Belajar Tanpa Lampu Sorot dan Menghargai Proses yang Tak Terlihat

Netizen
Ditulis oleh Netizen diterbitkan Kamis 15 Mei 2025, 18:35 WIB
Di kampus, kita terbiasa dengan ritme yang ribut. Event ini, seminar itu, deadline sana, posting-an sini. Kita dibuat percaya bahwa sibuk adalah bukti kesuksesan. (Sumber: Pexels/Timotej Nagy)

Di kampus, kita terbiasa dengan ritme yang ribut. Event ini, seminar itu, deadline sana, posting-an sini. Kita dibuat percaya bahwa sibuk adalah bukti kesuksesan. (Sumber: Pexels/Timotej Nagy)

Ditulis oleh Brigitta Amanda Nugroho

AYOBANDUNG.IDSaya ingat betul bagaimana aktifnya di masa SMA dengan mengikuti organisasi Majelis Musyawarah Perwakilan Kelas (MMPK) yang terlibat di berbagai kepanitiaan inti, mengawasi kinerja organisasi dan ekstrakurikuler di sekolah. 

Namun saat memasuki dunia perkuliahan, dimana semua orang begitu sibuk mengenalkan dirinya sebagai “aktivis ini”, “pengurus itu”, atau “panitia segala hal”, saya belum tahu harus aktif di mana, dan hanya bisa diam mendengarkan. 

Rasanya kecil. Tidak terlihat. Tapi anehnya, saya juga tidak terlalu ingin tampil. Saya cuma ingin belajar.

Sayangnya, belajar tidak cukup hari ini. Dunia perkuliahan telah berubah menjadi panggung. Jika kamu tidak tampil, kamu tidak ada. Mahasiswa dinilai bukan dari proses berpikir atau kedalaman pemahamannya, tetapi dari banyaknya ia muncul di media sosial, mengikuti lomba, atau aktif di organisasi.

Tentu tidak salah menjadi aktif. Namun ketika kita mulai mengukur kualitas diri dari seberapa sering kita tampil, itulah yang menjadi masalahnya. Saat kita mulai berpikir “Aku belum jadi siapa-siapa karena belum ada jabatan apa-apa.” 

Di kampus, kita terbiasa dengan ritme yang ribut. Event ini, seminar itu, deadline sana, posting-an sini. Kita dibuat percaya bahwa sibuk adalah bukti kesuksesan. Bahwa semakin padat jadwalmu, semakin “berharga” kamu sebagai mahasiswa.

Tapi nyatanya tidak semua orang cocok dengan ritme seperti itu. Ada yang memilih belajar dengan cara lain, seperti membaca perlahan, menulis diam-diam, berdiskusi kecil, atau sekadar merenung di ruang kosong perpustakaan. 

Mahasiswa-mahasiswa seperti ini jarang terlihat sehingga jarang disebut “berharga”, tetapi justru mereka yang sering memiliki pandangan tajam tentang banyak hal. Mereka hanya tidak ingin ribut.

Saya punya seorang teman, sebut saja namanya A. Ia jarang terlihat aktif di kegiatan kampus. Namun, jika diajak berdiskusi soal politik, ekonomi, bahkan filsafat, dia mampu menjawabnya secara mendalam. Ia tidak bergabung dalam organisasi, jarang terlihat nongkrong, dan tidak suka memamerkan aktivitasnya. Ia bukan tipe mahasiswa yang dikenal banyak orang, tapi saat diskusi di kelas, dosen sering menoleh padanya. Ia belajar secara diam-diam, tapi konsisten.

Si A pernah bilang sesuatu yang masih saya ingat sampai saat ini :

Gak semua proses butuh panggung, kan? Aku memilih jalan yang sepi, tapi itu tetap jalan.

Baca Juga: Baik Buruknya AI dari Pernyataan Gibran Rakabuming, Daya Kritis Dipertaruhkan

Masalahnya, kampus tidak selalu memberikan ruang untuk orang-orang seperti itu. Karena yang dilihat adalah bukti, bukan proses. Bukti harus bisa ditunjukkan seperti sertifikat, unggahan, apresiasi, ataupun foto-foto aktivitas.

Kita tumbuh dalam budaya yang mendorong semua hal harus terlihat. Hal ini menjadikan kita pribadi yang tidak lagi puas belajar untuk diri sendiri. Kita ingin diakui, dan dianggap keren. Perlahan kita mulai meragukan proses yang sunyi, dan merasa tidak cukup hanya karena tidak terlihat sibuk.

Padahal, tidak semua pertumbuhan harus tampil dan bersuara. Tidak semua kemajuan harus dibuktikan dengan foto dan caption panjang. Beberapa hal terbaik justru tumbuh dalam diam, seperti halnya akar. Ia bekerja keras di bawah tanah, sebelum batangnya muncul ke permukaan. Banyak hal bisa kita dengarkan dengan lebih baik dalam diam, seperti mendengarkan dosen, mendengarkan lagu, dan juga mendengarkan diri sendiri. Dalam diam, kita tidak perlu merasa harus membuktikan apa-apa. Kita hanya ingin paham, bukan tampil. Kita hanya ingin tumbuh, bukan tampil tumbuh. 

Baca Juga: Melewatkan Siang antara Pasar Rakyat dan Istana Cipanas yang Penuh Kontras

Namun diam itu sulit hari ini. Dunia sudah terlalu berisik. Kita tidak hanya hidup di kampus, tapi juga di Instagram, Twitter, bahkan Linkedln. Tempat di mana semua orang punya ideal versi dirinya masing-masing. Mahasiswa ideal, pemuda produktif, pejuang masa depan. Dan kita, yang tidak termasuk kriteria itu, mulai merasa gagal.

Saya pun begitu. Saya sempat berpikir “Apa aku pemalas?” hanya karena tidak ikut banyak kegiatan dan organisasi dan akhir-akhir ini saya lebih suka membaca sendiri di kamar, berdiam diri dengan diri sendiri, daripada ikut kegiatan. Saya mulai mengukur nilai diri saya dari seberapa sedikit yang saya capai secara sosial. Padahal, jauh di dalam, saya sedang memahami banyak hal yang sebelumnya saya abaikan. Tentang relasi, tentang batas diri, tentang hidup yang ingin saya jalani. 

Kalau kamu termasuk orang yang diam, dan kadang merasa tertinggal karena tidak punya banyak pencapaian di dunia digital, tak perlu khawatir. (Sumber: Pexels/KoolShooters)

Kadang, yang kita butuhkan bukan lagi “target”, tapi jeda.

Saya menulis ini bukan untuk menyalahkan mereka yang aktif. Saya menghargai dan menghormati semua yang rajin berkegiatan dan memberi kontribusi di banyak tempat. Tapi saya ingin juga mengingatkan, yang diam belum tentu diam-diaman.  Kadang, mereka hanya tidak ingin larut dalam keributan yang tidak mereka butuhkan. Kadang, mereka hanya ingin belajar tanpa tekanan harus terlihat sempurna. 

Bukan berarti mereka tidak tumbuh. Hanya saja, mereka tumbuh dari dalam. Mereka sedang memperkuat fondasi, bukan sibuk membangun menara. Kita terlalu sering membandingkan diri dengan bangunan yang sudah jadi, tanpa tahu fondasinya seperti apa. Padahal membangun fondasi juga butuh waktu, kesabaran, dan ketenangan. Di balik kesunyian itu, mereka membaca, berpikir, mengolah diri, dan menyiapkan langkah. Dunia mungkin tidak melihat yang diam hari ini, tapi waktu akan membuktikan bahwa pertumbuhan setiap orang tidak selalu membutuhkan panggung. Belajar dalam diam adalah keberanian untuk setia pada proses, bukan haus pada pujian.

Kalau kamu termasuk orang yang diam, dan kadang merasa tertinggal karena tidak punya banyak pencapaian di dunia digital, tak perlu khawatir. Kamu tidak sendirian. Kamu tidak kalah, bisa saja menang dengan tenang. Hari ini dunia memang berisik, tapi bukan berarti kamu harus ikut berteriak. Belajar adalah perjalanan yang sangat personal. Masing-masing individu mempunyai cara untuk menempuh tujuannya. Bila kamu memilih belajar dalam keheningan, bukan berarti kamu kalah. Kamu hanya sedang bertumbuh dengan jalur yang lain.

Dan jalur itu tetap benar, baik adanya. (*)

Brigitta Amanda Nugroho, Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

Identitas Persib

Ayo Netizen 10 Mei 2025, 09:59 WIB
Identitas Persib

News Update

Ayo Netizen 03 Jul 2025, 19:02 WIB

Optimalisasi Penggunaan AI dan Coding dalam Pendidikan

Artificial Intelligence (AI) dan Coding menjadi bagian penting yang bisa mengubah cara kita belajar, bermain, bahkan bekerja.
Artificial Intelligence (AI) dan Coding menjadi bagian penting yang bisa mengubah cara kita belajar, bermain, bahkan bekerja. (Sumber: Unsplash/BoliviaInteligente)
Ayo Netizen 03 Jul 2025, 16:02 WIB

Sudah Kirim Artikel ke Ayobandung.id, tapi Belum Terbit? Pastikan 'Send to REVIEW'

Banyak penulis yang bingung mengapa artikel mereka tidak kunjung terbit di Ayobandung.id meski sudah dikirim berhari-hari lalu.
Agar dapat berkontribusi, sila dipahami ketentuan dan cara kirim artikel agar dimuat oleh tim redaksi Ayobandung.id. (Sumber: Pexels/Gül Işık)
Ayo Netizen 03 Jul 2025, 14:35 WIB

Geiser Cisolok

Adanya geiser dan mata air panas yang terdapat di Cisolok, sudah sejak lama memberikan kebahagiaan dan kesehatan bagi warga yang memanfaatkannya.
Geiser Cisolok, perlu penataan lingkungan yang sungguh-sungguh. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Biz 03 Jul 2025, 12:10 WIB

Meningkatkan Literasi, Melawan Jerat: Strategi Keuangan untuk Rakyat Berdaya

Literasi keuangan kembali menjadi sorotan utama di tengah meningkatnya kasus pinjaman ilegal yang menyasar pelaku usaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah.
Literasi keuangan kembali menjadi sorotan utama di  tengah meningkatnya kasus pinjaman ilegal yang menyasar pelaku usaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Biz 03 Jul 2025, 11:38 WIB

Bakmi Pelita 2: Kuliner Legendaris Bandung yang Sering Jadi Hidden Gem dari 1988

Kota Bandung punya segudang aneka kuliner. Dari jajanan kaki lima hingga makanan khas berbagai negara. Namun ada satu tempat yang tak boleh dilewatkan, Bakmi Pelita 2, kedai mi legendaris yang sudah
Bakmi Pelita 2 (Foto: GMAPS)
Ayo Biz 03 Jul 2025, 10:15 WIB

Kuliner Legendaris Soreang: Pisang Moleng Mang Aa yang Renyah di Luar Lembut di Dalam

Kalau mendengar pisang bolen, nama Kartika Sari mungkin langsung terlintas di benak kita. Di Kabupaten Bandung ada satu camilan pisang yang tak kalah tenar, yakni Pisang Molen Mang Aa.
Pisang Molen Mang Aa. (Foto: Ist)
Ayo Netizen 03 Jul 2025, 09:23 WIB

Komunikasi Salah Kaprah, Jangan Tolerir Sebutan LGBT

Hari ini, prilaku menyimpang bisa disamarkan dengan berbagai istilah global yang membuat terlihat keren dan terkoneksi global seperti LGBT.
Hari ini, prilaku menyimpang bisa disamarkan dengan berbagai istilah global yang membuat terlihat keren dan terkoneksi global seperti LGBT. (Sumber: Pexels/Alexander Grey)
Ayo Jelajah 03 Jul 2025, 07:42 WIB

Benjang dari Ujungberung, Jejak Gulat Sakral di Tanah Sunda

Benjang, seni gulat tradisional dari Ujungberung, Bandung, pernah dilarang tapi kini jadi Warisan Budaya Takbenda. Simak sejarah dan keunikannya di sini.
Seni benjang gulat.
Ayo Jelajah 03 Jul 2025, 03:30 WIB

Dari Bandung Kopi Purnama, Ke Hindia Ku Berkelana

Kopi Purnama di Bandung sudah berdiri sejak 1930 dan jadi kedai kopi legendaris. Intip sejarah, menu andalan, dan kisah bisnis lintas generasi yang tetap eksis hingga kini.
Suasana Kopi Purnama yang jadi tempat ngopi legendaris di Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Bob Yanuar)
Ayo Jelajah 02 Jul 2025, 17:52 WIB

Sabotase Kereta Rancaekek, Bumbu Jimat dan Konspirasi Kiri

Kereta ekspres tergelincir di Rancaekek tahun 1924. Sabotase, organisasi kiri, dan jimat jadi bumbu panas persidangan kolonial.
Ilustrasi kereta api yang dibajak era kolonial. (Sumber: Gedenkboek der Staatsspoor en Tramwegen in Nederlandsch-Indie 1875 - 1925)
Ayo Netizen 02 Jul 2025, 16:43 WIB

Knalpot Racing Sudah Jadi Gaya Hidup yang Meresahkan

Knalpot racing bukan lagi digunakan di sirkiut balap tapi sudah berubah menjadi gaya hidup bagi sebagian masyarakat yang ingin dipandang keren.
Knalpot racing. (Sumber: Pixabay)
Ayo Biz 02 Jul 2025, 10:54 WIB

Kuliner Unik di Waduk Saguling: Menikmati Nikmatnya Liwet di Atas Perahu

Ingin menikmati nasi liwet sunda sambil bersantai di atas perahu tanpa harus ke pantai atau laut? Datang saja ke kawasan Waduk Saguling di Desa Rancapanggung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Bara
Nasi liwet Ciminyak, sensasi makan di atas perahu. (Foto: Ist)
Ayo Biz 02 Jul 2025, 09:51 WIB

Menepi ke Mie Kocok Persib yang Jadi Legenda Kuliner Kota Bandung Sejak 1963

Di tengah hiruk-pikuk Kota Bandung, ada satu sajian khas yang tak pernah kehilangan penggemarnya, yaitu mie kocok. Namun, di antara sekian banyak penjaja mie kocok, nama Mie Kocok Persib sudah menjadi
Mie Kocok Persib kuliner legenda Bandung (Foto: GMAPS)
Ayo Netizen 02 Jul 2025, 08:56 WIB

Satu Video, Ribuan Citra Polisi Ambruk

Citra Polri ke-79 di publik terus diuji zaman, dipertaruhkan waktu. Tantangan yang dihadapi tidak mudah ketika warganet dan algoritma bergerak liar, lincah, dan konsisten.
Kapolri (kiri) dan Presiden Prabowo dalam HUT Bhayangkara ke-79, kemarin (Sumber: Setneg | Foto: Setneg)
Beranda 01 Jul 2025, 18:49 WIB

DPRD Bandung Barat Pasang Badan untuk Tambang, Logika Ekonomi Pinggirkan Ekologi

Berbeda dengan Dedi Mulyadi yang ingin gebuk tambang ilegal, DPRD Bandung Barat justru membelanya. Alasannya? Demi ekonomi.
Penambangan batu menggunakan alat berat di kawasan Gunung Pabeasan yang termasuk ke dalam Karst Citatah, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Biz 01 Jul 2025, 17:55 WIB

Saat Ramen Masuk ke Pasar, Inovasi Galih Membongkar Pakem Lewat Rameninpo

Rameninpo, cerita tentang keberanian meracik identitas, memadukan budaya, dan membangun ruang baru bagi kreativitas anak muda di tengah pasar tradisional.
Rameninpo, cerita tentang keberanian meracik identitas, memadukan budaya, dan membangun ruang baru bagi kreativitas anak muda di tengah pasar tradisional. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Jul 2025, 17:06 WIB

Dari Wali Kota Medsos ke Wapres Republik: Gibran dan Masa Depan Politik Personalistik

Gibran Rakabuming adalah bentuk terkini gaya kepemimpinan di tanah air. Dengan kemampuan komunikasi digital, plus garis keturunan menguntungkan, loncatan karir super eksponensial berhasil dia cetak.
Wapres RI Gibran Rakabuming (Sumber: Setneg | Foto: Website Setneg)
Ayo Netizen 01 Jul 2025, 16:00 WIB

Terbanglah yang Tinggi Tanpa Menjatuhkan Orang Lain

Setiap orang berhak untuk memiliki impian atau cita-cita setinggi-tingginya.
Mengapa sebagian orang berhasil menggapai cita-citanya, sementara sebagian yang lain gagal dalam mewujudkan impiannya? (Sumber: Pexels/Rakicevic Nenad)
Ayo Biz 01 Jul 2025, 15:33 WIB

Rajut Ulang Harapan di Binong Jati, Proses Bertahan Hidup Perajut Bandung di Tengah Dinamika Zaman

Sentra Rajut Binong Jati bukan sekadar pusat industri kecil, tetapi lembar-lembar kisah tentang jatuh bangun para perajut Kota Bandung.
Sentra Rajut Binong Jati bukan sekadar pusat industri kecil, tetapi lembar-lembar kisah tentang jatuh bangun para perajut Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Biz 01 Jul 2025, 15:04 WIB

Kampung Randukurung, Sentra Tusuk Sate Tersembunyi di Bandung Selatan

Jarang yag tahu bahwa ada sentra tusuk sate yang tersembunyi di pelosok Kabupaten Bandung. Di wilayah Desa Kutawaringin dan sekitarnya, terutama di Kampung Randukurung, tusuk sate menjadi bagian dari
Sentra Kerajinan Tusuk Sate di Kampung Randukurung, Kabupaten Bandung. (Foto: Restu Nugraha)