Karakter Luffy di anime One Piece. (Sumber: Unsplash | Foto: Melvin Chavez)

Mayantara

One Piece dan Nakama di Media Sosial

Jumat 08 Agu 2025, 07:45 WIB

Tahun ini, “Agustusan” mungkin terasa agak berbeda. Bukan karena tidak adanya panjat pinang atau balap karung seperti kita alami di era Pandemi, tapi karena ramainya postingan di media sosial yang alih-alih mengibarkan bendera merah putih, beberapa orang malah memperlihatkan bendera bajak laut yang lazim disebut sebagai “jolly roger” dengan topi jerami.

Itu adalah simbol yang digunakan oleh Monkey D. Luffy dalam serial anime “One Piece.”

Sepintas, para penggemar anime ini langsung mampu mendeteksi makna dari tindakan ini sebagai bentuk perlawanan atas pemerintahan yang korup, ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan persoalan lainnya.

Jika para penggemar ini sepakat dengan narasi ini, mungkin mereka akan melakukan yang yang sama sebagai bentuk dukungan.

Pertanyaannya, dimanakah relevansi konteks sosok Luffy, seorang pemuda yang bercita-cita menjadi bajak laut, dengan masyarakat kita?

Lalu, apakah ketika para pengguna media sosial memposting atau mengibarkan jolly roger otomatis merepresentasikan adanya hasrat bajak laut? Perompak tanpa hati nurani?

Berawal dari X

Komik One Piece karya Eiichiro Oda. (Sumber: Unsplash/CAIO DELAROLLE)

Dalam konteks budaya dan komunikasi digital, dikenal istilah Social Network Analysis (SNA) atau analisis jejaring sosial sebagai metode untuk melacak bagaimana isu, tren, wacana atau narasi muncul dan bagaimana ia mengalami pergeseran. Drone Emprit salah satunya.

Dalam beberapa pekan terakhir, Drone Emprit melaporkan sekitar 15.000 postingan terkait One Piece di berbagai platform media sosial yang sebagian besar di X dengan puluhan ribu postingan dan lebih dari 2 milyar engagement. Begitu pula di Tiktok yang mencatat ratusan postingan di beberapa For You Page (FYP) dan melahirkan lebih dari seratus juta engagement.

Software SNA asli Indonesia ini merekam bahwa gagasan pengibaran bendera “One Piece” ini muncul pertamakali pada 26 Juli 2025 pada sebuah akun X ketika memberikan komentar pada kualitas logo Hari Kemerdekaan RI yang ke-80 yang dirilis Pemerintah.

Awalnya, salah seorang pengguna X berkomentar bahwa ia akan mengibarkan bendera Belanda untuk menandai kegagalan pemerintahan Indonesia—tentu berhubungan dengan pemilihan logo yang dimaksud.

Pengguna lainnya kemudian menimpali bahwa ia akan mengibarkan bendera Jepang. Lalu, pengguna lainnya berkomentar bahwa ia akan mengibarkan bendera One Piece sebagai lelucon.

Penting dicatat bahwa komentar ini awalnya benar-benar lelucon untuk merespon rilis logo Hari Kemerdekaan RI yang ke-80 yang belakangan juga melahirkan narasi baru bahwa logo tersebut sangat mirip dengan karakter “keroppi” atau “gorilla” atau bahkan narasi lainnya.

Sangat wajar ketika kemudian komentar lelucon ini justru memicu tindakan yang dimaknai sebagai perlawanan terhadap kekuasaan.

Meski begitu, ajakan atau seruan mengibarkan bendera One Piece ini tidak dapat begitu saja dimaknai sebagai tindakan desakralisasi atau penistaan pada bendera merah putih karena bahkan muncul jauh sebelum seruan pengibaran bendera yang telah menjadi tradisi warga negara Indonesia setiap bulan Agustus tiba.

Selanjutnya, sebagai media sosial, X merupakan platform yang menyediakan ruang dimana setiap penggunanya dapat menyampaikan pandangannya sebagai bagian dari participatory culture yang boleh jadi melahirkan narasi tertentu.

Sebagaimana diingatkan oleh Jenkins (2006), narasi di media sosial seringkali muncul secara berlapis dan tidak terkendali, bahkan dimungkinkan berbeda dengan narasi yang dimaksud oleh pembuat narasi utama.

Jolly Roger dengan Topi Jerami

Bendera Jolly Roger membawa pesan tentang kekuatan kekuasaan, kebebasan, tekad, dan solidaritas dalam komunitas. (Sumber: Wikimedia Commons/Ferfive)

Penting pula dicatat bahwa jolly roger “One Piece” ini berbeda secara fundamental dengan jolly roger yang digunakan oleh kelompok bajak laut di dunia nyata.

Jolly roger pada umumnya merujuk pada simbol “skull and crossbones” dengan latar hitam dan telah digunakan sejak tahun 1710an dengan makna umum merujuk pada kematian atau sesuatu yang berbahaya.

Dalam konteks modern, simbol ini kemudian diadopsi untuk peringatan atas segala sesuatu yang berbahaya, mengancam, atau disematkan pada produk-produk bajakan.

Sementara itu, Luffy memiliki bendera yang berbeda secara visual. Alih-alih menggunakan gambar tengkorak yang menakutkan, ia dan kelompoknya memodifikasi gambar tengkorak dengan menambahkan topi jerami.

Tentu saja, topi jerami ini merupakan atribut dirinya yang dinarasikan sebagai sesuatu yang bernilai ideologis dan emosional.

Topi jerami yang ikonik ini memiliki nilai ideologis karena dinarasikan sebagai simbol kebebasan dan bernilai emosional karena ia mendapatkannya dari salah seorang mentornya yang paling berpengaruh, yakni karakter Red Hair Shanks.

Sosok inilah yang memotivasi Luffy untuk mengarungi samudera dan melawan bajak laut yang jahat atau para penguasa yang tidak adil. Shanks bahkan memberikan topi jerami ini sebagai motivasi bagi Luffy untuk mengembalikannya kelak pada Shanks dan saat itulah Luffy akan diakui sebagai bajak laut sejati.

Netizen sebagai “Nakama”

Bendera Jolly Roger membawa pesan tentang kekuatan kekuasaan, kebebasan, tekad, dan solidaritas dalam komunitas. (Sumber: Wikimedia Commons/Ferfive)

Lelucon “politik” dengan merujuk pada karakter imajinatif di kalangan netizen Indonesia tentu saja bukan hal baru. Bahkan istilah “Negeri Konoha” telah lama digunakan oleh netizen Indonesia ketika berkeluh keluh-kesah tentang beragam persoalan publik.

Mereka terlalu mencintai negeri ini untuk menyebut Indonesia sebagai tempat beragam masalah dan ketimpangan sosial. Lalu mereka menggunakan istilah-istilah bernuansa semiotis ini seraya berharap para penyelenggara negara ini berbenah.

Dalam kasus pengibaran jolly roger, kita beruntung yang dikibarkan atau yang diserukan netizen bukan jolly roger yang sesungguhnya.

Sebab, jolly roger dengan topi jerami yang digunakan Luffy, dalam analisis Baudrillard (1996) justru merupakan bentuk simulacra alias copy of copy of reality, yakni rekaan dari tanda yang sebelumnya dirujuk oleh jolly roger pada realitas sesungguhnya sebagai sesuatu yang mematikan, kejam, melawan hukum, dan tidak berperikemanusiaan.

Hadirnya topi jerami sebagai bagian dari jolly roger versi One Piece menjadi penanda penting yang mengarah pada makna baru bahwa bajak laut yang diimajinasikan oleh Luffy berbeda dengan bajak laut pada umumnya—yang justru diperanginya.

Inilah yang membuat para penggemarnya begitu terpikat dengan tingkahnya yang kocak, berani melawan tirani, terkadang nekat, spontan, namun jujur dan setia kawan.

Lebih jauh, media sosial telah memperluas jangkauan fans One Piece yang pada awalnya hanya didominasi para penggemar anime. Dengan kata lain, netizen Indonesia kini seolah-olah didominasi oleh “Nakama”, sebutan untuk fans One Piece.

Padahal mungkin saja sebagiannya hanya fenomena FOMO, yang mereka justru merupakan fans DC atau Marvel yang di dunia nyata memiliki perbedaan signifikan.  

Terlepas dari itu, inilah gambaran dari digital culture dimana seluruh instrumen yang muncul secara digital dapat lahir dalam variasi yang hampir tidak terbatas. Mudah dimodifikasi, dinarasi-ulang, dan disajikan kembali dalam format yang berbeda.

Dengan kata lain, dibutuhkan analisis yang lebih mendalam untuk memaknai segala sesuatu yang muncul dalam konteks digital. (*)

Tags:
bendera bajak lautOne PieceJolly Roger

Prof. Dr. Moch Fakhruroji

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor