Membicarakan Yahudi di Pusat Peradaban Sunda Modern

Arfi Pandu Dinata
Ditulis oleh Arfi Pandu Dinata diterbitkan Rabu 01 Okt 2025, 08:03 WIB
Liputan Media JTA tentang Isu Palestina dan Israel pada Momen Konferensi Asia-Afrika 1955 (Sumber: https://www.jta.org/archive/arabs-seek-censure-of-israel-at-bandung-asian-african-conference | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Liputan Media JTA tentang Isu Palestina dan Israel pada Momen Konferensi Asia-Afrika 1955 (Sumber: https://www.jta.org/archive/arabs-seek-censure-of-israel-at-bandung-asian-african-conference | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Katanya, pas zaman kolonial dulu, Jalan Braga di Bandung pernah jadi “ghetto” kecil untuk orang Yahudi. Beberapa keluarga seperti Roth, Godstein, Tatarah, Goldberg, dan Ephreim konon tinggal di sana.

Kabar bilang, mereka tidak hanya tinggal tapi juga meramaikan kota. Masuk ke dalam jaringan perdagangan, usaha, dan interaksi budaya di tengah keragaman Bandung waktu itu (Kumeok Memeh Dipacok, Agama Yahudi di Bandung Jaman Dulu, blog pribadi, Agustus 2015).

Bandung juga pernah jadi simpul gerakan Zionis. Ir. B. Wurbik di Jalan Riau dan S.I. van Creveld di Jalan Cikapayang jadi penggeraknya. Ceramah Dr. A. Goldstein pada 1927 dan kunjungan Benzion Shein pada 1934 menyalakan semangat tersebut. Dalam tiga minggu, terkumpul 14.500 gulden dari Bandung, Batavia, Semarang, dan Surabaya (Bambang Arifianto, Pikiran Rakyat, 16 Desember 2023).

Di Bawah Bayang Rezim Kolonial Hindia Belanda

Leonard Chrysostomos Epafras dan Rotem Kowner dalam “From a Colonial Settlement to a New Identity: The Rise, Fall and Reemergence of the Jewish Community in Indonesia” (2022) menerangkan soal komunitas Yahudi di Indonesia, khususnya di Bandung tersebut sebagai kisah tentang identitas yang tipis, tersebar, namun gigih meninggalkan jejaknya di tanah jajahan.

Sejak awal abad ke-20, Yahudi Belanda (Ashkenazi) dan Yahudi Baghdadi telah menjejakkan kakinya di Bandung, kota dengan latar pegunungan Sunda dan jalan-jalan yang ramai oleh aktivitas kolonial. Mereka datang sebagai pedagang, profesional, dan pegawai administrasi, membawa warisan Eropa, Levant, dan Dunia Arab, sekaligus membangun kehidupan yang berpadu dengan lanskap rezim Hindia Belanda.

Komunitas ini mendirikan majalah Erets Israel, yang awalnya lahir di Padang, lalu dipindahkan ke Bandung, sebagai jendela untuk meneguhkan identitas dan komunikasi di antara mereka. Meski tak memiliki sinagoga resmi atau rabbi, mereka tetap menjaga ikatan melalui organisasi Zionis dan jaringan sosial yang tersebar.

Pada masa itu, Bandung menjadi titik pertemuan, meski jumlah mereka tak pernah melebihi beberapa ratus jiwa.

Kedatangan mereka bukan tanpa alasan. Antisemitisme yang meningkat di Eropa, terbatasnya kesempatan, dan janji kehidupan lebih bebas di Hindia Belanda membuat Bandung menjadi semesta bagi identitas baru. Mereka beradaptasi, menjalankan perdagangan dan bisnis, sambil tetap menjaga tradisinya.

Namun sejarah berubah. Pendudukan Jepang (1942-1945) dan perjuangan kemerdekaan Indonesia menandai awal kemunduran komunitas ini. Di antara mereka akhirnya banyak yang memilih migrasi ke Belanda, tanah yang diklaim Israel, atau Amerika, meninggalkan Bandung sebagai saksi sunyi dari fragmen identitas Yahudi di Tanah Sunda.

Informasi 'Kosher', Berarti Makanan yang Sesuai Hukum Yahudi (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Informasi 'Kosher', Berarti Makanan yang Sesuai Hukum Yahudi (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Wardani Dwi Jayanti dalam skripsinya yang berjudul “Sejarah komunitas Yahudi di Indonesia Tahun 1926-1957” (Universitas Sebelas Maret, 2019) juga mencatat Bandung sebagai salah satu pusat aktivitas Yahudi yang vital di luar Pulau Jawa bagian timur. Kota ini menjadi ruang bagi Ashkenazi dan Sefardi untuk memperkuat identitas keagamaan dan budaya mereka.

Sejak 1930-an, kursus bahasa Ibrani dan pelajaran Yudaisme digelar di ruang-ruang publik seperti De Concurrent di Bragaweg (sekarang Jalan Braga) dan B.S.V School di Riouwstraat. Puluhan peserta dari berbagai usia datang untuk belajar, dipimpin tokoh seperti A. Elburg dan didukung organisasi pemuda Rewid Zahav, yang tetap aktif hingga 1942 menjelang pendudukan Jepang.

Selain pendidikan, Bandung juga menjadi markas cabang Nederlandsch Indische Zionisten Bond (NIZB) dan Vereeniging voor Joodsche Belangen (VVJB). Mereka mengkoordinasikan gerakan Zionisme, menyelenggarakan penggalangan dana melalui Keren Hajesod, sekaligus merayakan Purim dan Hanukah.

Kota ini bahkan menjadi basis militer Yahudi, Achawah. Serikat tentara Yahudi ini berdiri pada 1926. Kemudian diikuti dengan pembangunan Joodsche Militaire Tehuis, rumah singgah bagi prajurit Yahudi, simbol solidaritas di tengah KNIL.

Kehadiran mereka di Bandung bukanlah kebetulan. Kota administratif yang strategis dan lingkungan sosial yang relatif stabil memungkinkan komunitas ini berkembang tanpa gangguan signifikan hingga 1942.

Tokoh seperti P. Boeken (ketua NIZB Bandung) dan Isidore Hen (pemrakarsa Keren Hajesod) menjadi motor penggeraknya. Interaksi dengan non-Yahudi juga terjadi melalui acara publik, termasuk pemutaran film propaganda Zionis The Land of Promise (1936) yang dihadiri pejabat kolonial.

Puncak aktivitas komunitas ini berlangsung antara 1930-1941. Kursus bahasa Ibrani, pelajaran agama, dan penggalangan dana untuk pengungsi Yahudi Eropa berjalan bersamaan, paralel dengan perjuangan global melawan antisemitisme.

Meski pragmatis, semua aktivitas ini menunjukkan adaptasi komunitas Yahudi di tanah Sunda, menjadikan Bandung episentrum diaspora yang hidup dan dinamis hingga perubahan geopolitik menandai akhir rezim Hindia Belanda.

Balik Arah Setelah Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, Bandung bukan hanya kota pegunungan yang teduh sekaligus penuh dengan sejarah kolonialismenya. Ia juga tumbuh tapi jadi panggung politik dunia.

Sepuluh tahun pasca-proklamasi, April 1955, kota ini jadi pribumi bagi Konferensi Asia-Afrika. Sebuah pertemuan bersejarah yang mengumpulkan negara-negara tertindas. Di jalan-jalan yang dulu menyimpan jejak komunitas Yahudi, kini berkumpul delegasi Arab, India, Burma (Myanmar), dan Mesir, memperbincangkan isu kemanusiaan dan pembebasan di Tanah Sunda.

Dr. Mohammed Fadhil Jamali dari Irak datang lebih awal, memastikan agar masalah Israel masuk ke agenda. Gamal Abdel Nasser, pemimpin Mesir, menekan Nehru untuk ikut mengecam. Tapi India tampak ragu, diplomatnya Arthur S. Lall bahkan menyiratkan lebih baik isu itu disisihkan.

Israel sendiri tak diundang, meski U Nu dari Burma sempat mendukung. Harian Al Akbar di Kairo menulis lantang, Konferensi Bandung akan jadi panggung untuk membela Arab (Jewish Telegraphic Agency, “Arabs Seek Censure of Israel at Bandung Asian-African Conference,” 15 April 1955, Daily News Bulletin, Vol. XXII, No. 73).

Ahmad Rizky M. Umar dan kawan-kawannya dalam “Bandung Conference 70 Years On: Visions of Decolonisation for a Multipolar World Order.” (Global South Review, 2025), menulis, bahwa meski puluhan tahun telah berlalu dan 116 negara telah meraih kemerdekaan setelah peristiwa itu, bayangan kolonialisme belum sepenuhnya sirna.

Satu contoh yang paling nyata adalah Palestina. Di tengah gema solidaritas Asia-Afrika, hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa Palestina terus tertunda. 

Bandung tampil sebagai kota penuh paradoks. Di pusat peradaban Sunda modern ini, jejak Zionisme pernah bersemi dan berkelindan dengan bayang kolonialisme yang terpatri pada rezim Hindia Belanda. Beberapa keluarga Yahudi menetap, berbisnis, dan hidup berdampingan, menambah warna bagi mosaik Bandung yang kosmopolit pada awal abad ke-20.

Demonstrasi di Depan Gedung Merdeka, Tempat Berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika 1955 (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Demonstrasi di Depan Gedung Merdeka, Tempat Berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika 1955 (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Namun secara ironi, di kota yang sama, hanya beberapa dekade kemudian, suara berlawanan bergema. Setelah Indonesia merdeka, Bandung justru menjelma panggung yang mengutuk kolonialisme, dan menyuarakan solidaritas bagi Palestina yang tertindas oleh proyek Zionisme.

Kota yang pernah jadi ruang hidup bagi komunitas Yahudi di Indonesia,  berbalik arah menjadi ruang lahirnya seruan melawan ketidakadilan. Bandung seolah menampilkan wajah ganda sejarah, satu sisi keterhubungan dengan kolonialisme, sisi lain keberpihakan pada kemerdekaan sejati.

Menjernihkan Pikir dengan Mehidupi Semangat KAA

Dalam pikiran kita, sering kali istilah Yahudi, Yudaisme, Israel, dan Zionisme dicampuradukkan seolah-olah satu maknanya. Padahal nama-nama tersebut memiliki konteks berbeda yang perlu dipahami agar tidak jatuh pada kesalahpahaman.

Yahudi adalah identitas agama sekaligus kebangsaan yang sudah ada ribuan tahun, hadir dalam diaspora di berbagai belahan dunia, termasuk di Tatar Sunda. Yudaisme cenderung merujuk pada sistem religinya, kita biasa menyebut dengan agama Yahudi.

Israel sendiri punya dua pengertian. Dalam tradisi keagamaan, ia menunjuk pada Bani Israel, sebuah identitas spiritual yang berakar pada narasi kitab suci. Sementara dalam arti modern, Israel adalah negara yang diklaim berdiri pada 1948 sebagai hasil dari proyek politik tertentu.

Adapun Zionisme adalah ideologi politik yang muncul pada akhir abad ke-19, bertujuan mendirikan dan mempertahankan negara tersebut di Palestina.

Ketika batas-batas ini dikaburkan, muncullah mispersepsi publik. Dalam konteks kolonialisme dan konflik global, kebencian terhadap Zionisme seringkali bergeser menjadi kebencian terhadap orang Yahudi secara keseluruhan. 

“Zionisme didirikan atas keyakinan bahwa antisemitisme tidak mungkin bisa dihapus sepenuhnya, hanya bisa dikurangi. Tapi hari ini semakin jelas bahwa proyek Zionis telah gagal dalam misinya yang katanya untuk menjamin keselamatan orang Yahudi.” (Shane Burley dan Ben Lorber, 2024)

Inilah yang melahirkan antisemitisme, sebuah bias yang menempatkan identitas etnis dan agama sebagai musuh, padahal problem utamanya adalah proyek kolonial Zionisme. Kita

bisa membaca itu semua dengan jelas dalam, Susan Landau, “‘Thou Shalt Not Stand Idly By’: Jews of Conscience on Palestine” (2025).

Bandung, yang pernah menyaksikan jejak komunitas Yahudi sekaligus menjadi panggung anti-kolonial, memberi kita pelajaran penting bahwa melawan penindasan tidak berarti menghapus identitas orang atau kelompok tertentu.

Semangat Konferensi Asia-Afrika 1955 jelas, menolak segala bentuk kolonialisme. Spirit ini relevan untuk menegaskan bahwa perlawanan terhadap Zionisme adalah bagian dari solidaritas global melawan penjajahan, bukan seruan untuk menghapus eksistensi Yahudi.

Anti-kolonialisme di Bandung menolak penindasan atas bangsa Palestina, sekaligus menolak jebakan kebencian yang buta. Dengan meluruskan jejak ini, kita bisa menjaga warisan Bandung sebagai ruang perlawanan yang adil. Kita mengutuk kolonialisme, tapi tetap menghormati keberadaan identitas dan tradisi Yahudi yang berbeda dari Zionisme itu sendiri. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Arfi Pandu Dinata
Menulis tentang agama, budaya, dan kehidupan orang Sunda
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:41 WIB

UMKM Tahura Bandung Tumbuh Bersama di Tengah Perubahan Kawasan Wisata

Mengkisahkan tentang seorang pedagang pentol kuah yang ikut tumbuh bersama dengan berkembangnya kawasan wisata alam Tahura
Seorang pedagang sedang menjaga warungnya di Kawasan wisata tahura, (25/10/25) (Foto: M. Hafidz Al Hakim)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:21 WIB

Fenomena Turisme Bandung: Pesona Edukatif dan Konservatif di Lembang Park & Zoo

Lembang Park & Zoo menghadirkan wisata edukatif dan konservatif di Bandung.
Siap berpetualang di Lembang Park & Zoo! Dari kampung satwa sampai istana reptil, semua seru buat dikunjungi bareng keluarga (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Adil Rafsanjani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ‘Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 20:18 WIB

Ngaruat Gunung Manglayang, Tradisi Sakral Menjaga Harmoni Alam dan Manusia

Ngaruat Gunung Manglayang adalah tradisi tahunan untuk menghormati alam.
Warga adat melakukan ritual ruatan di kaki Gunung Manglayang sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa keselamatan bagi alam serta masyarakat sekitar.di Gunung Manglayang, Cibiru, Bandung 20 Maret 2025 (Foto: Oscar Yasunari)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 18:23 WIB

Desa Wisata, Ekonomi Kreatif yang Bertumbuh dari Akar Desa

Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Wajah baru ekonomi Jawa Barat kini tumbuh dari desa. Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:21 WIB

Lenggak-lenggok Jaipong di Tengah Riuh Bandung dan Pesona Tradisi

Tari Jaipong tampil memukau di West Java Festival 2025. Gerak enerjik dan musik riuh membuat penonton antusias.
Penampilan tari Jaipong menghiasi panggung West Java Festival 2025 dengan gerakan energik yang memukau penonton, Minggu (9/11/2025). (Sumber: Selly Alifa | Foto: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:07 WIB

Curug Pelangi Punya Keindahan Ikonik seperti di Luar Negeri

Wisata alam Bandung memiliki banyak keunikan, Curug Pelangi punya ikon baru dengan pemandangan pelangi alami.
Pelangi asli terlihat jelas di wisata air terjun Curug Pelangi, Kabupaten Bandung Barat (2/11/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tazkiya Hasna Putri S)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:55 WIB

Wayang Golek Sindu Parwata Gaungkan Pelestarian Budaya Sunda di Manjahlega

Pagelaran Wayang Golek Sindu Parwata di Manjahlega gaungkan pelestarian budaya Sunda dan dorong generasi muda untuk mencintai budaya lokal sunda.
Suasana pagelaran Wayang Golek di Kelurahan Manjahlega, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, Jumat (5/9/2025), di halaman Karang Taruna Caturdasa RW 14. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Ayu Amanda Gabriela)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:30 WIB

Menyoal 'Sora' Sunda di Tengah Sorak Wisatawan

Sora Sunda tidak harus berteriak paling keras untuk tetap hidup dan bertahan. Ia cukup dimulai dari kebiasaan kecil.
Mengenalkan budaya dan nilai kesundaan bisa dilakukan lewat atraksi kaulinan barudak. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:10 WIB

Kenaikan Gaji ASN, antara Harapan Dompet dan Reformasi Birokrasi

Kenaikan gaji ASN bukan sekadar soal dompet, tapi ujian sejauh mana birokrasi mampu menukar kesejahteraan menjadi kinerja.
Ilustrasi PNS di Bandung Raya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:00 WIB

Damri dan Wisata Oase Kaum Marjinal di Dalamnya

DAMRI menjadi salah satu transportasi yang menjadi pilihan bagi masyarakat khususnya di Kota Bandung.
Ilustrasi yang menggambarkan suasana dalam bus DAMRI (Sumber: Gemini AI)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 15:52 WIB

Dari Nongkrong di Warung Jadi Komunitas Vespa Solid di Kota Bandung

Komunitas WK Scoot lahir dari tongkrongan anak SMP pada 2021 dan kini berisi 25 anggota.
WK Scoot Bandung terlihat berjejer rapi di Jalan Taman Citarum saat melakukan Sunday Morning Ride, Jumat (27/10/2024). (Sumber: Instagram | Foto: Arlo Aulia)