Sarapan tak harus selalu dengan nasi, minum kopi sambil melahap gorengan pun bisa jadi alternatif mengisi perut sebelum beraktivitas. Seperti pagi ini, satu cangkir kopi susu dengan lelehan butter, memiliki rasa dan aroma agak berbeda dari kopi pada umumnya.
Manis, gurih, sedikit pahit berpadu dalam satu cangkir, menemani pagi itu. Tak lupa goreng pisang yang lembut dan sedikit asam manis di dalam, menambah keharmonisan sarapan pagi itu. Menariknya pagi itu, tak hanya pisang yang tersaji tapi ada goreng peuyeum yang menghiasi.
Dulu peuyeum biasanya di konsumsi secara langsung atau bisa dipadukan dengan ice cream, namun kali ini pengalaman yang berbeda justru bisa merasakan lain dari olahan peuyeum. Rasa asam manis juga lembut diselimuti oleh adonan tepung yang cruchy, dicelup ke dalam Butter Coffe jadi perpaduan yang saling melengkapi.
Bicara soal peuyeum ,masih terlintas dalam ingatan penulis, dulu peuyeum menjadi salah satu ikon oleh-oleh khas Jawa Barat, khususnya Bandung. Waktu masih sekolah Tsanawiyah, sepanjang jalan Cibaduyut hingga Leuwi Panjang, makanan ini terpampang nyata, menggantung dilapisi plastik bening dan diikat dengan tali rapia berwarna merah.
Kemudian pembeli bisa membungkusnya dengan menggunakan wadah yang terbuat dari anyaman bambu (bongsang) yang terkadang dilapisi daun pisang.
Sepanjang jalan, penjual menjajakan peuyeum di depan Toko Sepatu Cibaduyut . Seperti makin sepi dan banyak toko sepatu yang tutup, semakin menghilang juga penjual peuyeum di area Cibaduyut.
Merujuk pada KBBI , peuyeum adalah sejenis tapai, yaitu pangan yang berbahan dasar ubi kayu yang direbus dan setelah dingin ditaburi ragi, kemudian dibiarkan atau di peuyeum hingga semalaman atau sampai rasa dan aromanya berubah menjadi manis dan harum.
Alam Jawa Barat yang dikenal dengan kesuburannya membuat sebagai masyarakat memanfaatkan atau bahkan bertopang pada kegiatan pertanian dan perkebunan. Sebagai komoditas yang banyak menghasilkan hasil panen tersebut, membuat masyarakat harus memutar otak untuk membuat atau mengolah hasil tani agar bisa bertahan lama. Salah satunya dengan memanfaatkan singkong dengan pengolahan fermentasi yaitu peuyeum.
Kondisi lingkungan alam di tataran Sunda inilah yang membentuk konteks ekologi orang Sunda sebagai urang gunung ( manusia gunung) yang secara sadar dapat memanfaatkan kekayaan alam pemberian Tuhan secara fungsional.
Singkong sendiri masuk ke dalam komoditas utama sebagai penghasil produksi bahan pangan khususnya bagi masyarakat Jawa Barat. Data BPS menyebutkan bahwa singkong yang termasuk ke dalam kelompok ubi kayu pada posisi ke 7, menghasilkan produksi 2.000.224 ton dengan luas panen seluas 85.288 hektar pada 2015.

Berdasarkan buku yang penulis sempat baca dengan judul Kuliner Sunda Nikmat, Sedap, Melegenda karya Murdijati Gardjito dkk, menyebutkan bahwa perkembangan kuliner di Jawa Barat yang pesat terdapat beberapa peran urbanisasi masyarakat dari berbagai macam daerah. Selain itu beberapa varian kuliner di Jawa Barat dipengaruhi oleh akulturasi budaya Eropa dan masyarakat Sunda.
Selain itu beberapa makanan khas Bandung juga dipengaruhi oleh budaya Tionghoa, menciptakan kuliner yang tidak kalah untuk menggugah selera.
Bicara soal peuyeum, menariknya kuliner ini tidak hanya ada di Jawa Barat tapi juga meluas hingga Jawa Timur.
Ada sedikit perbedaan dalam cara mengolahnya, jika peuyeum di Jawa Timur, singkong terlebih dahulu di potong kecil-kecil dan memanjang, lalu dibungkus dengan daun pisang dalam proses pemberian ragi. Sementara peuyeum khas Sunda, singkong cukup langsung ditaburkan ragi tanpa perlu dipotong dan dibungkus dengan daun pisang.
Selain dijadikan gorengan, olahan peuyeum lain yang menarik adalah colenak, yang diolah dengan cara dibakar dan ditambah gula kelapa yang sudah dicairkan atau biasa disebut dengan kinca. Sayangnya di Bandung sendiri kuliner ini sudah sedikit sulit ditemukan.
Peuyeum lebih dari sekedar makanan, peuyeum sudah menjadi simbolis oleh-oleh bagi masyarakat di luar Bandung. Semoga ditengah maraknya olahan makanan yang menjamur. Peuyeum dan segala jenis olahannya bisa kembali eksis dan menjadi salah satu kuliner kebanggaan Jawa Barat. Semoga selain lokal, di kemudian hari peuyeum juga bisa terkenal di kancah internasional. (*)