Singkapan patahan di Desa Cibuluh, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)

Ayo Netizen

Mitigasi Gempa Bumi bila Patahan Baribis Bergoyang

Minggu 05 Okt 2025, 13:26 WIB

Ada dua gejala alam yang dapat dijadikan penunjuk awal, bahwa di sana ada patahan atau sesar.

Pertama rona bumi aliran sungai, seperti adanya air terjun dengan tanda-tanda khusus, yang mengisyaratkan bahwa aliran sungai itu dipotong oleh garis patahan. Ada juga aliran sungai yang berbelok sesuai dengan arah tekanan, yang terjadi ketika energi yang terkunci dilepaskan, yang menyebabkan gempa bumi, sehingga menyebabkan adanya perubahan rona bumi, yang terlihat di permukaan bumi.

Secara umum, gejala kebumian itu terbentuk pada zona kelurusan garis patahan, yang menjadi jalan bagi menjalarnya rambat gelombang gempa bumi.

Kedua adanya kegiatan magmatik, misalnya adanya kemunculan gunung-gunung api, baik gunung api yang besar maupun gunungapi kecil yang lebih menyerupai bukit. Magma dari dalam bumi itu akan menemui jalan paling mudah melalui retakan atau rekahan yang disebut patahan.

Ada gunung api kecil, gunung api cebol, atau gunungapi katai. Walau wujudnya kecil, tapi tetap saja itu gunungapi, yang pernah meletus satu atau dua kali periode letusan. Karenanya lereng luar kawahnya sangat rendah, tingginya antara 20 m sampai dengan 130 m. Luas genangan air danau kawahnya antara 170 m2–540 m2.

Gunung api cebol itu ronabuminya tidak seperti gunung api komposit yang tinggi, dengan kawah yang menganga. Sangat wajar bila masyarakat menganggapnya bukan sebagai kawah gunungapi, tapi hanya sebagai talaga, situ, atau setu biasa. 

Di sekeliling Gunung Cereme, misalnya, sedikitnya ada dua kawah gunung api maar. Pertama Situ Sangiang yang berada di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka. Jarak dari Gunung Cereme hanya 9 km. Luas telaganya atau danau kawahnya 170 m2, dengan tinggi lereng luar kawahnya 130 m. Dan kedua Setu Patok, berada di Desa Setupatok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Jaraknya dari Gunung Cereme 21 km, dengan luas telaganya 540 m2, dan tinggi lereng luar kawahnya 40 m.

Contoh lainnya, ada bukit kecil dengan nama Gunung Cinta. Lokasinya berada di Desa Cisaat, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang. Lokasinya hanya 700 meter dari jalan raya Subang. Letaknya 9 km dari Gunung Tangkuban Perahu, dan 10,5 km dari Kaldera Gunung Sunda. 

Di Desa Desa Cikuda, Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor, ada dua jejak letusan gunungapi, yaitu Gunung Dago (+140 m dpl). Jejak gunung api monogenetik, gunungapi dengan volume tubuhnya yang kecil, bisa kurang dari satu km kubik. Gunung api ini meletus melalui satu letusan kecil selama satu periode letusan.

Lokasi Gunung Dago ini sangat dekat dari pusat-pusat pendidikan, seperti dari Jakarta dan Depok, dapat dicapai selama 1,30 jam. Dari Bogor dicapai selama 1,45 jam, dan dari Bandung selama 3,30 jam. 

Itulah beberapa contoh gunungapi cebol di utara Jawa Barat, yang lahir di zona kelurusan garis patahan, yang secara garis besar disebut Patahan Baribis, yang menoreh antara Purwakarta hingga daerah Baribis di Majalengka van Bemmelen (1949).

Penelitian yang dilakukan oleh Sony Aribowo (2022), menulis, bahwa lajur patahan yang memajang barat timur sepanjang 300 km itu sebagai Patahan Busur Belakang Jawa Barat, yang dibagi ke dalam 12 ruas patahan, yaitu: 1. Ruas Kalibayat, 2. Ruas Cisanggarung, 3. Ruas Cereme, 4. Ruas Baribis, 5. Ruas Tampomas, 6. Ruas Cipunagara, 7. Ruas Tangkuban Perahu, 8. Ruas Citarum Depan, 9. Ruas Citarum, 10. Patahan Kalapanunggal, 11. Ruas Salak, dan 12. Ruas Rarata.

Gempabumi yang mengguncang beberapa tempat di zona kelurusan ini, seperti diumumkan oleh BMKG, menjadi kecenderungan berita, seperti gempabumi dengan kekuatan 4,9 menggoyang Kabupaten Karawang pada Rabu, 20 Agustus 2025 pukul 19:54:55 WIB. Selang beberapa hari, Senin, 25 Agustus 2025, gempabumi dengan kekuatan 3,2 menggetarkan Kabupaten Bekasi. Minggu, 21 September 2025, gempa bumi terjadi di Kabupaten Bogor dengan kekuatan 3,1, dan pada Senin, 22 September 2025 pukul 12.41 WIB, gempabumi berkekuatan 2,6 mengguncang Kabupaten Bekasi.

Di ruas, yang oleh Sony Aribowo disebut ruas Citarum, pada tahun 2019 terjadi gempa bumi berkekuatan 3,2, dan pada tahun 2021 terjadi gempa bumi berkekuatan 2,4, seperti dilaporkan oleh BMKG. Pada tahun 1990 gempa bumi terjadi di ruas Cereme, dengan kekuatan 5,5. Supendi (2018) menulis, pada tahun 2010 dan 2011 di ruas yang sama terjadi gempa bumi dengan kekuatan 3,9 dan 2,8. Di ruas Cipunegara, seperti ditulis oleh Supendi, telah terjadi gempa bumi pada tahun 2015 dengan kekuatan 2,8, dan menurut laporan BMKG, pada tahun 2021 terjadi gempa bumi dengan kekuatan 3,3. 

Sejarah gempa bumi di pantura Jawa Barat, dapat ditelusuri dalam koran-koran yang terbit sejak awal abad ke-19 sampai sekarang.

Misalnya gempa bumi yang terjadi di Kabupaten Sumedang, gempa bumi terjadi tanggal 16-08-1867 (Javasche Courant), pada tanggal 26, 27, dan 29 Maret 1893 (De Locomotief, 15-05-1893), guncangan gempabumi kuat terjadi Rabu malam (Het Vaderland, 04-07-1914), dengan guncangan yang sangat dahsyat (De Standard, 11-08-1937). Selasa sore Sumedang diguncang gempa bumi (De Indische Courant, 30-09-1937). Pada tanggal 16-08-1955 terjadi gempabumi di Sumedang Het Vrije Volk: Democratisch-Socialistisch Dagblad). Dua ratus rumah dan bangunan hancur. Gempabumi ini menyebabkan 38 bangunan hancur total, termasuk kantor bupati, masjid, dan kantor panglima militer setempat rusak parah. Dalam Algemeen Dagblad (16-08-1955), dilaporkan sebagian besar Kota Sumedang yang berpenduduk 12.400 jiwa itu telah hancur.

Dalam sejarah kegempaan, pada tahun 1780, Jakarta pernah diguncang gempa bumi. Demikian juga di Bogor, pada tanggal 10 Oktober 1834, gempabumi telah menghancurkan Istana Bogor. Tanggal 16 November 1847, Cirebon dilanda gempa bumi. 1863 Karawang benar-benar bergoyang, dan pada tahun 1894 Subang pun bergoyang. Gempa Bumi mengguncang Majalengka tanggal 25 September 1912, dan pada tanggal 27 Juni 1939 terjadi gempa bumi di Kuningan. Gempa-gempabumi terus menggoyang pantura Jawa Barat, misalnya Kuningan (2003), Majalengka (2001), Indramayu (2007).

Patahan Busur Belakang Jawa Barat yang panjangnya 300 km, dibagi menjadi 12 ruas patahan aktif, yang menurut Sonny Aribowo, patahan itu menyimpan potensi gempabumi dengan kekuatan maksimum di atas 6,4 untuk setiap segmennya. Saat ini, kawasan yang dilintasi garis sesar itu sudah sangat padat, baik oleh penduduk yang bermukim di kawasan itu, serta banyaknya infrastruktur yang digunakan banyak pemakai. 

Baca Juga: Gempa Bumi yang Memicu Letusan Gunung Api di Lembah Suoh 

Itulah pentingnya mitigasi dalam segala hal, bukan sekedar apel kesiagaan.

Bagaimana upaya mitigasi itu melekat dalam konstruksi gedung-gedung bertingkat, konstruksi rumah, rumah sakit, sekolah, kampus, tempat keagamaan, jalan raya, jalan tol, jalan layang, jembatan, bendungan, pelabuhan, agar aman bagi penggunanya? Bagaimana penduduk harus memitigasi diri ketika membangun rumah, ketika ada di rumah, ketika berkendara, ketika berwisata, ketika berkantor, ketika berbelanja, dll. 

Sudahkah ada SOP untuk semua komponen yang terkait dengan gempa bumi? Bagaimana kesiagaan pascagempa para tenaga medis dan apoteker. Bagaimana bila bangunan rumah sakit dindingnya retak, atau ada gedung yang roboh? Cukupkah lahan untuk membangun rumah sakit lapangan? Bagaimana manajemen hotel membangun, mengatur jalan evakuasi, interior dan eksterior yang aman bagi para tamu. Apa yang harus dilakukan para pengendara ketika gempa bumi berguncang? Bagaimana pusat-pusat keramaian mengelola arus pengunjung yang bermanfaat bagi evakuasi saat kritis? Apakah ada pintu-pintu darurat? Bagaimana pintu-pintu dan tata letak di dalam pabrik? Berapa lama memperbaikinya bila ada jembatan layang yang ambruk? Berapa lama memperbaikinya bila ada bendungan yang jebol? Berapa lama memperbaikinya bila ada rekahan dan amblesan di jalan tol?

Dan banyak lagi pertanyaan tentang kedaruratan, yang harus dibuat serinci mungkin, dan bagaimana upaya penanggulangannya dengan baik dan cepat. (*) 

Tags:
mitigasi gempa bumiPatahan BaribisGunung Cereme

T Bachtiar

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor