AYOBANDUNG.ID - Orang yang pernah melewati turunan panjang di Kecamatan Wado, Sumedang, tentu paham betapa seramnya jalan itu. Bayangkan duduk di dalam bus tua yang berisi puluhan orang, melaju kencang, sementara di luar jendela hanya tampak kelokan dan jurang gelap. Degup jantung bisa jadi lebih cepat daripada putaran mesin.
Pada 10 Maret 2021, bayangan buruk itu menjadi nyata. Sebuah bus pariwisata PO Sri Padma Kencana dengan nomor polisi T 7591 TB, yang membawa rombongan pelajar SMP IT Al Muawwanah Subang, kehilangan kendali di jalur itu dan akhirnya terjun ke jurang.
Perjalanan hari itu awalnya tak tampak istimewa. Anak-anak sekolah berangkat study tour sekaligus ziarah, ditemani guru dan orang tua. Sopir bus bernama Yudiawan, dengan kernet merangkap mekanik bernama Dede Lili, membawa 66 penumpang sekaligus.
Jumlah itu jelas lebih dari kapasitas normal bus. Tapi bagi rombongan, yang penting semua bisa ikut. Bus padat bukan soal besar, toh suasana riuh bisa dianggap tanda kebersamaan.
Baca Juga: Tragedi Tanjakan Emen Subang 2018, Rem Blong yang Renggut Kehidupan Puluhan Ibu
Rute yang dipilih sopir adalah jalur Malangbong menuju Sumedang lewat Tanjakan Cae, Kawung Luwung. Jalur ini dikenal curam dan berkelok. Google Maps memang merekomendasikannya sebagai jalur tercepat, tapi aplikasi peta tidak punya fitur “peringatan khusus untuk bus besar”.
Sopir dan kernet mengikuti arahan digital itu, tanpa memperhitungkan kondisi kendaraan yang sudah kelebihan muatan.
Jelang malam, sekitar pukul enam sore, penumpang mulai resah. Ada bau karet terbakar yang menyengat dari belakang bus. Diduga rem bus bermasalah, tapi kendaraan tetap melaju. Putaran mesin naik, tanda sopir kesulitan mengendalikan laju. Tapi, tak ada upaya berhenti untuk sekadar mengecek. Tampaknya, rem yang sudah aus itu masih diharapkan bisa menolong sedikit demi sedikit.
Ternyata, yang terjadi justru sebaliknya. Di turunan Kawung Luwung, rem bus benar-benar tak lagi berfungsi. Yudiawan berusaha membelokkan setir ke kiri, mencoba menyelamatkan kendaraan dari hantaman maut. Tapi tubuh besar bus tak patuh. Kendaraan menabrak pembatas jalan, menghantam tiang listrik, lalu terjun ke jurang sedalam lebih dari 20 meter. Semua berlangsung cepat. Di dalam bus, jeritan bercampur doa.
Warga sekitar menyaksikan dari pinggir jalan, hanya bisa terpaku melihat bus besar itu melaju tak terkendali sebelum akhirnya hilang ke kegelapan jurang. Bunyi benturan logam dan kaca pecah terdengar nyaring, lalu senyap sebentar, sebelum disusul teriakan minta tolong dari penumpang yang selamat.

Tak lama setelah bus berhenti di dasar jurang, warga berhamburan turun untuk menolong. Dengan alat seadanya, mereka mencoba membuka pintu dan jendela. Beberapa penumpang berhasil keluar dengan luka-luka, sebagian lain terjepit di dalam. Suasana malam itu penuh kepanikan. Lampu-lampu kendaraan dinyalakan untuk membantu penerangan darurat.
Baca Juga: Jejak Warisan Ong Bung Keng dalam Sejarah Kuliner Legendaris Tahu Sumedang
Petugas kepolisian, tim SAR, dan ambulans baru tiba beberapa waktu kemudian. Evakuasi berlangsung hingga larut malam. Satu per satu korban diangkat, ada yang masih hidup, ada yang sudah tak bernyawa.
RSUD Sumedang mendadak jadi lautan tangis. Dari 66 penumpang, 27 orang meninggal di lokasi. Dua lagi meninggal di rumah sakit, sehingga total korban jiwa mencapai 29 orang. Sisanya, 37 orang, mengalami luka dengan tingkat keparahan berbeda.
Kecelakaan ini menjadi berita besar keesokan harinya. Foto-foto bus ringsek di jurang tersebar di media sosial, memunculkan rasa ngeri sekaligus iba. Para orang tua mendatangi rumah sakit, sebagian harus menerima kenyataan pahit anak mereka tak kembali.
Polisi bergerak cepat menyelidiki penyebab kecelakaan. Hasilnya menunjukkan kombinasi fatal: rem blong akibat kesalahan pemasangan kampas rem, kelebihan penumpang, serta pemilihan jalur yang tidak cocok untuk bus besar.
Sopir dan kernet, yang juga berperan sebagai mekanik, ditetapkan sebagai tersangka atas kelalaian. Tapi proses hukum tak pernah berjalan, karena keduanya tewas dalam kecelakaan itu.
Bukti-bukti teknis seperti GPS bus dan STNK diamankan polisi. Dari situ diketahui jalur yang dipilih memang diarahkan aplikasi peta daring. Namun, keputusan tetap di tangan sopir dan kernet. Mereka yang akhirnya bertaruh dengan nasib puluhan nyawa di jalan curam Wado.