Toponimi Cikandé langsung populer ketika kasus pencemaran zat radioaktif Cesium-137 terungkap. Beritanya memenuhi saluran berita digital pada tanggal 14 Oktober 2025 lalu. Toponim Cikandè yang disebut dalam berita itu berada di Desa Cikandé, Kecamatan Cikandé, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
Selain nama geografis Cikandé yang menjadi tempat pencemaran berat itu, ada juga Kampung Cikandè di Desa Cémplang, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Rangkasbitung, Provinsi Banten. Semula, kawasan ini pun berupa daerah yang cekung seperti kantong. Ada anak sungai yang melintasi kawasan tersebut, sehingga daerah yang cekung itu menjadi rawa.
Toponimi Cémplang, menunjukan bahwa di kawasan itu pada masa lalunya berupa daerah yang selalu tergenang air. Kata cémplang, menunjukkan air yang terciprat dalam jumlah banyak, baik mengenai tubuhnya sendiri atau tidak. Seperti orang yang terpaksa mencangkul di sawah yang tergenang, karena airnya tak bisa dibuang terlebih dahulu, maka saat cangkul menancap ke lumpur sawah, akan ada air yang terciprat dalam jumlah yang banyak.
Di Kota Cimahi ada Kampung Cikandé yang masuk Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan. Ronabuminya lebih rendah dari daerah di sisi baratnya. Sampai saat ini masih berupa persawahan yang subur, di sisi timurnya dibatasi jalan tol Padalarang – Cileunyi.
Di Kabupaten Karawang, ada Desa Cikandé, yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Cilebar. Desa ini dilintasi Ci Tarum yang mengalir ke utara sejauh 6 km - 7 km, bermuara di Laut Jawa. Pada masa lalunya, kawasan ini merupakan daerah yang lebih rendah, lebih cekung, sehingga selalu tergenang air. Rona bumi cekungan ini diumpamakan sebagai goni, tempat mewadahi gabah kering.
Toponim Cikandé, gabungan ci dan kandé. Dalam bahasa Sunda, kandé adalah kantong yang dibuat dari katun atau kain lainnya, dan diberi penutup yang diberi kancing (S Coolsma, Soendaneesch-Hollandsch Woordenboek (1913). Menurut R Satjadibrata (2005), dalam Kamus Basa Sunda, kandè adalah karung gedé, goni, karung besar atau goni. Menurut Jonathan Rigg (1862), dalam kamus Sunda-Inggris yang berjudul A Dictionary of the Sunda Language of Java, kandé dapat berarti tas kecil yang diselempangkan di bahu dan dibawa ke mana-mana saat seseorang pergi.
Dalam Kamus Lengkap Jawa-Indonesia yang disusun oleh Sutrisno Sastro Utomo (2009), kandè dalam bahasa Sunda, sama dengan kandhi dalam bahasa Jawa, yang berarti karung atau kantong. Dalam sumber lain, ada yang menyamakan kandé dengan kampil, yang berarti kantong. Di Kabupaten Garut ada toponim Kampung Cikampil di Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu. Lembah sempit yang diapit dua bukit yang panjangnya sekitar 500 m, dengan arah timur laut – barat daya. Rona bumi Kampung Cikampil, cekungan seperti kantong kecil.
Di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, ada Desa Kampil di Kecamatan Wiradesa. Sekitar 500 m dari batas desa sebelah timur, ada Kali Pencongan yang mengalir 7 km ke utara, bermuara di laut Jawa. Kawasan Desa Kampil termasuk daerah pantai utara Pulau Jawa, berada di ketinggian antara +4 m - 6 m dpl. Semula kawasan ini berupa rawa atau lahan basah, yang menunjukan terdapat bagian yang lebih rendah.
Sampai saat ini, persawahan masih membentang luas, namun di sekelilingnya sudah dibangun untuk permukiman penduduk. Dari desa ini banyak dihasilkan padi, kacang tanah, dan pisang. Sebelum kawasan ini dikelola menjadi persawahan, sebelum dibangun menjadi kawasan hunian bagi penduduknya, ronabuminya lebih rendah dari sekelilingnya, sehingga menyerupai kantong kecil, seperti kampil.
Baca Juga: Ci Sanggiri Sungai yang Menggentarkan
Kata kandé dan kampil yang berarti kantong, karung, goni, yang dipakai menjadi nama geografis, bermakna bahwa daerah tersebut berupa cekungan, atau lebih rendah dari daerah sekelilingnya. Umumnya menjadi daerah yang tergenang air, menjadi rawa atau lahan basah.
Contoh lain untuk daerah-daerah yang cekung, cekungan, atau daerah yang lebih rendah dari daerah di sekelilingnya, kawasan itu oleh penduduk di sana, diumpamakan seperti karung atau kantong. Nama geografisnya pun akan memakai istilah setempat yang populer saat itu yang mempunyai arti karung atau kantong, misalnya Cikampèk, yang berasal dari kata ci dan kampèk, sama dengan kantong. Juga toponim Salopa, seperti kantong yang disebut salipi, yang dianyam dari lembaran tipis - kecil rotan atau bambu.
Untuk menggambarkan daerah cekung lainnya di Jawa Barat, ada yang diumpamakan menyerupai peralatan dapur, seperti jadi yang berarti periuk (Sukajadi), pariuk yang berarti periuk (Cipariuk, Pariuk, Mariuk), seperti tomo yang berarti periuk (Tomo), seperti jolang, ember berbentuk lonjong untuk memandikan bayi (Cijolang), seperti kancah yang berarti katel besar untuk membuat gula kawung atau gula aren, atau untuk penggorengan kerupuk (Kancah).
Rona bumi cekungan telah menginspirasi penduduk setempat untuk memberi nama daerahnya. Ada rona bumi yang diumpamakan seperti bentuk peralatan hidup yang paling banyak digunakan saat itu, sehingga berada pada puncak pikirannya. Misalnya, daerah yang cekung, ronabuminya diumpamakan seperti kandé, maka melekatlah kawasan itu bernama Cikandé, daerah yang cekung seperti karung. (*)