApp (Ritual Digital dalam Relasi Sosial)

Blokir WhatsApp. Satu klik sederhana, dan seluruh akses komunikasi pun ditutup.
Blokir WhatsApp. Satu klik sederhana, dan seluruh akses komunikasi pun ditutup. (Sumber: Pexels/Image Hunter)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 10:22 WIB

Beberapa Kejanggalan dalam Keracunan Program MBG di Cipongkor

Program MBG yang digadang-gadang sebgai proyek prestisius ini ternyata menuai polemik dan temuan masalah di lapangan.
Dapur Makmur Jaya yang jadi tempat memasak menu MBG penyebab keracunan massal. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 07:45 WIB

Melacak Api Zoroaster di Kehidupan Sunda Kontemporer

Sunda terhubung dengan agama-agama yang jauh ada di sana, dengan dunia yang multikultur.
Unggahan Akun Instagram @indocapsclub_bandung (30/09/22) yang Menampilkan Topi dengan Lambang Faravahar (Sumber: https://www.instagram.com/p/CjHdSdQvV45/?igsh=b3ZzbWxxMGhub3o= | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Biz 01 Okt 2025, 20:10 WIB

Klinik Premium dan Masa Depan Estetika, Bandung Jadi Barometer Industri Kecantikan

Klinik kecantikan kini bukan lagi tempat eksklusif bagi segelintir orang, melainkan bagian dari rutinitas banyak warga urban yang ingin tampil segar, sehat, dan percaya diri.
Klinik kecantikan kini bukan lagi tempat eksklusif bagi segelintir orang, melainkan bagian dari rutinitas banyak warga urban yang ingin tampil segar, sehat, dan percaya diri. (Sumber: dok. L'viors)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 18:32 WIB

Mi Bakso Legendaris ‘Abrag’: Doyan Baksonya tapi Gak Tahu Apa Itu ‘Abrag’

Selain menyediakan mi bakso, kedai bakso “Abrag” pusat menyediakan batagor, dan minuman es campur.
Selain menyediakan mi bakso, kedai bakso “Abrag” pusat menyediakan batagor, dan minuman es campur. (Sumber: Ulasan Google oleh Fitrie)
Ayo Biz 01 Okt 2025, 17:09 WIB

Wisata Alam yang Terus Berevolusi dan Masa Depan Geowisata Bandung

Wisata alam tak lagi hanya soal menikmati pemandangan, tapi juga tentang bagaimana pengunjung bisa terlibat secara emosional dan digital.
Wisata alam tak lagi hanya soal menikmati pemandangan, tapi juga tentang bagaimana pengunjung bisa terlibat secara emosional dan digital. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 17:00 WIB

ASN Belajar dari Genggaman, dari Layar Kecil Menuju Perubahan Besar

Artikel ini menyoroti peluang dan tantangan pembelajaran digital Aparatur Sipil Negara (ASN) lewat gawai.
 (Sumber: ChatGPT | Foto: Ilustrasi)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 16:13 WIB

Learning Agility: Panduan Survival di Era Perubahan

Menghadapi dunia yang terus berubah, jabatan dan ijazah hanya menjadi pelengkap, hal utama adalah kelincahan untuk terus belajar.
Ilustrasi Aparatur Negeri Sipil (ASN). (Sumber: Pexels/Brett Jordan)
Ayo Jelajah 01 Okt 2025, 15:43 WIB

Pasukan Khusus Pergi ke Timur, Jawa Barat Senyap Pasca Kup Gagal G30S

Ketika Jawa Tengah banjir darah, Jawa Barat relatif sunyi pasca G30S. Sejarah militer dan strategi Siliwangi jadi pembeda.
Tentara Resimen Cakrabirawa yang melakukan penculikan Dewan Jenderal saat kup G30S dalam film Pengkhianatan G30S/PKI.
Ayo Biz 01 Okt 2025, 15:24 WIB

Sushi Menjamur di Bandung: Gaya Hidup Urban yang Kian Bersahabat dengan Rasa Jepang

Dari sushi roll sederhana hingga foie gras premium, pilihan menu Jepang kini hadir di berbagai penjuru kota, membentuk lanskap gastronomi yang semakin beragam.
Dari sushi roll sederhana hingga foie gras premium, pilihan menu Jepang kini hadir di berbagai penjuru kota, membentuk lanskap gastronomi yang semakin beragam. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)