Ditulis oleh Faustine Haylen Christella
AYOBANDUNG.ID -- Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, akhir-akhir ini sering menjadi sorotan karena beberapa wacana kebijakannya yang dinilai tidak sesuai oleh masyarakat.
Dari yang awalnya seperti siswa nakal akan dikirim ke barak militer selama enam bulan, lalu videonya viral saat berdebat dengan anak kecil yang membahas masalah penghapusan acara wisuda di sekolah, dan yang terakhir ini yang paling disoroti oleh masyarakat adalah kebijakannya mengenai vasektomi yang akan menjadi syarat bantuan sosial.
Vasektomi sendiri adalah prosedur kontrasepsi permanen yang dilakukan pada pria untuk mencegah kehamilan dengan memotong dan mengikat saluran sperma dengan tidak mempengaruhi produksi hormon testosteron, libido, atau kemampuan ereksi. Meski demikian, para laki-laki masih bisa mencapai orgasme dan ejakulasi meski tanpa sperma.
Wacana kebijakan Dedi Mulyadi yang satu ini sangat menuai pro kontra dari masyarakat. Sebenarnya, vasektomi yang akan dilakukan oleh pria ini merupakan solusi untuk menekan angka kelahiran yang hal ini berarti dapat mengurangi beban ekonomi keluarga miskin. Kebijakan ini merupakan kebijakan berani yang berpihak pada masa depan. Namun, vasektomi dianggap melanggar hak reproduksi suatu individu.
Baca Juga: Suara yang Tertinggal dari Pasar Banjaran
Baca Juga: Buruh dalam Bahasa Sunda
Dalam agama Islam, vasektomi sendiri dianggap haram, karena vasektomi secara prinsip adalah tindakan yang mengarah pada permandulan, dan dalam pandangan syariat, hal ini dianggap haram. Dalam pandangan syariat, vasektomi dapat dilakukan untuk keperluan seperti sakit dan sejenisnya.
Masyarakat sangat merespon aktif kebijakan yang dikeluarkan oleh Dedi Mulyadi ini. Ada yang berpendapat bahwa vasektomi merupakan bentuk penekanan terhadap orang miskin, karena vasektomi dijadikan syarat untuk menerima bantuan sosial. Tetapi banyak juga yang berpendapat vasektomi adalah cara yang ampuh untuk mengurangi angka kelahiran pada keluarga miskin yang tidak mampu memberikan kebutuhan kepada anaknya.
Pada media sosial X, banyak sekali perdebatan yang terjadi mengenai pembahasan ini. Pihak perempuan sangat setuju dengan adanya kebijakan ini, karena selama ini dari kasus-kasus yang terjadi sebelumnya, pasti yang melakukan program Keluarga Berencana (KB) adalah pihak perempuan. Sedangkan pihak laki-laki tidak berkontribusi dalam KB. Sekarang pihak laki-laki yang dianjurkan untuk KB karena sebagai bentuk tanggung jawab menjadi kepala keluarga.
Selama ini perempuan melakukan KB yang dapat merusak hormon mereka sendiri, perempuan masih melahirkan, menyusui, dan lain sebagainya. Inilah waktunya para laki-laki untuk melakukan kontribusinya pada KB. Tetapi banyak kalangan laki-laki yang tidak setuju akan hal ini karena mereka takut, memikirkan tubuhnya, dan lain-lain. Namun, apa kabar dengan perempuan selama ini?

Anak yang kelaparan, dieksploitas bekerja saat masih usia dini, tidak mampu bersekolah, adalah korban dari keegoisa orang tua yang tidak bertanggung jawab. Seharusnya sebelum mereka melahirkan anak, mereka harus berpikir terlebih dahulu apakah ekonomi mereka mampu? Apakah mental mereka siap?
Hal ini yang dikhawatirkan Dedi Mulyadi, Ia tidak ingin banyak anak-anak yang menjadi korban dari keegoisan orang tua mereka yang tidak bertanggung jawab. Maka dari itu Dedi Mulyadi mengeluarkan wacana ini agar orang tua yang tidak mampu tidak melahirkan banyak anak. Dedi Mulyadi juga menjanjikan uang senilai Rp500.000,00 untuk pria yang melakukan vasektomi.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) beranggapan bahwa rencana Dedi Mulyadi yang menjadikan vasektomi menjadi syarat bantuan sosial dapat melanggar hak privasi. Vasektomi sendiri dilakukan pada tubuh yang merupakan hak asasi, dan hal itu sebaiknya tidak ditukarkan dengan bantuan sosial. Jangankan sebagai syarat bantuan sosial, sebagai hukuman pidana yang menggunakan penghukuman badan saja merupakan pelanggaran hak asasi suatu individu.
Vasektomi sendiri merupakan hal yang baik dilakukan untuk kepentingan negara dan pribadi. Tetapi, jika dijadikan syarat untuk bantuan sosial sepertinya hal ini menjadi paksaan pemerintah terhadap orang miskin.
Perlu pemikiran yang matang jika akan melakukan vasektomi, karena ini menyangkut masa depan suatu individu. Walau memang tidak permanen, vasektomi tidsk dianjurkan jika hanya untuk menunda anak saja. Jadi jangan karena suatu paksaan atau suruhan, semuanya harus dipikirkan dengan matang.
Sebenarnya, banyak cara pemerintah untuk mengatasi kemiskinan yang terjadi di Indonesia ini. Yang dibutuhkan masyarakat adalah bantuan pendidikan gratis, lapangan pekerjaan yang cukup, dan pelatihan-pelatihan. Vasektomi bukan menjadi solusi satu-satunya untuk menekan angka kemiskinan.
Baca Juga: Hal yang Mesti Kamu Persiapkan untuk Menulis di Ayobandung.id
Perlunya kesadaran dari berbagai pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Pemerintah tidak seharusnya menjadikan vasektomi yang menyangkut ranah privasi menjadi syarat bantuan sosial yang hal ini merupakan pelanggaran hak asasi. Namun, pihak masyarakat harus sadar akan kemampuan mereka dalm memiliki keluarga, jangan menjadikan anak sebagai korban. Pikirlah dahulu kapasitas ekonomi dan mental sebelum melahirkan anak. (*)
Penulis, Faustine Haylen Christella, adalah mahasiswa Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret.