Momentum Waisak 2569 BE yang jatuh pada tanggal 12 Mei 2025 pukul 23.55.29 WIB ini tidak hanya sekedar merayakan Tri Suci Waisak Puja (kelahiran, pencapaian penerangan sempurna, dan parinirwana; meninggal dunia), tapi harus ikut andil dalam menciptakan misi perdamaian atas konflik yang terjadi di Gaza Palestina dengan cara belajar mengendalian diri untuk tidak melakukan tindakan kekerasan, yang berujung pada peperangan atas nama agama.
Umat Buddhis meyakini berkah terdalam dari adanya peringatan Waisak itu kebahagiaan sejati melalui jalan kedamaian yang telah dicontohkan oleh sang Buddha.
Teladan yang Menginspirasi
Ketika Buddha masih hidup, ada seorang murid bernama Sariputta, yang telah menjadi teladan tata laku bagi biku Radha. Keteladanan Sariputta mendapatkan pujian dari Buddha, dengan ungkapan, seseorang hendaknya dianggap seperti penunjuk harta karun bila ia menunjukkan sesuatu yang harus dihindari serta memberikan dorongan terhadap sesuatu yang harus dilakukan. Begitulah seorang bijaksana yang patut diteladani, sungguh baik dan tidak tercela meneladani orang bijaksana.
Jotidhammo Mahathera, Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia menjelaskan, keteladanan itu sangat diperlukan bagi setiap peran, tugas jabatan, ataupun kedudukan, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun bangsa. Apalagi keteladanan yang diberikan oleh pemimpin agama sangat diperlukan agar umat beragama menjadi tahu jelas tentang konsep ajaran telah menjadi laku hidup yang nyata.
Buddha mengatakan, biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak mempunyai tingkah laku sesuai ajaran, orang yang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain.
Tentunya, tidak akan memperoleh manfaat dari kehidupan yang luhur ini. Memang keteladanan itu memerlukan pembenahan sikap diri terlebih dulu, sebelum seseorang pantas menjadi panutan.
Pembenahan sikap diri sangat dianjurkan Gautama. Seseorang yang arif tidak berbuat jahat, tidak pula menginginkan anak, kekayaan, pangkat, keberhasilan dengan cara tidak benar. Orang seperti itulah yang sesungguhnya luhur, bijaksana, dan berbudi.
Jika seseorang hidup seratus tahun, tetapi malas dan tidak bersemangat, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang berjuang dengan penuh semangat. Keteladanan dalam menghindari dan tidak melakukan perbuatan tidak benar (jahat), hidup berjuang penuh semangat, sangat dibutuhkan dalam kehidupan dewasa ini. (Kompas, 24 Mei 2013).
Pesan Tri Suci
Untuk perayaan Hari Waisak 2025, 2569 Buddhis Era. Bhikkhu Dhammavuddho Thera, perwakilan umat Buddha Indonesia dari WALUBI, menyampaikan pesan damai kepada umat Buddha dan seluruh masyarakat Indonesia.
“Kami perwakilan umat Buddha Indonesia, Walubi, mengucapkan Selamat Hari Waisak 2025, 2569 Buddhis Era. Dalam perayaan Waisak, kita senantiasa merenungkan pengorbanan dari Siddharta Gautama, yang meninggalkan surga Tusita demi membawa pesan perdamaian bagi dunia,” ujar Bhante Dhammavuddho Thera.
Tema Waisak tahun ini “Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan untuk Mewujudkan Perdamaian Dunia” dengan sub tema, “Bersatu Mewujudkan Damai Waisak untuk Kebahagiaan Semua Makhluk”.
Bhante menekankan pentingnya pengendalian diri sebagai langkah awal menuju kedamaian. Ingat, bahwa sosok sejati dan bijak adalah mereka yang mampu menaklukkan dirinya sendiri, sejalan dengan sabda Sang Buddha. “Bagaimana cara menaklukkan diri? Dengan pengendalian diri. Misalnya, menjauhkan diri dari perbuatan korupsi, tindakan asusila, dan segala hal yang merugikan diri sendiri maupun orang lain,” jelasnya.
Baca Juga: Ayobandung.id Berikan Total Hadiah Rp1,5 Juta Setiap Bulan, Kirim Tulisan Orisinal Tanpa AI
Selain pengendalian diri, kebijaksanaan menjadi pilar penting dalam menghadapi kegelapan batin (avijja) yang merupakan sumber penderitaan manusia.
Pasalnya kebijaksanaan dapat ditumbuhkan melalui tiga cara: rajin membaca literatur Dharma, merenungkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta mempraktikkan ajaran Sang Buddha. “Kalau kita ingin hidup damai, maka kita harus memberi kedamaian kepada orang lain. Sama seperti jika kita ingin bahagia, kita pun harus menebar kebahagiaan,” tuturnya.
Bhante mengajak seluruh umat dan masyarakat untuk menjaga perdamaian dunia sebagai bentuk tanggung jawab bersama atas bumi yang menjadi tempat tinggal semua makhluk. (Media Indonesia, 8 Mei 2025)
Jejak Roda Dharma

Bagi Christopher S. Queen, menguraikan tradisi agama Buddha sering kali dipuji karena ajaran perdamaian dan rekor menentang kekerasan yang lar biasa dalam masyarakat Buddhis. Dengan memberikan warisan berharga dalam usahanya untuk menciptakan perdamaian dan menumbuhkembangkan sikap antikekerasan.
Salah satu diantara manifesto dasarnya, empat kebenaran mulia yang menawarkan pembebasan sebab-sebab penderitaan manusia; kaidah (perintah) moralnya yang pokok adalah menjauhi tindakan menyakiti makhluk hidup (ahimsa); praktek-praktek kelemahlembutan belas kasih, kegembiraan yang penuh simpati dan ketenangan hati (brahmaviharas); ajaran-ajaran tentang perilaku yang menjauhi sikap egoisme (anatta), ketergantungan satu sama lain (paticcasamuppada) dan sikap non-dualisme (sunyata); paradigma makhluk yang mengalami pencerahan (bodhisattavas) yang mempergunakan upaya-upaya mahir untuk membebaskan orang lain dari penderitaan; citra "pemutar roda” (cakravartin) yang hebat serta pemimpin moral (dhammaraja) yang menaklukkan hati dan budi, bukan musuh dan daerah dengan kebijaksanaan dan kebaikan hati mereka yang luar biasa.
Ajaran-ajaran ini melahirkan pemimpin yang penuh semangat di setiap kebudayaan yang disentuh oleh dharma Buddhis, terutama yang berasal dari India, Sri Lanka, Cina, Tibet, Korea dan Jepang. Dalam dunia moderan dewasa ini, perjuangan menentang kekerasan untuk menegakkan hak-hak asasi manusia dan keadilan social melahirkan pendukung-pendukung Buddhis di Asia dan di Barat, dengan melahirkan keterlibatan baru aktivisme Buddhis.
Ini diakui oleh O.H. Wijesekera, seorang cendekiawan Sri Lanka, “Mempelajari sastra Buddhis kuno menyingkap fakta, konsep perdamaian muncul sebagai inti pokok dalam sistem etika social agama Buddha”
Ketika Buddha memutar Roda dharma setelah menerima pencerahan di bawah pohon Bodhi, Ia menerangkan Empat Kebenaran Mulia; seluruh kehidupan diganggu oleh perasaan-perasaan tidak puas dan menderita (dukkha); timbulnya (samudaya) penyakit ini disebabkan oleh ketidaktahuan akan sifat kehidupan yang tidak tetap dan senantiasa meniginginkan kenyamanan dan keamanan; tidak mustahil mencapai musuhnya (nirodha) faktor-faktor mental itu dan menemukan kedamaian nirvana; jalan rangkap delapan (magga) untuk mencapai tujuan itu mencakup pandangan, cita-cita, tindakan, penuturan, penghidupan, usaha, kepedulian dan pemusatan perhatian yang benar.
Baca Juga: Tak Perlu AI, 4 Alat Ulik Bahasa agar Kamu Jago Menulis
Di mata Donald K. Swearer, tradisi roda perdamaian ditekankan sebagai aliran utama ideologi kerajaan—agama sipil yang kuat dan merasuk. Sesuai dengan pemerintahan paradigmatis Asoka Maurya: “Perlindungan raja atas tarekat hidup mebiara Buddhis ditanggapi dengan kesetiaan lembagawi dan pembangunan kosmologi dan mitologi keagamaan yang menjunjung tinggai raja sebagai penyebar agama Buddha (sasana) dan sebagai kunci untuk mewujudkan keselarasan yang penuh kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta.” (Daniel L. Smith-Chistopher Editor, 2005:41-42, 46 dan 56-57).
Sudah saatnya kita belajar untuk mengendalikan diri, mengatasi segala bentuk keinginan, nafsu (untuk tidak melakukan balas dendam, mencai-maki, melakukan tindakan pengrusakan rumah Ibadah atas tergedi kemanusiaan yang menimpa Gaza) sebagai cara melenyapkan penderitaan.
Mari kita renungkan petuah Buddha Gotama ini hanya keinginan yang berdasarkan pada kesadaran, kearifan, kebijaksaan yang akan menjadi sumber kebahagiaan dan kedamaian bagi semua kehidupan ini.
Rupanya lagu Selamat Hari Waisak karya Joky pun harus kita peraktikan, “Selamat Hari Suci Waisak/ Selamat slamat berbahagia/Pancarkan cinta bagi semua/Dalam kasih mulia Sang Buddha/Selamat Hari Suci Waisak/Selamat slamat berbahagia/Suka cita bagi semua/Damai Waisak bagi dunia/Selamat Hari Suci Waisak/Salam damai dan sejahtera/Berkah Waisak bagi dunia/Semoga semua berbahagia”.
Baca Juga: AI Bukan Ghost Writer dan AYO NETIZEN Siap Menampung Tulisanmu yang Tidak Sempurna
Dengan demikian, Waisak 2569 BE ini tidak hanya penting untuk diperingati dan direfleksikan secara bersama-sama, tetapi harus dijadikan momentum yang tetap untuk menciptakan arti pentingnya perdamaian di dunia ini dengan cara memberikan teladan yang menginspirasi supaya terus melakukan perbauatan baik dan menyebarluaskan ajaran agama yang melarang umatnya melakukan tindakan kekerasan, (peperang) dalam setiap menyelesaikan segala persoalan.
Selamat Hari Raya Waisak 2569 BE. Sabbe satta bhavantu sukhitatta, semoga semua makhluk hidup berbahagia. Sadhu, sadhu, sadhu. (*)