Dengan kalender Hijriah ini pula, kaum muslimin di sepanjang masa terus terhubung dengan akar sejarah dan identitas mereka sebagai umat Nabi Muhammad saw. (Sumber: Pexels/Soner Arkan)

Ayo Netizen

Meluruskan Sejarah Kalender Hijriah

Kamis 26 Jun 2025, 17:21 WIB

Tak terasa. Bulan berganti bulan. Tahun pun berganti tahun. Bulan Dzulhijah akan segera berakhir diganti dengan Muharam sebagai pertanda tahun baru Islam 1447 Hijriah.

Walaupun setiap tahun diperingati, rasanya masih banyak yang belum mengenal dengan benar sejarah penanggalan kalender Hijriah ini. Banyak beredar anggapan keliru tentangnya yang perlu diluruskan.

Banyak yang mengira bahwa 1 Muharam adalah tanggal hijrahnya Nabi saw. dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah. Padahal Muharam bukanlah waktu mereka berhijrah. Hijrah juga tidak dilakukan dalam satu keberangkatan saja. Para sahabat berhijrah secara terpisah, dengan rombongan dan pada waktu yang berbeda-beda, sejak akhir Dzulhijah sampai bulan Shafar.

Anggapan keliru lainnya adalah bahwa kalender Hijriah sudah berlaku sejak zaman Nabi saw. dan dirancang oleh beliau sendiri. Yang benar, sistem penanggalan Hijriah baru resmi digunakan 17 tahun setelah hijrahnya Nabi saw. Tepatnya pada tahun ketiga masa kekhalifahan Umar bin Khattab.

Bermula dari Gubernur Bashrah (Irak) saat itu, Abu Musa Al-Asy’ari, yang mengeluhkan surat-surat yang dikirimkan Khalifah Umar kepadanya tidak memiliki catatan tahun, sehingga sulit diketahui akurasi waktu pengirimannya. Saat itu, penanggalan yang digunakan memang masih warisan Arab pra-Islam, hanya tanggal dan bulan yang ditulis tanpa tahun.

Khalifah Umar pun bermusyawarah untuk menentukan kapan atau peristiwa apa yang akan dijadikan sebagai awal tahun penanggalan. Sejumlah sahabat dari kaum Muhajirin dan Anshar diundang, sebut saja Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Waqqash, serta Thalhah bin Ubaidillah.

Disebutkan oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari, ada empat usulan yang mengemuka saat itu. Pertama, Hijriah mulai dihitung dari Tahun Gajah ketika Nabi lahir. Kedua, sejak wafatnya Nabi. Ketiga, dari tahun saat Nabi diangkat menjadi Rasul ketika wahyu pertama turun. Dan terakhir, sejak tahun hijrahnya Nabi dari Mekah ke Madinah.

Dari keempat opsi tersebut, para sahabat sepakat untuk tidak memilih tahun kelahiran Nabi dan tahun diangkatnya Nabi menjadi Rasul. Alasannya karena saat itu kapan tepatnya waktu Nabi lahir dan kapan wahyu pertama turun masih menjadi perdebatan di antara mereka. Tidak juga tahun wafatnya Nabi karena tentu saja peristiwa itu meninggalkan banyak kesedihan.

Baca Juga: AI, Neraka, dan Konten Viral: Kreatif atau Blunder?

Alhasil, semua sahabat sepakat menjadikan perhitungan kalender Islam dimulai sejak tahun hijrahnya Nabi dari Mekah ke Madinah.

Pilihan ini tentu saja bukan tanpa alasan. Selain merupakan usulan Ali bin Abi Thalib, waktu kapan Nabi hijrah juga sudah jelas. Hijrah ketika itu juga dianggap sebagai pembeda antara hak dan batil. Dan yang tak kalah penting, hijrah dipandang sebagai langkah taktis dan strategis yang mengawali kebangkitan umat Islam, setelah sebelumnya hanya berdakwah secara diam-diam.

Maka tak heran jika sistem penanggalan ini kemudian dinamakan dengan kalender Hijriah, karena erat kaitannya dengan hijrah Nabi Muhammad saw.

Tak terasa. Bulan berganti bulan. Tahun pun berganti tahun. Bulan Dzulhijah akan segera berakhir diganti dengan Muharam sebagai pertanda tahun baru Islam 1447 Hijriah. (Sumber: Pexels/Kader D. Kahraman)

Lalu bagaimana sejarahnya Muharam bisa menjadi bulan pertama tahun Hijriah?

Perlu diketahui bahwa Muharam menjadi bulan pertama Hijriah bukanlah karena bertepatan dengan hijrahnya Nabi saw. ke Madinah seperti yang dikira banyak orang. Nabi saw. baru hijrah dari Mekah pada malam 27 Shafar (bulan setelah Muharam) dan tiba di Quba pada tanggal 8 Rabi’ul Awwal, lalu memasuki Madinah setelah shalat Jum’at pada 12 Rabi’ul Awwal.

Jadi mengapa Muharam dipilih sebagai bulan pertama tahun Hijriah?

Masih menurut keterangan Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, menjadikan Muharam sebagai bulan pertama dalam kalender Hijriah sesungguhnya adalah usulan Utsman bin Affan. Utsman beralasan bahwa sejak dulu Muharam memang bulan pertama dalam kalender masyarakat Arab.

Selain itu, pada bulan Muharam kaum muslimin dalam keadaan fresh karena baru saja menyelesaikan ibadah besar yaitu haji. Dan alasan terpenting, Ustman menilai bahwa rangkaian hijrah Nabi sesungguhnya sudah terjadi sejak bulan Muharam.

Karena pada bulan sebelumnya, yaitu pada akhir bulan Dzulhijjah, beberapa orang penduduk Madinah bersumpah setia kepada Nabi dalam peristiwa Baiat Aqabah kedua. Pada peristiwa inilah pertama kali muncul tekad untuk hijrah.

Maka Baiat Aqabah inilah yang menjadi dasar hijrahnya Nabi dan kaum muslimin ke Madinah. Lewat baiat ini pula, Nabi menyadari adanya dukungan dan kesetiaan penduduk Madinah kepadanya. Madinah pun diyakini menjadi destinasi hijrah yang ideal bagi dakwah Nabi dan kaum muslimin yang membutuhkan ruang untuk berkembang. Dari Hijrah ke Madinah inilah, Islam terus berkembang ke seantero dunia.

Sejak saat itu, kaum muslimin memiliki kalender Hijriah sebagai penanggalan resmi dan Muharam sebagai bulan pertamanya. Di mana awal bulannya ditentukan dengan munculnya hilal.

Baca Juga: One Piece dan Cermin Demokrasi Indonesia, Fiksi yang Merefleksikan Realitas

Tidak hanya fundamental bagi catatan sejarah perjalanan Islam, kalender Hijriah juga sangat esensial perannya sebagai pijakan waktu bagi pelaksanaan hukum-hukum Islam seperti puasa, zakat, kurban, haji, ‘iddah (masa tunggu wanita setelah cerai atau ditinggal mati suaminya), dan sebagainya.

Dengan kalender Hijriah ini pula, kaum muslimin di sepanjang masa terus terhubung dengan akar sejarah dan identitas mereka sebagai umat Nabi Muhammad saw.

Kita berdoa semoga tahun baru Hijriah ini mampu menyalakan api semangat sekaligus harapan baru bagi kita semua, layaknya hijrah Nabi yang menjadi tonggak kejayaan Islam. Amin. (*)

Tags:
tanggal hijrah1 Muharamsejarah kalender Hijriah

Ayatullah Karim

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor