Toko Opak Ranca Tungku--tetangga Kampung Bojong Kunci. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dudung Ridwan)

Ayo Netizen

Jawa Barat ‘Beunghar ku Opak’: Siapa Paling Enak dan Juara?

Kamis 14 Agu 2025, 09:40 WIB

Borondong garing
ider kota pilemburan
mekar lumaku diri
anu dagang bari mimitran

Borondong garing
haleuang katineung ati
jerit ciptaning ati
jeung hiliwirna angin peuting

Oleh-oleh Priangan di lingkung gunung
Majalaya Soreang Banjaran Bandung
hate jongjon lugina anu dikantun
narik ati matak luas nu ngabantun

MEMANG dalam lirik lagu Priangan "Borondong Garing" yang diciptakan oleh R.C. Hardjasasmita dan dipopulerkan oleh penyanyi Tati Saleh dan Nining Meida itu tak ditemukan kata “opak”.

Namun, sejarah mengungkap camilan borondong tak bisa dipisahkan dengan camilan opak, rangginang, kolontong, dongjit (borondong wajit), dan camilan lain yang dibuat dari beras ketan. Bahkan, camilan opak dan rangginang faktanya lebih digemari daripada borondong.

Pada mulanya adalah Bu Neni (50) tahun, warga Parken, Cangkuang, Kabupaten Bandung. Suatu waktu di rumahnya ada arisan keluarga. Ia bingung mencari makanan khas yang lain dari yang lain untuk menjamu para tamunya yang kebanyakan datang dari kota. Makanan biasa, enggak lah, di kota pun banyak. Camilan apa, ya? 

Oh, ia ingat. Ia pernah tak secara sengaja membeli opak dari sekitar Pertigaan Banjaran-Soreang-Pangalengan, dari sebuah toko oleh-oleh kecil yang tidak menarik. Bentuknya seperti opak kebanyakan, bulat. 

“Tapi, hmm … opak ini mah rasanya beda?” katanya setelah mencicipi. Dan ia ingin menularkan kalimat “Tapi, hmm … opak ini mah rasanya beda” kepada para tamunya dari kota.

Baiklah, Bu Neni pun menyuruh anaknya membeli sejumlah opak untuk oleh-oleh para tamunya itu.

Pada mulanya, tak ada komentar dari para tamu tentang opak yang dibungkus plastik tak menarik itu dan mereka pun tampaknya ogah mencicipinya. Namun, setelah beberapa hari dari acara arisan itu, tamunya dari kota ada yang menelepon Bu Neni. “Itu, opaknya enak sekali. Beli dari mana? Saya pesan ya.”

Sebenarnya sudah lama banyak orang tahu opak pertigaan Banjaran-Soreang-Pangalengan itu punya potensi. Dan boleh bisa disebut salah satu makanan legendaris Banjaran dan sekitarnya, selain misalnya Bumbu Rujak Ciherang.

Tetapi, sejatinya, ketahuilah opak itu bukan produksi Banjaran, melainkan diproduksi oleh sebuah kampung yang bernama Bojong Kunci, sebelah barat-utara Banjaran.

Ayobandung mencoba menelusuri ke Bojong Kunci, hingga menemukan toko Opak Ranca Tungku--tetangga Kampung Bojong Kunci.

“Ya, memang opak di Banjaran itu ngambilnya dari sini, Bojong Kunci,” kata Kang Dadang (55), pemilik toko opak di Ranca Tungku, kampung yang bersebelahan dengan Kampung Bojong Kunci.

Dadang bercerita, ia sudah puluhan tahun berjualan opak Bojong Kunci. Istrinya orang Bojong Kunci asli. Dari mertuanya, Yana, ia belajar membuat opak.

“Saya di sini (Ranca Tungku) buka toko. Tetapi, produksi opaknya tetap di Bojong Kunci,” katanya.

Selain berjualan opak, di tokonya, Kang Dadang pun berjualan kolontong, rangginang, seroja, tengteng, dongjit (borondong wajit), dan sebagainya.

Menurutnya, pemasarannya masih sederhana dan tradisional: ada orang yang biasa ngambil opak ke sini--seperti toko opak yang di Banjaran itu. Atau dia berjualan langsung –pakai mobil—di pasar kaget Baleendah atau di Soreang. Kadang juga barter, Kang Dadang menyimpan opak di Ciparay, dari pengrajin Ciparay menitipkan borondong di tokonya.

Menurut Kang Dadang, yang sudah punya 3 anak ini, rasa opak Bojong Kunci memang khas, gurih, dan ada manis-manisnya. Tapi lebih keras dibandingkan dengan opak Sumedang, misalnya. 

Mengapa? “Kalau opak Sumedang itu santan kelapanya yang dimasukin ke adonan. Sementara opak Bojong Kunci, parutan kelapanya yang dimasukkan ke adonan. Makanya lebih keras, gurih, dan tahan lama,” katanya.

Kang Dadang merupakan pembuat opak generasi ketiga dari mertuanya. Mengenai banyaknya produksi setiap harinya, ia mengatakan tidak tentu.

“Ya, namanya dagang tidak tentu. Ya, antara 3 kilo hingga 5 kilogram beras ketan setiap harinya. Kalau menghadapi hari raya, saya sudah siap memproduksi sebulan sebelumnya. Biasanya pesanan meningkat,” katanya.

Satu kilo gram opak dibanderol Rp70.000. Ada pula yang dibungkus kecil Rp15.000. Sedangkan kolontong dihargai Rp10.000 per bungkus.

Sejarah Opak Bojong Kunci

Kampung Sukamanah, Desa Bojongkunci, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Bandung sudah lama terkenal produsen opak. Setiap hari, masyarakat di kampung tersebut bisa memproduksi kuintalan beras ketan yang menjadi bahan baku.

Warga Kampung Sukamanah secara turun temurun memproduksi opak yang biasa dijual di warung depan rumahnya masing-masing, juga dikirim ke pelbagai daerah.

Nursiah Hasanah, salah seorang perajin opak di Kampung Sukamanah, mengaku sudah sejak zaman dulu warga Kampung Sukamanah memproduksi opak untuk dijual. "Sudah turun temurun, sejak nenek bahkan buyut," ujar Nursiah ketika ditemui.

Keahlian yang diturunkan dari nenek moyang tersebut, membuat opak  Sukamanah terkenal dan melegenda. Bahkan produksinya dijual ke toko-toko oleh-oleh di sekitar wilayah Bandung Raya.

Produksi opak di Kampung Sukamanah sangatlah besar. Nursiah misalnya, ia hanya memproduksi untuk mencukupi kebutuhan warung penjualan opaknya. Tetapi, bisa menghabiskan beras ketan puluhan kilogram setiap harinya. "Sehari bisa sampai 25 kg. Kalau lebaran bisa lebih banyak lagi," ujarnya.

Bahkan untuk mencukupi permintaan saat idulfitri, Nursiah sudah mempersiapkan dua bulan sebelumnya dengan memproduksi opak dalam jumlah banyak setiap harinya. Jika dalam sehari dia mengolah 25 kg beras ketan, dua bulan sebelum lebaran jumlahnya menjadi dua kali lipat.

Perbedaan Rasa

Rasa opak Ranca Tungku berbeda dengan opak dari daerah lain karena bahan dan pengolahan yang dilakukan juga berbeda. Jika daerah lain hanya menggunakan beras ketan, namun opak dari Kampung Sukamanah memberi tambahan bahan lain, yakni kelapa.

Menurut Nursiah, opak Tasikmalaya juga memang menggunakan kelapa, tapi rasanya pasti beda karena pengolahan yang dilakukan juga berbeda.

Dia mengungkapkan, beras ketan yang telah dicuci kemudian dikukus sampai menjadi seperti nasi. Beras ketan kemudian ditumbuk secara manual dan dicampur dengan parutan kelapa. Cara pengolahan ini yang membuat rasanya berbeda dengan opak dari daerah lain.

Memproduksi opak membutuhkan waktu cukup lama. Setelah opak ditumbuk, proses selanjutnya adalah penjemuran. Opak harus benar-benar kering sebelum dimasak. Sehingga membutuhkan waktu berhari-hari supaya bisa mencapai tingkat kekeringan yang sesuai. "Kalau matahari sedang terik, penjemuran bisa 3 hari," ungkapnya.

Namun, jika langit tertutup awan atau saat musim hujan, proses penjemuran membutuhkan waktu yang lebih lama. Tapi biasanya, maksimal penjemuran dilakukan selama empat hari.

Kalau lebih dari 4 hari opak belum juga kering, biasanya para perajin melakukan upaya lain. Mereka menyebutnya digarang. "Kalau tidak kering, paling digarang. Jadi opak disimpan di atas kompor, kalau tidak begitu, akan sulit kering," ucapnya.

Setelah opak benar-benar kering, tahapan selanjutnya adalah menyangrainya. Dalam penyangraian, biasanya menggunakan pasir yang diambil dari sungai.

Pasir yang telah dibersihkan dari kotoran dan tanah juga lumpur tersebut kemudian dipanggang menggunakan wajan. Setelah panas, opak dimasukan ke dalam pasir seperti menggoreng menggunakan minyak.

Hasilnya, opak menjadi seperti dipanggang menggunakan bara. Proses ini lebih cepat dibanding dengan dipanggang. Dengan menggunakan pasir, para perajin opak tidak terpengaruh ketika harga minyak mengalami kenaikan.

Bahan Baku

Kampung Sukamanah, Desa Bojongkunci, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Bandung terkenal akan opak, bisa habiskan berton beras ketan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)

Beras ketan merupakan bahan baku utama pembuatan opak. Walaupun di Pameungpeuk terdapat banyak sawah, para perajin opak memilih beras ketan dari daerah lain untuk menyuplai kebutuhan bahan baku.

Biasanya, beras ketan dari Selatan Cianjur. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab kualitas yang menjadi prioritas utama. "Kalau beras ketan dari sini, kurang begitu bagus. Akibatnya opaknya kurang mengembang," katanya.

Biasanya, setiap perajin telah memiliki pelanggan sendiri, sehingga secara rutin beras ketan dikirim langsung dari Cianjur ke Sukamanah.

Jenis-Jenis Opak

Opak bukan cuma milik Rancatungku. Tetapi, daerah lain di Jawa Barat juga punya. Tentu saja dengan ciri khasnya dan disesuaikan dengan kearifan lokalnya masing-masing. Ternyata Jawa Barat “beunghar ku opak”.

Cianjur yang terkenal dengan produksi beras ketannya yang melimpah mempunyai Opak Mak Ilah yang cukup legendaris. Secara kualitas dan rasa, opak Sukagalih dikenal jempolan dan gurih rasanya. 

Dari kawasan Bandung Timur, Opak Linggar Rancaekek adalah camilan khas yang melegenda. Jika Anda melewati Rancaekek, akan tampak deretan kios penjaja Opak Linggar. Opak Linggar diproduksi secara massal di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.

Tasikmalaya pun punya opak khas. Opak Tasik sebenarnya sudah tersohor kelezatannya dibanding dengan opak produksi lain sebab rasanya lebih gurih dan renyah.

Opak Tasik tidak sembarangan menggunakan bahan bakunya. Opak Tasik pakai telur, susu, ketan, santan kelapa, dan margarine.

Beda lagi dengan Opak Cimanggung, Sumedang. Bagi kamu yang singgah ke Sumedang melewati Jalan Raya Cicalengka-Nagreg wajib mampir sebentar. Di sana ada banyak toko-toko berjejer di pinggir jalan yang menjajakan berbagai camilan, salah satunya Opak Ketan Cimanggung.

Opak Ketan Cimanggung merupakan salah satu makanan khas Sumedang yang dikenal sebagai camilan para bangsawan Sumedang kala itu.

Jadi, sekali lagi Jawa Barat memang “beunghar ku opak”. Sesuatu hal yang kreatif dan positif. Siapa yang paling enak dan juara? Itu tidak penting. Yang penting, pemerintah harus menjaga dan melindungi UMKM ini supaya terus berkembang sehingga meningkatkan perekonomian mereka. (*)

Tags:
opak Bojong Kunciopak BanjaranOpak Linggar Rancaekekkuliner Jawa Barat

Dudung Ridwan

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor