Capek Rebahan? Self Reward Healing Jadi Solusi, tapi Isi Dompet Jadi Korbannya

Netizen
Ditulis oleh Netizen diterbitkan Rabu 07 Mei 2025, 14:49 WIB
Kata “Self Reward” sudah sangat nyaman dikenal oleh telinga para Gen Z. (Sumber: Pexels/Porapak Apichodilok)

Kata “Self Reward” sudah sangat nyaman dikenal oleh telinga para Gen Z. (Sumber: Pexels/Porapak Apichodilok)

AYOBANDUNG.ID - Coba hitung dengan jarimu, berapa kali kamu memutuskan butuh self reward ketika baru saja menyelesaikan suatu tugas. Bahkan yang lebih parahnya sudah mulai "mengapresiasi diri" saat baru menulis satu paragraf dari tugasmu.

Pasti jumlah jarimu tidak akan cukup buat menghitungnya atau malah kamu lupa sudah berapa kali karena terlalu banyak kamu melakukannya.

Salah satu self reward yang paling mudah ialah rebahan. Siapa sih orang yang gak suka rebahan? Mungkin saat ini orang yang tidak suka rebahan dianggap aneh. Zaman sekarang pasti semua orang tahu apa itu “rebahan”. Sesibuk aktifnya orang kalau ada waktu luang pasti milih buat rebahan bersantai dan berselancar asik di media sosial. Seorang “pengacara” alias pengangguran banyak acara saja butuh rebahan. Untuk kalangan anak muda rebahan pun menjadi hal yang wajib dilakukan agar tidak burnout, katanya. Apalagi buat para remaja jompo yang gerak dikit aja encok seperti kamu yang baca.

Kini rebahan sambil scroll Tiktok seharian menjadi sebuah kegiatan yang melelahkan. Bisa membuat jari-jemari kita pegal karena terus memijat handphone. Bahkan untuk mengubah posisi rebahan dari terlentang ke miring saja itu butuh usaha yang besar. Setelah melakukan kegiatan yang sangat melelahkan tersebut dapat mengganggu mental health. Tapi, tenang semua masalah pasti ada solusinya yaitu healing berupa self reward.

Kelelahan yang berarti ini menjadi alasan yang kuat untuk melakukan self reward. Kelelahan yang dimaksud di sini seperti, usaha untuk berdiam diri di kamar sembari berselancar di sosial media, menarik merapikan selimut, mengirim gosip terkini bersama teman di WhatsApp, menulis to-do list yang tujuan awalnya agar memerinci tugas malah berubah jadi tekanan tidak mengerjakannya karena melihat banyaknya tugas (jadi malah malas mengerjakannya), dan bahkan sekedar berpindah posisi rebahan,

Arti Self Reward secara Normalnya

Kata “Self Reward” sudah sangat nyaman dikenal oleh telinga para Gen Z. Self reward sendiri adalah bentuk menunjukkan rasa terima kasih atas berhasil mencapai tujuan atau melewati proses tertentu. Memberi hadiah kepada diri sendiri sebagai cara untuk menghargai hal yang telah dicapai atau setelah kita melalui masa sulit.

Sebagai contoh, seseorang mungkin memiliki kemungkinan untuk membeli sesuatu yang diinginkan, seperti makanan lezat, setelah menyelesaikan ujian.

Salah satu kajian dari Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul menyatakan bahwa self reward adalah bentuk cara menghindari diri dari stres yang berlebih.

Self reward juga merupakan bentuk aktualisasi diri validasi atas kerja keras yang telah dilakukan.

Anggapan Mental Health Nomor Satu

Pada era modern ini dengan kemudahan akses sosial media munculnya anggapan “aku berhak bahagia” dan banyak bermunculan kampanye mengenai mental health.

Sebenarnya mentalitas tersebut bukan merupakan hal yang buruk. Anggapan “aku berhak bahagia” bisa menjadi pegangan dan pengingat jika melakukan usaha dalam hidup perlu berhenti sejenak untuk membahagiakan diri.

Pernyataan “aku berhak bahagia” dapat menjadi perlindungan pada kesehatan mental dan bentuk penghargaan pada diri sendiri. Di tengah masyarakat yang memiliki pola pikir bahwa kelelahan atau kerja keras adalah tolok ukur keberhasilan kesuksesan kehidupan. Dengan adanya kampanye mengenai mental health dengan menolak standar kehidupan atas pencapaian yang membebani kita dan berkebalikan dengan usaha menjaga kesehatan mental.

Namun, seiring berjalannya waktu pada akhirnya mentalitas ini berubah menjadi bumerang bagi diri sendiri. Anggapan “aku berhak bahagia” justru malah menjadi senjata alasan pembenaran atas hedonisme, pemborosan, dan kemalasan.

Memang pada dasarnya kebahagiaan adalah hak asasi semua orang sebagai penjagaan terhadap kesehatan mental tetapi, bukan berarti menjadi pembenaran atas perilaku pemborosan untuk memuas diri dengan menghalalkan segala cara yang justru merugikan kita.

Baca Juga: Ayobandung.id Ajak Mahasiswa se-Bandung Raya Menulis di AYO NETIZEN

Penyiksaan Dompet

Self reward juga suatu hal yang salah jika dilakukan dengan alasan yang impulsif dan membenarkan pemborosan dengan dalih demi kebahagiaan diri sendiri. (Sumber: Pexels/Ahsanjaya)

Dompet, entah itu digital maupun konvensional secara tertutup menjadi korban yang paling sering dianiaya. Karena ia terus terjebak dalam kemiskinan demi keuntungan pribadi. Jika dia bisa bicara, ocehannya mungkin lebih pedas dari nasi kucing dua karet angkringan.

Alih-alih tidur, ia hanya bisa menghela napas saat membeli barang di tengah malam. Seolah-olah generasi sekarang percaya bahwa belanja, makan makanan yang enak, atau pengobatan cepat akan menyembuhkan setiap emosi negatif.

Akibatnya, dompet menjadi tameng untuk kebahagiaan yang sementara. Kita merelakan nyawa dompet terkikis terus menerus demi kebahagiaan yang cepat dan terburu-buru.

Baca Juga: Menulis di Ayobandung.id seperti Melukis, Kamu Tak Perlu Dituliskan oleh AI

Baik Vs Buruk

Banyak dari Gen Z beranggapan salah satu cara terbaik untuk mengatasi stres dengan membahagiakan diri sendiri adalah bentuk penyembuhan diri dari segala tekanan kehidupan. Setelah seharian bekerja keras, tubuh dan mental sangat membutuhkan penyegaran kembali.

Apalagi, dengan banyak pilihan hiburan yang tersedia di ujung jari, seperti belanja online, layanan streaming, atau bahkan makan enak melalui aplikasi pengiriman makanan akan datang sendirinya sedangkan kita tetap rebahan, sulit untuk menahan keinginan untuk menonton. Ini adalah awal masalah.

Awalnya anggapan “aku berhak bahagia” memiliki tujuan yang positif untuk menjaga kesehatan mental. Self reward menjadi bentuk keseimbangan kehidupan (work life balance) antara kerja keras usaha dalam menjalani kehidupan dan memberi apresiasi atas kerja keras tersebut.

Namun, self reward menjadi buruk ketika kesehatan mental menjadi alasan dihalalkannya perilaku konsumtif. Self reward bukan jadi bentuk apresiasi diri atas kerja keras justru menjadi apresiasi diri karena kita bosan tidak melakukan sesuatu.

Ketika self reward yang dilakukan secara sering hal itu membuat tingkat kepuasan kita juga menurun dan menganggap self reward adalah hal yang biasa. Kemudian mendorong kita untuk melakukan hal yang lebih besar dan lebih merugikan. Namun, kembali lagi kepada individu masing-masing dalam mengaturnya. Semua hal yang berlebih-lebihan itu tidak baik kita melakukan hal sesuai dengan porsinya.

Baca Juga: Kamu Dapat Berbagi Cerita tentang Bandung Raya ke AYO NETIZEN

Solusi bagi Kaum Rebahan

Rebahan sebagai cara mengistirahatkan fisik ketika lelah itu bukan menjadi masalah. Self reward juga suatu hal yang salah jika dilakukan dengan alasan sekadar impulsif yang membenarkan pemborosan dengan dalih demi kebahagiaan diri sendiri.

Mulailah dengan mengubah pola pikir bahwa tidak semua emosi negatif harus segera diobati dengan memberi hadiah yang merugikan dompet kita. Healing tidak harus mengeluarkan biaya banyak cara healing yang tidak perlu mengeluarkan biaya seperti , menikmati waktu sendiri dengan menulis buku, journaling, menonton video hiburan yang membuat kita lebih rileks, dan masih banyak cara lainnya.

Reward atau hadiah yang kita dapat ketika sudah melewati proses yang sulit dan kerja keras akan terasa lebih bermakna bagi kebahagiaan diri. (*)

Penulis, Sekar Aghna Az Zahra, adalah mahasiswa Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 08 Okt 2025, 18:33 WIB

Belajar Mengenal Obat Anti Nyeri yang Aman untuk Ibu Hamil

Ibu hamil adalah kelompok yang tidak boleh sembarang dalam memilih obat ketika terdapat keluhan.
Dalam beberapa kondisi, ibu hamil juga sering mengeluhkan sakit kepala, sakit gigi atau demam. (Sumber: Pexels/Ahmed akacha)
Ayo Netizen 08 Okt 2025, 16:15 WIB

Studi Agama di Dunia Sunda

Sunda terbuka dan plural, tempat berbagai agama hidup berdampingan.
Pojok Barang-Barang Antik di Pasar Cikapundung, Kota Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 08 Okt 2025, 15:03 WIB

Oleh-Oleh dari Bengkel Rancage 'Ngarang Carita Pondok'

Acara ini merupakan rangkaian atau kelanjutan dari Pasanggiri Ngarang Carpon 2025 (Sayembara Menulis Cerpen 2025).
Pasanggiri Ngarang Carpon 2025. (Sumber: Youtube/SundaDigi)
Ayo Netizen 08 Okt 2025, 13:27 WIB

Memberikan Bantuan Cuma-Cuma malah Membentuk Mental 'Effortless'

Memberikan bantuan cuma-cuma akan membentuk mental effortless pada masyarakat.
Masyarakat mengunjungi KDM untuk meminta bantuan dan menyampaikan keluhan. (Sumber: Tiktok | Kang Dedi Mulyadi)
Ayo Jelajah 08 Okt 2025, 12:42 WIB

Sejarah Bandung Jadi Ibu Kota Hindia Belanda, Sebelum Jatuh ke Tangan Jepang

Di awal Maret 1942, Bandung berubah jadi ibu kota darurat Hindia Belanda. Tapi hanya empat hari, sebelum Jepang menutup kisah kolonial itu selamanya.
Jalan Raya Pos di Bandung tahun 1938 (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 08 Okt 2025, 09:01 WIB

Ambang Sakral: Modal Awal Memahami Agama di Mata Eliade

Inilah modal awal kita untuk memahami agama lewat mata Mircea Eliade.
Matahari, Pohon, dan Sawah di Baleendah, Kabupaten Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Biz 08 Okt 2025, 07:10 WIB

Ayobandung.id Raih Penghargaan Kategori Mitra Pendukung Local Media Summit 2025

Setelah melewati rangkaian tahap penjaringan, Ayobandung.id meraih penghargaan pada ajang Local Media Summit 2025 kategori mitra pendukung local media summit.
Setelah melewati rangkaian tahap penjaringan, Ayobandung.id meraih penghargaan pada ajang Local Media Summit 2025 kategori mitra pendukung local media summit. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 19:32 WIB

Saatnya Pembaca Buku Bertransformasi Menjadi Bookfluencer

Bookfluencer merupakan salah satu program untuk memperkenalkan dan mengasah minat pembaca buku.
Grand Opening Bookfluencer 2025 (Sumber: Salman ITB)
Ayo Jelajah 07 Okt 2025, 17:02 WIB

Hikayat Odading Mang Oleh, Legenda Internet Indonesia di Masa Pandemi

Odading Mang Oleh dan Ade Londok pernah bikin gempar setelah viral pada 2020 lalu. Tapi ketenaran mereka cepat tersapu digulumg waktu, menyisakan hanya ruang nostalgia.
Video viral Odading Mang Oleh dari Ade Londok yang bikin heboh pada September 2020.
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 16:07 WIB

Yang Bisa Kita Pelajari dari Ajaran (Penghayat) Kepercayaan

Refleksi tentang eksistensi, tiga ajaran pokoknya, dan pentingnya perbuatan nyata.
Sesajen pada Peringatan Hari lahir Pancasila (1 Juni 2021) di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 15:22 WIB

Kue Balok Legendaris ‘Unen’ Soreang ‘Keukeuh Peuteukeuh’ dengan Originalitas Rasa

Kata penjualnya, warung kue balok “Unen” sudah ditangani 3 generasi.
Kata penjualnya, warung kue balok “Unen” sudah ditangani 3 generasi. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dudung Ridwan)
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 14:14 WIB

Kesalahpahaman di Balik Taat dan Kata 'Khidmat'

Khidmat pada guru sering berujung pada perilaku kesewenang-wenangan yang mereka lakukan kepada muridnya atas nama ketaatan dan pengabdian.
Ilustrasi Santri Mencium Tangan Kiyai (Sumber: Gemini AI)
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 12:21 WIB

Program MBG, antara Harapan dan Kenyataan

Makanan Bergizi Gratis pada pelaksanaanya masih mengandung banyak kendala yang dihadapi.
Program makan bergizi gratis (MBG). (Sumber: kebumenkab.go.id)
Ayo Jelajah 07 Okt 2025, 11:48 WIB

Drama Pelarian Macan Tutul Lembang, dari Desa di Kuningan ke Hotel Sukasari

Macan tutul kabur dari Lembang Park and Zoo bikin geger Bandung. Dari pelarian misterius hingga penangkapan dramatis di hotel Sukasari.
Macan tutul di Hotel Sukasari Bandung yang diduga merupakan satwa kabur dari Lembang Park & Zoo.
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 10:28 WIB

'Lintas Agama' ala Sunda

Kata-kata ini membangun jembatan antara gagasan global dan kearifan lokal.
Lukisan Tembok di Joglo Keadilan, YSK, Bogor (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 08:20 WIB

Simbol Perlawanan, Kebebasan, serta Kritik Sosial dari Buku Perempuan di Titik NOL

Perempuan di Titik Nol adalah karya Nawal El-Sadawi seorang dokter dari negara Mesir.
Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El-Sadawi | 176 Halaman (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 20:33 WIB

Bandros Bandung, Wisata Kota yang Menghidupkan Cerita dan Ekonomi Lokal

Bandros bukan hanya kendaraan, tapi juga simbol kreativitas dan keramahan Bandung sebagai kota wisata.
Bandros, bus wisata keliling kota yang sejak pertama kali hadir, selalu membawa cerita dan keceriaan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 19:18 WIB

Bandung, Futsal, dan Masa Depan Sport Tourism Nasional

Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru.
Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 18:36 WIB

Pasar Properti Bandung 2025: Celah Investasi di Tengah Lonjakan Permintaan

Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian.
Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban dari kota-kota sekitar menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian. (Sumber: dok. Summarecon)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 18:18 WIB

Partisipasi Publik yang Hilang dalam Proses Kebijakan

Partisipasi publik adalah ruh demokrasi.
Pekerja Pariwisata Unjukrasa di Gedung Sate Tuntut Cabut Larangan Study Tour. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)