Tragedi Tanjakan Emen Subang 2018, Rem Blong yang Renggut Kehidupan Puluhan Ibu

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Jumat 12 Sep 2025, 14:44 WIB
Ilustrasi tragedi kecelakaan Tanjakan emen di Subang pada 2018 lalu.

Ilustrasi tragedi kecelakaan Tanjakan emen di Subang pada 2018 lalu.

AYOBANDUNG.ID - Jalanan pegunungan di Jawa Barat selalu punya kisah. Ada yang romantis—penuh kabut tipis dan suara serangga malam—ada pula yang getir, penuh cerita kecelakaan dan derai tangis. Tanjakan Emen di Subang masuk kategori terakhir. Ironisnya, jalur ini sebenarnya bukan tanjakan, melainkan turunan curam di kawasan Cicenang, Ciater, Subang. Tapi orang keburu telanjur menamainya Tanjakan Emen. Nama itu sudah lebih populer daripada sebutan resminya: Turunan Cicenang.

Turunan ini panjangnya sekitar 2–3 kilometer, dengan kemiringan mencapai 15–20 derajat. Jalannya mulus beraspal hotmix, tapi justru itu yang sering menipu. Dari kejauhan tampak indah, dikelilingi hutan pinus, semak liar, dan tebing batu yang menjulang. Udara pegunungan yang sejuk membuat orang merasa santai. Tapi begitu roda kendaraan menggelinding, ketegangan baru terasa. Tikungan-tikungan tajam bisa membuat kendaraan besar seperti bus pariwisata oleng, apalagi kalau remnya rewel.

Sabtu sore, 10 Februari 2018, jalur maut itu kembali menagih korban. Sekitar pukul 17.00 WIB, sebuah bus pariwisata berwarna putih, milik PO Premium Passion, meluncur tak terkendali. Bus ini mengangkut rombongan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Permata Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Mayoritas penumpangnya ibu-ibu dan lansia. Ada juga beberapa anak kecil yang ikut serta. Mereka berangkat sejak dini hari pukul 05.30 WIB, penuh semangat untuk mengikuti Rapat Anggota Tahunan koperasi di Lembang, lalu jalan-jalan ke Gunung Tangkubanparahu.

Baca Juga: Jejak Dukun Cabul dan Jimat Palsu di Bandung, Bikin Resah Sejak Zaman Kolonial

Pagi itu, suasana meriah. Para ibu berangkat dengan jaket tebal, tas berisi camilan, dan obrolan riang tentang rencana wisata. Mereka sempat saling bercanda sambil menatap gunung dari jendela bus. Setelah rapat, mereka sempat berfoto-foto di kawah Tangkubanparahu, lalu makan bersama. Tak ada tanda-tanda buruk. Hingga sore menjelang, rombongan beriringan dengan tiga bus, meninggalkan Lembang menuju Subang. Bus pertama, yang dikemudikan Amirudin (32 tahun), membawa sekitar 35–40 penumpang. Dialah yang apes.

Begitu memasuki Turunan Cicenang, Amirudin sadar ada yang tidak beres. Rem bus terasa blong. Dari kecepatan normal 40 km/jam, laju bus meroket tanpa terkendali. Panik melanda. Penumpang yang tadinya santai mendadak teriak. Ada yang spontan melafalkan doa keras-keras. Ada pula yang berpegangan erat pada sandaran kursi depan. Suara tangis mulai terdengar. Beragam rupa teriakan bergema di dalam kabin.

Turunan di Tanjakan Emen memang tidak main-main. Jalan menurun panjang, dengan kelokan tajam di beberapa titik. Sopir biasanya menurunkan gigi ke rendah, agar mesin menahan laju kendaraan. Tapi sore itu, mesin bus tak lagi mampu. Kecepatan terus bertambah.

Bus semakin tak terkendali. Dalam hitungan detik, bus yang seharusnya menuruni jalur dengan perlahan itu justru melesat bagai anak panah. Di tikungan menurun yang tajam, malapetaka itu terjadi. Bus yang sudah kehilangan kendali menabrak sepeda motor Honda Beat yang dikendarai Agus Waluyo, warga Karawang. Motor ringsek, pengendaranya terlempar.

Suara hantaman keras terdengar. Bus lalu menabrak tebing batu di sisi jalan, memantul, dan terguling dengan posisi roda ke atas. Debu mengepul, jeritan penumpang pecah bersamaan.

Di dalam kabin, suasana kacau balau. Kursi-kursi terlepas dari dudukannya. Barang-barang bawaan berhamburan. Tubuh manusia bertumpuk, sebagian terjepit, sebagian tak lagi bergerak. Darah berceceran di lantai bus.

Beberapa penumpang yang masih sadar berusaha mencari jalan keluar. Ada yang memecahkan kaca jendela dengan benda keras. Suara tangis, rintihan, dan panggilan minta tolong menggema di antara tubuh-tubuh yang bergelimpangan.

Baca Juga: Hikayat Pembunuhan Subang yang Bikin Geger, Baru Terungkap Setelah 2 Tahun

Warga sekitar yang mendengar dentuman keras segera berlarian ke lokasi. Mereka menemukan pemandangan mengerikan: bus pariwisata tergeletak miring di pinggir jalan, dengan penumpang berusaha keluar sambil berlumuran darah. Sebagian korban tergeletak di aspal. Beberapa warga mencoba mengevakuasi dengan alat seadanya, mengangkat tubuh penumpang, sebagian masih bernafas, sebagian sudah tak bergerak.

Petugas kepolisian dan tim medis datang tak lama kemudian. Sirene ambulans meraung-raung memecah kepanikan. Jalan yang tadinya ramai wisatawan mendadak berubah jadi lokasi darurat. Satu per satu korban dibawa ke rumah sakit terdekat.

Kecelakaan itu menelan puluhan korban jiwa. Sebanyak 27 orang meninggal: 26 penumpang bus dan satu pengendara motor. Sebagian meninggal di lokasi, sebagian lain menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit. Puluhan lainnya luka-luka, mulai dari ringan hingga parah. Dalam sekejap, perjalanan wisata yang semula penuh tawa berubah jadi tragedi paling kelam di Tanjakan Emen.

Tanjakan Emen (Sumber: Google Earth)
Tanjakan Emen (Sumber: Google Earth)

Keluarga korban berdatangan malam itu juga. Suasana rumah sakit penuh tangis dan doa. Di Ciputat, gang-gang kecil segera dipenuhi bendera kuning. Sebanyak 22 korban kecelakaan bus yang terjadi di jalur maut itu akhirnya dimakamkan massal di TPU Legoso, Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Keesokan harinya, mereka dibaringkan berdampingan dalam liang kubur yang berderet. Tangis keluarga, kerabat, hingga warga sekitar pecah ketika satu per satu jenazah yang sudah terbungkus kain kafan putih diturunkan dari mobil ambulans. Pemakaman itu terasa bukan sekadar prosesi, melainkan peringatan pahit tentang jalur yang sudah lama terkenal “angker”.

Penyelidikan polisi menyimpulkan penyebab utama adalah rem blong. Jalan curam membuat rem bekerja ekstra, lalu overheat, akhirnya gagal. Kasus klasik, tapi mematikan. Bukan kali itu saja Tanjakan Emen menelan korban. Sejak awal 2000-an, sederet kecelakaan besar pernah terjadi di sana.

Kecelakaan kali ini diduga dipicu rem blong. Sopir bus, Amirudin, selamat. Tak ada unsur human error ditemukan dalam penyelidikan. Polisi dari Polres Subang, dibantu Polda Jabar dan Korlantas Mabes Polri, menggelar olah TKP, memeriksa teknis kendaraan, dan menelisik manajemen PO Premium Passion. Dugaan kelalaian pemeliharaan bus ikut mengemuka.

Baca Juga: Sejarah Pertempuran Perlintasan Ciater Subang, Gerbang Terakhir Pertahanan Sekutu di Bandung

Tanjakan Emen memang bukan jalur biasa. Ia sudah mencatat sejarah panjang kecelakaan. Tahun 2004, bus pariwisata tergelincir dan menelan korban jiwa. Tahun 2011, minibus turis Belanda terguling, tiga tewas. Setahun kemudian, giliran bus turis Taiwan, dengan jumlah korban sama. Tahun 2014, bus siswa SMA Al-Huda terguling dan delapan meninggal. Tahun 2017, sebuah minibus menabrak motor dan merenggut satu nyawa. Bahkan pada Maret 2018, kecelakaan lain kembali terjadi, dengan enam belas orang luka-luka. Semua di lokasi yang sama, seolah jalan itu menyimpan dendam.

Warga lokal menyebutnya jalan angker. Konon, kisah bermula dari seorang sopir oplet bernama Emen yang tewas terbakar setelah kecelakaan pada 1956. Sejak itu, mitos berkembang: pengendara dianjurkan membunyikan klakson dan melempar rokok sebagai tanda hormat kepada roh Emen. Namun para insinyur tentu punya jawaban lebih masuk akal: kontur jalan yang menurun curam, tikungan tajam, dan minimnya rekayasa keselamatan. Tanjakan Emen pada akhirnya bukan sekadar legenda, tapi potret klasik negeri ini: di mana mitos, infrastruktur rapuh, dan kelalaian berkumpul, lalu meminta tumbal nyawa manusia.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 28 Okt 2025, 20:54 WIB

Menengok Penderitaan dalam Kacamata Agama-Agama

Benarkah agama-agama mengajarkan bahwa penderitaan adalah kesalahan pribadi atau bukti lemahnya iman?
Ilustrasi orang dengan gangguan kesehatan mental. (Sumber: Pexels/Nothing Ahead)
Ayo Jelajah 28 Okt 2025, 18:13 WIB

Sejarah Panjang ITB, Kampus Insinyur Impian Kolonial Tanah Tropis

Technische Hoogeschool te Bandoeng berdiri tahun 1920 sebagai sekolah teknik pertama di Hindia Belanda, cikal bakal ITB dan lahirnya insinyur pribumi seperti Sukarno.
Peresmian Technische Hoogeschool te Bandung (THS) 3 Juli 1920. (Foto: KITLV)
Ayo Biz 28 Okt 2025, 17:52 WIB

Langkah Kecil, Dampak Besar: Gaya Hidup Sehat Menjadi Gerakan Sosial di Bandung

Gaya hidup sehat di Bandung tidak hanya dipicu oleh kesadaran individu, tetapi juga oleh ekosistem kota yang mendukung.
Gaya hidup sehat di Bandung tidak hanya dipicu oleh kesadaran individu, tetapi juga oleh ekosistem kota yang mendukung. (Sumber: Ist)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 17:13 WIB

Mahasiswa Boleh Sibuk, tetapi Jangan Lupa Bahagia

Di balik jadwal padat, tugas menumpuk, dan tuntutan produktivitas, banyak mahasiswa yang diam-diam berjuang melawan stres dan kelelahan mental.
Ilustrasi mahasiswa di Indonesia. (Sumber: Pexels/Dio Hasbi Saniskoro)
Ayo Biz 28 Okt 2025, 16:06 WIB

Rebo Nyunda di Cikapundung, Menjaga Napas Budaya Sunda di Tengah Deru Modernisasi

Rebo Nyunda bukan sekadar pertunjukan, program ini adalah gerakan akar rumput yang lahir dari keresahan akan lunturnya identitas budaya Sunda.
Cikapundung Riverspot, yang biasanya dipadati wisatawan dan pejalan kaki, menjelma menjadi panggung terbuka bagi warisan leluhur yakni Rebo Nyunda. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 28 Okt 2025, 16:05 WIB

Hikayat Cipaganti Group, Raksasa Transportasi Bandung yang Tumbang Diguncang Skandal

Dari garasi kecil di Jalan Cipaganti, lahir raksasa transportasi yang pernah kuasai Jawa Barat. Tapi skandal finansial membuatnya tumbang tragis.
Travel Cipaganti
Ayo Biz 28 Okt 2025, 14:41 WIB

Meluncur di Meja Makan: Sushi Konveyor dan Dinamika Kuliner Bandung

Jika dulu makanan Jepang identik dengan restoran eksklusif dan sajian formal, kini hadir cara baru yang lebih dinamis dan interaktif yakni sushi konveyor.
Jika dulu makanan Jepang identik dengan restoran eksklusif dan sajian formal, kini hadir cara baru yang lebih dinamis dan interaktif yakni sushi konveyor. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 13:59 WIB

Dari Mimbar Kecil di Tasikmalaya sampai ke TVRI Bandung

Di era digital yang serba cepat, Ustaz Atus hadir sebagai sosok pendakwah yang mampu menyentuh hati lewat layar.
Dakwah di program TVRI Bandung "Cahaya Qolbu" (Foto: Tim TVRI Bandung)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 12:25 WIB

Perkawinan (Cinta) Beda Agama: Mangu, Peri Cintaku, Realitas Sosial, SEMA 2/2023, dan Bhinneka Tunggal Ika

Di lagu-lagu itu, cinta beda agama hampir selalu digambarkan seperti relasi yang seru tapi mustahil, so far selalu romantis tapi terlarang.
Ilustrasi pasangan menikah. (Sumber: Pexels/Danu Hidayatur Rahman)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 11:24 WIB

Maskulinitas dan Isu Pelecehan Seksual terhadap Laki-Laki

Ada yang luput dari perhatian yaitu pelecehan seksual terhadap laki-laki.
Isu pelecehan seksual umumnya terjadi kepada perempuan. Namun ada satu hal yang luput dari perhatian serta pengakuan masyarakat bahwa laki-laki pun berpotensi mengalami pelecehan seksual. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 10:16 WIB

'The Way Home' dan Keberanian Melawan Penyesalan

Sebuah drama keluarga Tiongkok tentang penyesalan, tradisi, dan keberanian untuk pulang.
Poster film "The Way Home". (Sumber: IMDB)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 09:04 WIB

Secuil tentang Psikologi Agama

Psikologi agama selalu berhasil bikin kangen menyelam ke dunianya lagi.
Anak-anak beragama Islam sedang mengaji di masjid. (Sumber: Pexels/Hera hendrayana)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 06:13 WIB

Seperti Kita, Gie Juga Manusia Biasa

Soe Hok-gie, seorang aktivis keturunan Tionghoa yang hidupnya terasing seiring dirinya semakin berani dalam menyampaikan kritiknya kepada pemerintah.
Poster film GIE (2005). (Sumber: IMDB)
Ayo Biz 27 Okt 2025, 20:13 WIB

Dari Pohon Keramat ke Camilan Kekinian, Nurhaeti Menyulap Daun Kelor Jadi Pangan Bernutrisi

Dikenal sebagai tanaman mistis, Nurhaeti mengolah daun kelor menjadi aneka panganan bernutrisi mulai dari cheese stick, bolu, keripik pisang, hingga cookies.
Nurhaeti, warga Cinunuk, yang sejak 2015 mengolah daun kelor menjadi aneka panganan bernutrisi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)
Ayo Biz 27 Okt 2025, 19:36 WIB

Bandung Menuju Transportasi Publik Berkelas: Menelisik Potensi Metro Jabar Trans dan Feeder MJT

Kemacetan yang kian parah, dominasi kendaraan pribadi, serta keterbatasan infrastruktur menjadi momok yang menggerus kualitas hidup warga Bandung.
Kehadiran Metro Jabar Trans (MJT) dan feeder MJT, sebuah inisiatif ambisius yang digadang-gadang mampu merevolusi sistem transportasi publik Bandung Raya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 27 Okt 2025, 18:03 WIB

Memulangkan Bandung pada Purwadaksina Setelah Absen dalam Daftar 'Kota Hijau'

Kawasan yang kehilangan akar ekologisnya. Terjebak citra kolonial dan ilusi kemajuan, ia lupa pada asalnya. Kini saatnya kembali ke martabat sendiri.
Proses pengerukan sedimentasi Sungai Cikapundung oleh petugas menggunakan alat berat di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 27 Okt 2025, 17:40 WIB

Air Isi Ulang Tanpa Sertifikasi, Celah Regulasi yang Mengancam Kesehatan Publik

SLHS seharusnya menjadi bukti bahwa air yang dijual telah melalui proses yang memenuhi standar kebersihan dan sanitasi.
Ilustrasi air minum. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 27 Okt 2025, 17:04 WIB

Indisipliner, Hukuman, dan Perlawanan: Mengurai Benang Kusut Disiplin Sekolah

Sebuah analisis tentang pergeseran makna kenakalan remaja, solidaritas buta, dan tantangan yang dihadapi guru.
 (Sumber: Gemini AI Generates)
Ayo Jelajah 27 Okt 2025, 16:32 WIB

Sejarah Lapas Sukamiskin Bandung, Penjara Intelektual Pembangkang Hindia Belanda

Lapas Sukamiskin di Bandung dulu dibangun untuk kaum intelektual pembangkang Hindia Belanda. Kini, ia jadi rumah mewah bagi koruptor.
Lapas Sukamiskin.
Ayo Netizen 27 Okt 2025, 16:29 WIB

Problem Deforestasi Mikro Kota Bandung

Deforestasi mikro di Kota Bandung makin sering terjadi. Ujungnya, suhu kota merangkak naik. Malam terasa lebih hangat.
Hutan Kota Babakan Siliwangi, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)