Sebagai warga Kota Bandung, tentu memiliki harapan pada walikotanya, tak peduli ia artis atau bukan, yang penting wajah kota nampak cantik dilihat dari berbagai aspek
Bagi sebagian warga mungkin kepemimpinan Muhammad Farhan sudah bagus, bagi sebagian lain belum, karena berbagai macam keinginan yang berbeda
Tunggu dulu, saya melihat status Facebook akun Herry Dim, salah seorang seniman rupa senior Kota Bandung. Kang Herry Dim menulis, sejumlah perenung, sastrawan, pemusik, penari, pekerja teater, mahasiswa, dosen, perupa, aktivis lingkungan berkumpul tiga hari mengkhidmati betapa bernilainya Jakob Sumardjo, bagi Bandung dan pada umumnya khazanah kecendekiaan kebudayaan Sunda (baca: lebih luasnya lagi Nusantara), di sebuah gedung yang salah satu didingnya bertuliskan "Walikota Bandung".
Tapi sama sekali tanpa kehadiran walikotanya. Seperti biasa, dalihnya adalah kesibukan. Tapi sekaligus membuktikan dia tak sanggup memilih apa dan mana yang penting di antara sederet kesibukannya. Maklum, Muhammad Farhan kiranya bagian dari produk kebudayaan Kitsch, anak kebudayaan populer, bagian dari industri politik yang kisruh, pelaksana 'lips service' seperti umumnya petinggi-petinggi kita.
Dari status ini, jelas ketidak puasan tidak muncul dari diri saya saja, banyak sekali seniman/budayawan yang belum merasakan kinerja Walikota Bandung, bahkan ada yang menyebut, walikota sekarang hanya fokus pada hal-hal seremonial.

Saya sendiri belum pernah melihat adanya festival sastra di kota berbudaya ini, berkali kali saya dan Ahda Imran (penyair) mencoba melakukan upaya ke arah menghidupkan sastra, tapi selalu mentok di pintu kekuasaan.
Selama 17 tahun mengurus sastra di Majelis Sastra Bandung (MSB) baru sekali saja menggelar acara lomba baca puisi tingkat kota, itupun tidak ada dukungan dari pemerintah kota, kota yang ramai ini sepi dari ruh kultural.
Pernah mencoba menghampiri Farhan via "Tim Top"nya yang notabe masih orang-orang walikota sebelumnya, agar Farhan mau terbuka hati untuk sastra, tapi sejak Juni hingga September ini, tidak ada jawaban sama sekali, padahal sudah berkali kali ditanyakan.
Apalagi soal sampah, banjir, parkir. bayangkan, volume sampah di Kota Bandung lebih dari 1.600 ton/hari, Jumlah itu lebih banyak ketimbang tahun 2024, sekitar 1.300 ton per hari.
Banjir masih terjadi, parkir masih acak-acakan, meskipun Pemkot Bandung mengklaim tengah menyiapkan lahan untuk pembangunan incenerator untuk sampah.
Musik sudah diperhatikan, olahraga mungkin sudah, tinggal sastra. "Pak Wali, kumaha atuh ieu teh...". Cag!! (*)