Sejarah Terowongan Kereta Sasaksaat, Tertua dan Terpanjang di Indonesia

Redaksi
Ditulis oleh Redaksi diterbitkan Jumat 11 Jul 2025, 13:34 WIB
Terowongan Kereta Sasaksaat. (Sumber: Ayobandung)

Terowongan Kereta Sasaksaat. (Sumber: Ayobandung)

AYOBANDUNG.ID - Di balik hijaunya perbukitan Cipatat, Bandung Barat, ada lubang menganga sepanjang 949 meter di perut Bukit Cidepok. Tapi jangan salah, ini bukan bekas galian tambang liar, melainkan Terowongan Sasaksaat, terowongan kereta aktif terpanjang dan tertua di Indonesia. Lubangnya sah, panjangnya legal, dan setiap hari dilintasi kereta jarak jauh tanpa drama.

Terowongan ini bukan terowongan sembarangan. Ia dibangun jauh sebelum bangsa ini bisa membedakan suara peluit kereta dengan suara kampanye caleg. Tepatnya pada tahun 1902, zaman ketika manusia Indonesia masih dijajah, dan rel masih jadi alat ekspor hasil bumi.

Kalau kamu kebetulan lewat jalur kereta antara Stasiun Maswati dan Stasiun Sasaksaat, bersiaplah masuk ke perut bumi selama beberapa menit. Di situlah Terowongan Sasaksaat berada, tepatnya di KM 143+144. Panjangnya 949 meter, cukup buat kamu merenung soal hidup sambil menonton cahaya kereta makin jauh di ujung sana. Tingginya 4,31 meter, lebarnya 3,92 meter, dan sudah berdiri sejak tahun 1902. Tidak main-main, ini proyek era kolonial yang masih jalan terus, bahkan ketika banyak proyek era sekarang malah mangkrak.

Terletak di Desa Sumurbandung, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Terowongan Sasaksaat membelah bukit bak pisau mentega. Panjangnya hampir satu kilometer, lebarnya nyaris empat meter, cukup untuk satu gerbong lewat sambil melambai.

Yang bikin takjub (atau prihatin, tergantung sudut pandang) adalah cara pembuatannya. Teknologi? Jauh. Yang ada cuma balincong, linggis, dan semangat kerja rodi. Negara yang kelak bernama Indonesia belum lahir, tapi tangan-tangan pribumi dan Tionghoa sudah menggali tanah dengan tenaga sendiri. Yang duduk manis memegang peta? Sudah bisa ditebak: orang Eropa.

"Kalau dari cerita sesepuh di sini, pembuatan Terowongan Sasaksaat dikerjakan manual, uniknya bisa presisi," kata Krisna Budirohman, penjaga terowongan yang tahu betul kapan kereta akan datang meski tanpa aplikasi jadwal.

Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta milik pemerintah kolonial, memulai pembangunan dengan cara yang cukup ekstrem: menggali dari dua arah sekaligus, dari utara dan selatan. Sebagian besar pekerja adalah pribumi dan Tionghoa yang jadi kuli, sementara orang Eropa jadi teknisi dan mandor yang mengawasi sambil mungkin sesekali menyeruput kopi. Ajaibnya, setelah digali dari dua arah, lubang itu bertemu tepat di tengah. Lurus, mulus, tanpa GPS atau drone pemetaan.

Baca Juga: Reaktivasi Rel Kereta Bandung-Ciwidey: Dulu Belanda Bisa, Kini Hanya Bisa Berwacana

Kalau zaman sekarang fondasi rumah saja bisa bocor seminggu setelah selesai, Terowongan Sasaksaat malah masih kokoh meski sudah dikoyak waktu lebih dari seabad.

Tak hanya soal struktur, urusan teknisnya pun rapi. Jalur rel dibuat agak menanjak di tengah agar air dari bukit bisa mengalir ke samping dan tidak menggenangi bantalan rel. Rembesan air? Diantisipasi dengan lapisan semen setebal 0,85 meter di atap terowongan. Bukan sulap, bukan sihir, tapi teknik sipil era kolonial yang dihitung matang.

Suasana di dalam terowongan ini bukan hanya soal gelap dan gema langkah kaki. Di dalamnya, ada sleko—semacam ceruk kecil tempat orang bisa berlindung kalau kereta tiba-tiba melintas. Ada 35 sleko di sana, 17 di sisi kiri dan 18 di sisi kanan. Fungsinya? Vital. Apalagi bagi penjaga seperti Krisna yang harus jalan bolak-balik memeriksa kondisi rel tiap tiga jam.

“Jalan dari ujung sini ke ujung satunya lagi dan bolak-balik. Kadang ada bantalan yang bautnya longgar atau ada kerusakan apa ya langsung diperbaiki. Kalau di tengah tiba-tiba ada kereta ya kita langsung masuk ke sleko,” ujar Krisna santai, seolah masuk sleko adalah hal seremeh masuk kamar mandi.

Terowongan Kereta Sasaksaat dibangun 1902, masih aktif hingga kini. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)
Terowongan Kereta Sasaksaat dibangun 1902, masih aktif hingga kini. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)

Sasaksaat bukan terowongan sembarangan. Dulu, ia dilalui kereta pengangkut komoditas ekspor: kopi, teh, beras, bahkan hasil bumi lainnya. Sekarang, ia tetap melayani kereta api jarak jauh dan lokal: Argo Parahyangan, Harina, Ciremai, Serayu, dan KA Cibatu-Purwakarta. Artinya, dari zaman penjajahan hingga zaman gempita TikTok, ia tetap setia jadi jalur lintas.

Krisna sendiri mengaku betah menjaga terowongan. Bukan hanya karena tugas mulia itu, tapi juga karena suasananya. “Kalau saya pribadi sudah betah jaga terowongan ini, ya enak aja suasananya. Kadang ada yang ke sini untuk tugas kuliah atau foto-foto, bisa menjelaskan juga sedikit-sedikit,” katanya, seperti promosi tempat wisata sambil jaga lintasan.

Baca Juga: Sabotase Kereta Rancaekek, Bumbu Jimat dan Konspirasi Kiri

Terowongan Sasaksaat adalah contoh bagaimana warisan kolonial bisa bertahan lebih lama dari janji-janji pembangunan modern. Tak banyak infrastruktur tua yang tetap berfungsi penuh tanpa perlu direnovasi besar-besaran. Ia tidak viral, tidak masuk daftar destinasi Instagramable, tapi ia hidup. Diam-diam, tiap hari, membantu ribuan orang bergerak antar kota.

Dan yang paling penting: ia masih lurus, masih kokoh, dan masih setia. Sesuatu yang langka di tengah zaman yang penuh liku dan mudah goyah.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 11 Jul 2025, 20:32 WIB

Gangguan Psikologis dan Trauma Sosial akibat Tidak Paham Teknologi Informasi 

Ada pandangan prismatik, bahwa masyarakat kita masih rendah dalam literatur. Artinya, kita gagal mengajarkan cara berpikir dengan bahasa.
Salah satu alat bantu untuk meningkatkan daya nalar manusia dengan menggunakan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). (Sumber: Pexels/Matheus Bertelli)
Ayo Biz 11 Jul 2025, 18:34 WIB

Greenpresso dan Kedai Kapsul, Inovasi Kopi Ala Oi

Apa yang dibangun Oi bukan hanya kedai kopi bernama Subkulture Coffee, melainkan narasi visual tentang bagaimana anak muda bisa memaknai ruang kecil sebagai panggung kreasi.
Subkulture Coffee merupakan narasi visual tentang bagaimana anak muda bisa memaknai ruang kecil sebagai panggung kreasi.
Ayo Jelajah 11 Jul 2025, 17:49 WIB

Jejak Tangan Dingin Soekarno di Hotel Lengkong Heritage Bandung

Hotel Lengkong di Bandung menyimpan jejak arsitektur Bung Karno dengan gaya Art Deco Streamline yang unik dan atap dek kapal.
Hotel Lengkong Heritage Bandung (Sumber: Flickr | Foto: inBaliTimur)
Ayo Netizen 11 Jul 2025, 16:51 WIB

Peuyeum Bandung: Kuliner Sunda, Nikmat, dan Melegenda

Peuyeum Bandung, salah satu makanan khas yang selain dikonsumsi masyarakat Jawa barat.
Butter Coffe & Gorengan Pisang, Peuyeum, Warung Ngonah Braga (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 11 Jul 2025, 14:46 WIB

Dari Asap ke Warisan, Jejak Tiga Generasi di Balik Sate Anggrek

Sate Anggrek bukan sembarang sate. Kuliner legendaris ini punya sejarah nama yang merakyat dan cerita yang menyentuh sejak 1945 hingga berlabuh di generasi ketiga.
Sate Anggrek bukan sembarang sate. Kuliner legendaris ini punya sejarah nama yang merakyat dan cerita yang menyentuh sejak 1945 hingga berlabuh di generasi ketiga. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 11 Jul 2025, 14:01 WIB

Dulu Menyerang, Kini Membela: Jangan Larut Drama Komunikasi Politik Indonesia!

Pleidoi Hasto menggelegar. Tapi di balik itu, jangan sampai rakyat terpukau dan tertipu oleh laku komunikasi publik politisi Indonesia.
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. (Sumber: pdiperjuangan-jatim)
Ayo Jelajah 11 Jul 2025, 13:34 WIB

Sejarah Terowongan Kereta Sasaksaat, Tertua dan Terpanjang di Indonesia

Terowongan Sasaksaat di Bandung Barat, terowongan kereta tertua dan terpanjang di Indonesia. Dibangun 1902, masih aktif hingga kini.
Terowongan Kereta Sasaksaat. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Biz 11 Jul 2025, 13:11 WIB

Dari 1960-an, Lontong Kari Kebon Karet Selalu Sukses Bikin Lidah Bergoyang

Selain dikenal sebagai kota kreatif, Bandung juga dianggap sebagai surga kuliner yang menawarkan ragam cita rasa dari generasi ke generasi. Salah satu kuliner lawas yang masih bertahan hingga kini ada
Lontong Kari Kebon Karet (Foto: GMAPS)
Ayo Biz 11 Jul 2025, 11:35 WIB

Yuridi by MR: Bukti Kain Perca Bisa Disulap Jadi Tentengan Cantik

Martini Norman, sosok di balik brand 'Yuridi by MR', memiliki kisah menarik di balik usahanya. Dimulai dari sisa-sisa kain, produknya kini bisa menembus pasar hingga Papua dan Makassar.
Owner Yuridi by MR, Martini Norman (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 11 Jul 2025, 11:18 WIB

Telusur Nama Leuwigoong dan Kedungbunder

Inilah beberapa contoh toponimi di Jawa Barat yang memakai kata leuwi atau kedung.
Leuwi Lieuk di aliran Ci Leungsi, Desa Karangtengah, Kecamatan Babakanmadang, Kabupaten Bogor. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Netizen 11 Jul 2025, 09:35 WIB

Mengulik Muasal Bandros, Konon 'Makanan Kaum Miskin' Masa Penjajahan

Sejarah, asal-usul, dan keunikan Bandros, kue tradisional khas Jawa Barat yang sering disalahartikan sebagai makanan serupa Pancong atau Pukis.
Bandros, kudapan khas masyarakat Jawa Barat sejak zaman kolonial. (Sumber: Instagram | Foto: nitnotnit_alfi)
Ayo Biz 10 Jul 2025, 20:32 WIB

Gonzo dan Gaya Jepang di Bandung, Ketika Passion Bertransformasi Menjadi Komunitas Kreatif

Gonzo, sebuah toko ikonik yang menjadi semacam “portal budaya” menuju dunia fashion, anime, dan gaya hidup Jepang yang eksentrik dan ekspresif.
Gonzo, sebuah toko ikonik yang menjadi semacam “portal budaya” menuju dunia fashion, anime, dan gaya hidup Jepang yang eksentrik dan ekspresif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 10 Jul 2025, 20:22 WIB

Sekolah Rakyat, Sanggupkah Putus Rantai Kemiskinan di Jawa Barat?

Pendidikan gratis Sekolah Rakyat digadang jadi solusi kemiskinan di Jabar. Tapi cukupkah sekolah saja ubah nasib generasi miskin?
Ilustrasi siswa sekolah di Jawa Barat. (Sumber: Pemprov Jabar)
Ayo Biz 10 Jul 2025, 19:06 WIB

Bakso Akung, Seporsi Legenda dari Jalan Lodaya

Bagi warga Bandung, nama Bakso Akung bukan sekadar tempat makan, melainkan ikon kuliner Bandung dan bagian dari perjalanan rasa yang melegenda sejak 1970-an.
Bagi warga Bandung, nama Bakso Akung bukan sekadar tempat makan, melainkan ikon kuliner Bandung dan bagian dari perjalanan rasa yang melegenda sejak 1970-an.
Ayo Jelajah 10 Jul 2025, 19:00 WIB

Tapak Sejarah Reak, Seni Kesurupan yang Selalu Bikin Riweuh di Bandung Timur

Reak adalah seni kesurupan yang sering dipentaskan di Bandung Timur yang memadukan musik, mistik, dan sejarah panjang dari Pajajaran hingga Citarum.
Penampil Reak dalam salah satu helatan di Bandung. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 10 Jul 2025, 16:24 WIB

Sayur Lodeh: Makanan Lokal yang Penuh dengan Nilai Tradisi Masyarakat Jawa

Sayur lodeh merupakan makanan khas dari Jawa Tengah yang masih kental dengan budaya dan tradisi yang dikaitkan sebagai makanan penolak bala.
Sayur Lodeh Warung Ngonah Braga (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Beranda 10 Jul 2025, 13:45 WIB

Wali Kota Bandung Muhammad Farhan: Tidak Masuk Akal Bandara Husein Ditutup, yang Diuntungkan Justru Jakarta!

Ia menilai kebijakan ini justru menguntungkan Jakarta karena masyarakat Bandung dan sekitarnya kini terpaksa terbang melalui Bandara Halim.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Ayo Netizen 10 Jul 2025, 12:27 WIB

Memupuk Welas Asih, Menebar Belas Kasih

Pada dasarnya kita memiliki kekuatan untuk berbuat dan perilaku belas kasih.
Inilah logo baru Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Welas Asih (Sumber: www.jabarprov.go.id | Foto: Humas Jabar)
Ayo Biz 10 Jul 2025, 11:24 WIB

Kupat Tahu dan Lontong Kari Cicendo, Kuliner Legendaris yang Tak Pernah Sepi

Aroma rempah dari seporsi kupat tahu dan lontong kari mengepul sejak pagi buta di sudut sempit Gang Polisi, Cicendo, Bandung. Tempat itu menjadi saksi bisu salah satu keberadaan kuliner legendaris Kot
Gerai kupat tahu dan lontong kari Cicendo (Foto: GMAPS)
Ayo Jelajah 10 Jul 2025, 10:52 WIB

Pieterspark, Taman Tertua di Bandung yang Berdiri Sejak 1885

Pieterspark dibangun pada 1885 sebagai taman pertama di Kota Bandung. Dibangun untuk mengenang Pieter Sijthoff, kini menjelma jadi Taman Dewi Sartika yang sarat sejarah dan estetika.
Lukisan Pieterspark Bandung. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)