Dari Gurun Pasir ke Kamp Konsentrasi, Kisah Tragis Keluarga Berretty Pemilik Vila Isola Bandung

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Senin 14 Jul 2025, 14:24 WIB
Dominique Roderick 'Dodo' Berretty dan Dominique Willem Berretty, anak dan ayah pemilik Vila Isola Bandung. (Sumber: De Kourier)

Dominique Roderick 'Dodo' Berretty dan Dominique Willem Berretty, anak dan ayah pemilik Vila Isola Bandung. (Sumber: De Kourier)

AYOBANDUNG.ID - Di utara Bandung, berdiri sebuah bangunan putih yang bentuknya agak nyeleneh tapi penuh gaya. Ia tidak seperti rumah kolonial biasa dengan pilar tinggi dan genteng merah. Bangunan ini bulat, melengkung, bertingkat-tingkat seperti kue tart arsitektural. Namanya Vila Isola. Dibangun pada 1932 oleh arsitek art deco ternama, bangunan ini pernah jadi lambang kejayaan seseorang yang kehidupannya tak kalah mencolok dari desain rumahnya.

Vila yang kini jadi Gedung Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini bukan cuma bangunan tinggal. Ia adalah panggung. Panggung bagi satu keluarga kecil yang dulu tinggal di sana: seorang ayah flamboyan, anak lelaki semata wayang yang dimanjakan, dan seorang adik perempuan kecil yang tak pernah jauh dari kakaknya.

Sosok sang ayah: Dominique Willem Berretty. Bos besar kantor berita Aneta (cikal bakal Antara), orang kaya raya Hindia Belanda yang hidupnya seperti drama—penuh cinta, gosip, uang, dan akhirnya: maut. Nama si anak: Dominique Roderick Berretty, atau akrab disapa Dodo, bocah lelaki yang sempat tumbuh di atas panggung megah Isola, sebelum hidup melemparkannya ke jalanan Eropa yang keras, kamp Nazi yang kejam, dan akhirnya Paris yang sunyi.

Kisah dua Berretty ini adalah hikayat dua zaman yang saling bertubrukan. Satu hidup di masa Hindia Belanda, satu lagi di masa dunia yang sedang berubah—di antara perang dunia, dekolonisasi, dan modernitas. Yang satu mati dalam pesawat di padang pasir. Yang satu nyaris mati di kamp konsentrasi. Tapi keduanya punya satu kesamaan: mereka pernah tinggal di rumah yang disebut Isola, rumah yang kini masih berdiri megah di Setiabudi, Bandung, meski penghuninya sudah lama hilang dari sejarah.

DW Berretty: Raja Koran yang Hidup Seperti Tokoh Film

Dominique Willem Berretty lahir di Yogyakarta pada 20 November 1890. Ayahnya orang Italia, ibunya perempuan Jawa. Latar belakang campuran ini memberinya sesuatu yang istimewa: wajah Eropa, tapi dengan kaki yang menjejak tanah kolonial. Ia memulai kariernya sebagai korektor di koran Bataviaasch Nieuwsblad, pekerjaan yang biasanya jadi tempat parkir anak muda yang belum tahu mau jadi apa.

Tapi bukan Berretty namanya kalau puas jadi korektor. Pada 1 April 1917, ia mendirikan kantor berita Algemeen Nieuws- en Telegraaf-Agentschap atau Aneta, sebuah lembaga penyiaran berita modern pertama di Hindia Belanda. Jangan bayangkan kantor berita ini seperti redaksi kecil. Aneta adalah raksasa informasi yang menjalin kerja sama dengan pemerintah kolonial, bisnis besar, dan media internasional. Dalam waktu singkat, DW Berretty jadi orang paling berpengaruh di balik layar Hindia.

DW Berretty (Sumber: indisch-anders.nl)
DW Berretty (Sumber: indisch-anders.nl)

Dari balik meja redaksi dan jaringan telegram, uang mengalir ke sakunya. Dan dari situ, gaya hidupnya pun ikut melonjak. Dalam Kisah Tragis DW Berretty, Aneta, dan Vila Isola tulisan Rahim Asyik yang terbit di Ayobandung, Berretty disebut terkenal karena kehidupan mewahnya yang luar biasa dan urusan percintaannya yang heboh. Surat kabar Sipatahoenan edisi 22 Desember 1934 menulis dalam bahasa Sunda:

Kawentar koe hiroepna noe sesa seubeuh, kawentar koe mere-mawehna, kawentar koe... affaire-na.” Terjemahan bebasnya: terkenal karena hidup kenyang, terkenal karena suka memberi (dan memamerkannya), dan tentu saja, terkenal karena skandal cintanya.

Berretty menikah enam kali, dan dari beberapa pernikahan itu lahirlah enam anak. Namun hanya satu yang laki-laki: Dominique Roderick Berretty, alias Dodo. Anak dari istri keempatnya, Mien Duymaer van Twist, aktris kelahiran Belanda yang kariernya bersinar di Eropa. Dodo adalah anak kesayangan, intan payung daddy, bintang kecil dari kerajaan pribadi ayahnya.

Dan puncak dari kerajaan itu adalah Vila Isola. Sebuah mahakarya art deco yang dibangun di Bandung Utara dengan biaya mencapai 500.000 gulden. Dirancang oleh arsitek kenamaan C.P. Wolff Schoemaker, vila ini selesai dalam waktu lima bulan saja, dari Oktober 1932 hingga Maret 1933. Tapi bukan waktunya yang luar biasa, melainkan tujuannya: vila ini dibangun semata-mata sebagai simbol status.

Baca Juga: Sejarah Masjid Cipaganti Bandung, Dibelit Kisah Ganjil Kemal Wolff Schoemaker

Sebagaimana kisah manis yang terlalu sempurna, ternyata cerita mulus keluarga Berretty tak bertahan lama. Pada 19 Desember 1934, Berretty naik pesawat Uiver, sebuah Douglas DC-2 milik KLM yang baru saja memenangkan lomba terbang London–Melbourne. Pesawat itu membawa 51.000 surat, beberapa penumpang, dan satu taipan media Hindia Belanda yang sedang dalam perjalanan pulang. Tapi cuaca buruk menghantam di atas gurun Timur Tengah. Pesawat jatuh dan ditemukan dua hari kemudian dalam keadaan hancur. Semua penumpangnya tewas.

"Di tengah perjalanan, di antara Gaza dan Ruthbah, pesawat terganggu cuaca dan jatuh di gurun pasir."

Ketika berita kematian itu sampai di Bandung, Vila Isola pun berubah. Rumah megah itu bukan lagi simbol kejayaan, tapi monumen keruntuhan. Berretty ternyata meninggalkan utang besar. Vila dibangun bukan dari tabungan, tapi dari pinjaman yang menarik napas perusahaan Aneta sampai megap-megap. Dodo kecil dan adik perempuannya, bersama ibu tiri mereka, diusir dari rumah—bukan oleh tentara, tapi oleh realitas.

Dodo Berretty: Pangeran Isola Dikurung di Kamp Konsentrasi

Pemerhati Vila Isola Rahmat Kurnia dalam Kisah dalam Dominique Roderick Berretty, Putra Tunggal Pemilik Villa Isola mencatat setelah kematian sang ayah, kehidupan Dodo berubah drastis. Anak yang sebelumnya hidup bak bangsawan kecil itu mendadak jatuh miskin. Tak ada warisan, tak ada rumah, hanya ada sisa-sisa kenangan dari vila megah yang kini disewakan ke Grand Hotel Homann dan berubah fungsi menjadi dépendance de luxe, cabang hotel elite tersebut.

Dalam situasi tak menentu, ibu tiri Dodo memutuskan membawa Dodo dan adik perempuannya kembali ke Belanda. Mereka berlayar dari Hindia Belanda dan tiba di Rotterdam pada 6 Mei 1935. Dari situ, dua anak kecil itu mencari alamat ibu kandung mereka, Mien Duymaer van Twist, sang aktris. Tapi Mien ternyata tidak siap menjadi ibu penuh waktu. Ia menitipkan keduanya ke sebuah asrama di Leiden dan menyerahkan pengasuhan kepada seorang induk semang yang katanya cukup layak dan mampu membuat mereka “bahagia.”

Dodo Berretty (Sumber: YouTube Sjoerd Meihuizen)
Dodo Berretty (Sumber: YouTube Sjoerd Meihuizen)

Dodo tumbuh dalam bayang-bayang ayah yang sudah tiada, vila yang dirampas, dan dunia yang tak lagi memberinya perlindungan. Saat Perang Dunia II pecah, Dodo seperti banyak pemuda Belanda lain, memutuskan bergabung dalam perlawanan terhadap Jerman Nazi. Tapi malang belum bosan menghampirinya. Ia tertangkap, lalu dijebloskan ke Oranjehotel di Scheveningen—penjara bagi para tahanan politik. Dari sana, ia dipindahkan ke kamp konsentrasi Vught, dan kemudian ke penjara Lüttringhausen di Jerman.

Baca Juga: Tangis Rindu dan Getirnya Kematian di Balik Lagu Hallo Bandoeng

Di tempat inilah ia nyaris menemui ajal. Dalam kondisi sakit dan kurang gizi, Dodo masuk dalam daftar eksekusi. Tapi keberuntungan, untuk pertama kalinya dalam hidupnya setelah Isola, berpihak padanya. Pada 11 April 1945, tentara Amerika datang dan membebaskan Lüttringhausen. Dodo selamat.

"Dalam keadaan sakit dan kurang gizi namanya sudah tercantum dalam daftar orang-orang yang akan “dimatikan” di penjara tersebut namun pada tanggal 11 April tahun 1945 dia dibebaskan oleh tentara Amerika dalam misi melawan tentara Nazi Jerman," tulis Rahmat.

Tapi bukannya istirahat dan menata hidup, Dodo justru melakukan hal yang tak terduga. Lima bulan kemudian, ia mendaftar menjadi oorlogsvrijwilliger (OVW), atau sukarelawan perang, untuk dikirim kembali ke Hindia Belanda, negeri tempat ia dulu dilahirkan dan dilupakan. Tentu, secara resmi ia ikut operasi militer untuk menghadapi para nasionalis Indonesia yang baru saja memproklamasikan kemerdekaan.

Ia bertugas di berbagai tempat: Batavia, Palembang, Bali, dan tentu saja Bandung. Beberapa surat yang ia kirim membuktikan bahwa ia kembali menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Ia bahkan sempat menagih uang sewa dari Grand Hotel Homann.

Tapi yang paling berarti dari kunjungan itu bukan uang, melainkan temuan akan bakatnya. Dodo mulai tertarik pada fotografi. Sejak kecil ia sudah terbiasa melihat kamera. Sang ayah dikenal gemar merekam perjalanannya dan menjadikan Dodo sebagai 'bintang utama' dokumentasi pribadi mereka. Kali ini, Dodo menggenggam kameranya sendiri.

Sekembalinya ke Eropa, ia menetap di Paris dan mengembangkan karier sebagai jurnalis foto. Namanya mulai terdengar ketika ia memotret banjir besar Zeeland tahun 1953. Dari sana, ia melompat ke berbagai peristiwa penting dunia: perang dekolonisasi di Aljazair dan Tunisia, konflik Vietnam, dan berbagai peristiwa politik Eropa.

Baca Juga: Salah Hari Ulang Tahun, Kota Bandung jadi Korban Prank Kolonial Terpanjang

Ia memotret tokoh-tokoh besar dunia: Yasser Arafat, Zhou Enlai, Charles de Gaulle, bahkan Mick Jagger. Termasuk juga Ratna Sari Dewi Soekarno, istri presiden pertama Indonesia. Dunia yang dulu menelantarkannya, kini masuk ke dalam bidikan kameranya.

Tapi kehidupan penuh trauma membuat Dodo menjadi pribadi yang tertutup, mudah curiga, dan cenderung cemas. Ia menikah dua kali: pertama dengan aktris Belanda Yoka Berretty, lalu dengan Ineke van Marle. Namun tak satu pun berjalan langgeng. Barangkali, luka masa kecil dan perang telah menjadikannya terlalu waspada untuk percaya, terlalu lelah untuk mencintai.

Di usia 49 tahun, Dodo didiagnosis leukemia. Setahun kemudian, pada 4 September 1980, ia meninggal dunia di Le Mesnil-Saint-Denis, Prancis, hanya tiga hari sebelum ulang tahunnya yang ke-55. Ia dimakamkan jauh dari Isola, jauh dari Hindia, dan jauh dari siapa pun yang dulu mengenalnya sebagai bocah lucu nan pernah punya taman bermain seharga setengah juta gulden.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 18 Jul 2025, 17:05 WIB

Utami dan Resep Warisan yang Disulap Jadi Cita Rasa Kekinian: Kisah di Balik Noka Coffee & Kitchen

Noka Coffee & Kitchen menyimpan kisah tak terduga tentang perempuan yang menjahit mimpi dari dapur kecil, aroma bumbu turun-temurun, dan keyakinan bahwa warisan bisa jadi jalan masa depan.
Menu Noka Coffee & Kitchen yang membawa jejak tradisi rasa dari tanah Kerinci, Jambi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 18 Jul 2025, 15:55 WIB

Hikayat Sunda Empire, Kekaisaran Pewaris Tahta Julius Caesar dari Kota Kembang

Pewaris tahta Julius Caesar ini mengaku kekaisaran dunia dan kuasai PBB, Sunda Empire muncul di Bandung dan bikin jagat maya geger.
Logo Kerajaan Sunda Empire. (Sumber: Reroduksi Wikimedia)
Ayo Netizen 18 Jul 2025, 15:01 WIB

Tugugedé Didirikan di Lereng Barat Daya Gunung Halimun

Bagaimana Tugugedé itu dapat bertahan tegak sampai saat ini, dan tidak roboh?
Abah Jaya, jurukunci Tugugedé, Cengkuk. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Biz 18 Jul 2025, 13:58 WIB

Cerita Citra Menyulap Inspirasi Traveling Jadi Bisnis Kafe Urban Bernilai Estetika

Berawal dari hobi berkeliling ke tempat unik di dalam dan luar negeri, Citra Puspita membawa pulang inspirasi yang akhirnya berwujud dalam Lazy Lola Coffee Bar and Eatery.
Berawal dari hobi berkeliling ke tempat unik di dalam dan luar negeri, Citra Puspita membawa pulang inspirasi yang akhirnya berwujud dalam Lazy Lola Coffee Bar and Eatery (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Jul 2025, 13:15 WIB

Soto Bandung Pak Simon: Kuliner Legendaris yang Jadi Penghangat di Malam Hari

Ada satu kedai sederhana yang melegenda di Kota Bandung, yaitu Soto Bandung Pak Simon. Kedai ini berlokasi di kawasan Jalan Cibadak No. 103, Kecamatan Astanaanyar dan menjadi magnet bagi penikmat
Soto Bandung Pak Simon yang jadi kuliner legendaris Bandung. (Foto: GMAPS)
Ayo Biz 18 Jul 2025, 11:50 WIB

Pempek Kiarin, Moncer di Tengah Pandemi Sampai Jadi Kuliner Kesayangan Warga Cimahi

Perjalanan bisnis kuliner Pempek Kiarin bermula dari krisis. Dodi, sang pemilik, sebelumnya menggeluti usaha konveksi pada 2004 dan sempat membuka distro pada 2005.
Pempek Kiarin jadi makanan Palembang yang paling dicari di Bandung (Foto: Ist)
Ayo Netizen 18 Jul 2025, 10:10 WIB

Memalukan! Diskominfo Jabar malah Memicu Doxing Warga-nya

Apakah Diskominfo Jabar yang ayomi puluhan juta warga Jabar harus permalukan warganya sendiri yang kritis?
Neni Nurhayati yang dimunculkan dalam postingan Diskominfo Jabar. (Sumber: Instagram/Diskominfo Jabar)
Ayo Jelajah 18 Jul 2025, 09:33 WIB

Kapal Laut Garut jadi Korban Torpedo Jerman di Perang Dunia II

Kapal uap Garoet asal Hindia Belanda tenggelam usai dihantam torpedo Jerman di Perang Dunia II pada 1944. Hanya 10 dari 99 awak yang selamat.
Kapal SS Garoet yang ditorpedo pasukan Jerman di Perang Dunia II. (Sumber: Stichting Maritiem Historische Data)
Ayo Netizen 18 Jul 2025, 09:05 WIB

Menjaga Kesetan Mental dengan Buku, Art Therapy Bersama Ur Buddies

Art Therapy, seringkali menjadi alternatif healing atau stress release di dunia yang semakin kompleks dengan distraksi media sosial.
Kegiatan Heal Art Terapy UrBudies. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 17 Jul 2025, 20:14 WIB

Atlet Saling Sindir, Mencari Keadilan atau Memang Tak Ada Keadilan?

Beberapa waktu lalu sejumlah atlet ramai memprotes sikap pemerintah yang dinilai pilih kasih.
Hadiah jam tangan Rolex untuk pemain Timnas Indonesia dari Presiden Prabowo Subianto. (Sumber: Instagram Story/justinhubner5)
Ayo Biz 17 Jul 2025, 16:51 WIB

Meracik Sunda di Tengah Rimbunnya Awi: Kuliner, Edukasi, dan Warisan

Wisata kuliner bertemu edukasi budaya, membawa pengunjung tidak sekadar mencicipi hidangan, melainkan menghayati kisah di balik setiap sajian dan ruangnya.
Latar belakang Kebon Awi berakar pada keresahan Pria Eka, sang pendiri, yang tumbuh di keluarga pencinta budaya Sunda. (Sumber: Kebon Awi)
Ayo Netizen 17 Jul 2025, 16:29 WIB

9 Partisipasi Anak Jadi Kunci Kota Ramah Lingkungan, Ini Cerita dari Jalan Kebon Bibit

Sekelompok mahasiswa ITB menggelar kegiatan edukatif dan partisipatif di Taman Cascade, Jalan Kebon Bibit, Kota Bandung.
Sekelompok mahasiswa ITB menggelar kegiatan edukatif dan partisipatif di Taman Cascade, Jalan Kebon Bibit, Kota Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 17 Jul 2025, 15:51 WIB

Ikhsanuddin Qothi, Dokter Influencer yang Membawa Angin Segar bagi Stigma Buruk Puskemas

Melalui kontennya ini, Dokter Ikhsanuddin Qothi pun kerap memberikan edukasi mengenai kesehatan.
Melalui kontennya ini, Dokter Ikhsanuddin Qothi pun kerap memberikan edukasi mengenai kesehatan. (Sumber: Instagram/Ikhsanuddin Qothi)
Ayo Biz 17 Jul 2025, 14:32 WIB

Nekat tapi Optimis: Semangat Dony Membangun Bisnis Kuliner di Jantung Kota Bandung

Di tengah derasnya arus persaingan usaha dan tantangan yang tak kunjung surut, satu nama bersinar dengan keteguhan dan semangat bisnisnya, Dony Turdiyana.
Dony Turdiyana seorang pebisnis yang menjadikan keyakinan, keberanian, dan kepekaan pasar sebagai kompas hidupnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Jul 2025, 12:51 WIB

Belajar dari Kasus bank bjb, Ketika Reputasi Dikejar lewat Popularitas dan Bukan Perbaikan

Influencer dalam instansi tak cukup modal populer dan memainkan narasi.
Mardigu Wowiek dan Helmy Yahya. (Sumber: Youtube/Helmy Yahya Bicara)
Ayo Jelajah 17 Jul 2025, 12:40 WIB

Jejak Sejarah Pecinan Bandung yang Terancam Hilang Ditelan Kesemrawutan Kota

Dari Yap Lun hingga Pasar Baru, jejak sejarah Pecinan Bandung memudar di tengah kekacauan tata kota dan hilangnya bangunan warisan.
Salah satu kawasan Pecinan yang diperkirakan ada di Bandung zaman baheula. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)
Ayo Biz 17 Jul 2025, 11:14 WIB

Ada Apa Saja di Pasar Baru?

Bandung dikenal sebagai surganya wisata belanja. Salah satu destinasi ikonik yang mewakili semangat perdagangan kota ini adalah Pasar Baru Trade Center.
Pasar Baru Bandrung Trade Center (Foto: GMAPS)
Ayo Netizen 17 Jul 2025, 10:03 WIB

Kehilangan Bahasa Kemanusiaan dan Bahasa Cinta

Bahasa tidak hanya sekadar alat untuk berinteraksi dan berkomunikasi, tetapi dapat memengaruhi juga perubahan sosial.
Bahasa tidak hanya sekadar alat untuk berinteraksi dan berkomunikasi, tetapi dapat memengaruhi juga perubahan sosial. (Sumber: Unsplash/Fahmi Ramadhan)
Ayo Biz 17 Jul 2025, 09:48 WIB

Roti Gempol: dari 1958 Jadi Tempat Sarapan Legendaris di Tengah Kota Bandung

Di tengah geliat kuliner modern Kota Bandung, terdapat sebuah kedai roti sederhana yang terus bertahan sejak tahun 50-an. Namanya Roti Gempol, sebuah kedai legendaris yang dikenal sebagai tempat sarap
Roti Gempol tempat sarapan legendaris di Kota Bandung (Foto: GMAPS)
Beranda 17 Jul 2025, 08:49 WIB

Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi Bikin Pendaftaran ke Sekolah Swasta Anjlok Hingga 50 Persen, Guru Terancam Kehilangan Kerja

Ia menambahkan, rata-rata penurunan jumlah siswa yang mendaftar SMK di Kota Cirebon sekitar 40-50 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Rata-rata penurunan jumlah siswa yang mendaftar SMK di Kota Cirebon sekitar 40-50 persen dibandingkan tahun sebelumnya. (Sumber: Unsplash | Foto: Ed Us)