Dihadapkan dengan keramaian Kota Bandung sebagai kota wisata, masyarakat justru menyoroti terkait dengan fasilitas kota yang kurang memadai. Bahkan di Jalan Terusan Buah Batu di mana ubin pecah dan pemandu tunanetra terputus. Fasilitas publik seperti trotoar yang seharusnya sudah menjadi aksesibilitas semua kalangan bahkan difabel sekalipun terkhusus kawan tunanetra.
Trotoar yang merupakan hak masyarakat umum, kini beralih fungsi sebagai cerminan akan kegagalan pemerintah Kota Bandung dalam memenuhi standar infrastruktur. Maka hal ini secara langsung mempertanyakan bagaimana efektivitas kebijakan pembangunan kota.
Keresahan ini diungkapkan oleh Udang Beni, seorang pedagang minuman keliling di sekitar Jalan Merdeka dan taman badak, yang selalu beraktifitas di trotoar setiap hati saat berdagang minuman. Dengan pengalaman setiap hari ia memberi bukti nyata akan kerendahan kualitas fasilitas publik tersebut.
“Saya pribadi merasa bahwa trotoar ini tidak memenuhi standar, selama saya berjualan di trotoar saya merasa ubin yang digunakan bukan ubin yang kualitasnya bagus karena ada beberapa ubin yang keliatannya mudah goyang dan retak gitu,” ungkap pria paruh baya itu, Jumat (28/11/2025).
Menyoroti pernyataan tersebut penggunaan material berkualitas rendah ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengawas proyek infrastruktur.
Kerusakan trotoar semakin menjadi perhatian ketika banyak yang mempertanyakan kebutuhan penyandang disabilitas. Trotoar di Bandung yang terbukti tidak ramah pada kawan difabel khususnya penyandang tunanetra yang bergantung pada ubin pemandu. Jalur pemandu yang ada justru tidak memenuhi standar mulai dari banyak ubin yang lepas atau tidak ada muncul pola ubin.
Kurangnya kesadaran pada kawan tunanetra juga disoroti tajam oleh pria paruh bawa itu ia bercerita bahwa pernah membantu penyandang tunanetra berjalan cukup dan menyebrangi jalan karena ubin pemandu rusak.

“Dulu saat berjualan, saya juga pernah membantu orang buta untuk jalan hingga menyebrang ke ujung jalan dan orang tersebut bingung karena di beberapa ubin ada pohon terus lumayan banyak yang copot juga ubin yang kuning,” lanjutnya.
Kesaksian itu memperkuat bahwa trotoar di kota ini belum ramah bagi teman yang menyandang disabilitas.
Kritik lain juga muncul saat disoroti buruknya kualitas dari material yang digunakan pada trotoar yang ada. Banyak ubin yang gampang pecah, retak, bahkan licin. masyarakat memperhatikan bagaimana pemerintah tidak memperhatikan keselamatan para pejalan kaki.
Kondisi trotoar yang tidak memenuhi standar ini bahkan berujung pada kerugian fisik dan juga materi, termasuk pada pedagang seperti pria bertopi. pria bertopi itu sendiri bahkan pernah terjatuh yang membuat dagangannya rusak karena adanya lubang di tengah trotoar yang tidak terlihat kala hujan turun.
Dengan semua pengalaman yang sudah terjadi pada pria bertopi itu, ia berharap Wali kota Bandung M. Farhan dapat lebih memperhatikan fasilitas umum khususnya trotoar ini. Dengan adanya perbaikan trotoar pada saat ini di sekitar Jalan Lombok, Jalan Tamansari, Jalan Gatot Subroto, dan Jalan Akses Sor GBLA, agar lebih memperhatikan kualitas produk yang dipakai.
Diharapkan agar Wali Kota Bandung M. Farhan bisa meningkatkan aksesibilitas trotoar secara drastis khususnya bagi kawan tunanetra. Perbaikan trotoar yang rusak bukan hanya proyek fisik, tetapi juga pertanggungjawaban sosial pemerintah kota terhadap seluruh warganya. (*)