Investasi telah menjadi strategi penting dalam mengelola pendapatan dan membangun masa depan finansial yang lebih stabil. (Sumber: Freepik)

Ayo Biz

Menanam Cuan Tanpa Riba: Jalan Panjang Investasi Syariah di Tengah Dinamika Pasar Modern

Selasa 21 Okt 2025, 16:55 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Investasi telah menjadi strategi penting dalam mengelola pendapatan dan membangun masa depan finansial yang lebih stabil. Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perencanaan keuangan, berbagai instrumen investasi pun bermunculan mulai dari deposito, reksadana, obligasi, saham, hingga kripto. Namun, tidak semua instrumen tersebut sesuai dengan prinsip syariah Islam.

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, kebutuhan akan instrumen investasi yang halal dan bebas riba semakin mendesak. Hal ini mendorong lahirnya berbagai produk investasi syariah yang kini mulai mendapat tempat di hati investor, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman.

Produk investasi syariah di Indonesia saat ini mencakup saham syariah, obligasi syariah (sukuk), reksadana syariah, dan tabungan syariah. Meskipun secara teknis mirip dengan instrumen konvensional, investasi syariah memiliki prinsip dasar yang berbeda, yakni harus bebas dari unsur riba, gharar (ketidakjelasan), dan maysir (spekulasi berlebihan).

Praktisi dan dosen pasar modal dari UIN Sunan Gunung Djati, Yoyok Prasetyo menekankan pentingnya pemilihan instrumen yang sesuai dengan tingkat pemahaman investor. “Untuk investor pemula lebih disarankan untuk menempatkan dananya di reksadana syariah,” ujarnya kepada Ayobandung.

Reksadana syariah menjadi pilihan favorit karena pengelolaannya dilakukan oleh manajer investasi profesional yang memastikan seluruh portofolio sesuai dengan prinsip syariah. Investor cukup menyerahkan dana, tanpa perlu repot menganalisis pasar secara langsung.

“Investasi ini lebih kita saran untuk masyarakat yang tidak punya waktu yang luas, tidak punya pengetahuan yang bagus mengenai investasi maupun dari aspek investasi umum maupun syariahnya,” lanjut Yoyok.

Namun, bagi masyarakat yang telah memiliki pemahaman mendalam tentang investasi, Yoyok menyarankan untuk mulai mempertimbangkan saham syariah.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saham syariah adalah surat berharga yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, seperti perusahaan yang bergerak di bidang rokok, judi, atau minuman keras.

“Kalau sudah well educated boleh lah dia naik kelas, tidak menempatkan dananya di reksadana syariah tapi lebih dari itu ke saham syariah,” tegas Yoyok.

Menariknya, berdasarkan uji statistik dan uji beda yang dilakukan Yoyok, tidak terdapat perbedaan signifikan antara return dan risiko saham syariah dengan saham konvensional. Hal ini membantah anggapan bahwa instrumen syariah kurang kompetitif.

“Di beberapa periode itu memang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara perbedaan return maupun risiko antara instrumen syariah dan non syariah di Indonesia. Ini juga hal yang harus dikampanyekan kepada masyarakat untuk membalikkan persepsi masyarakat umum yang menilai syariah itu lebih jelek,” katanya.

Data dari Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa jumlah investor syariah terus meningkat. Hingga April 2025, tercatat sebanyak 174 ribu investor syariah aktif. Lonjakan ini menunjukkan bahwa pasar mulai merespons kebutuhan akan instrumen keuangan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Namun, pertumbuhan ini belum sepenuhnya dibarengi dengan pemahaman yang menyeluruh. Banyak investor yang belum memahami secara mendalam prinsip-prinsip syariah dalam investasi, sehingga edukasi menjadi kunci penting dalam pengembangan pasar ini.

“Dari sisi instrumennya harus lebih bagus. Kita dorong manajer investasi yang mengelola reksadana syariah itu bisa mengelola portofolionya dengan lebih baik sehingga hasilnya nanti bisa kompetitif,” ujar Yoyok.

Menurut data OJK, total aset perbankan syariah Indonesia per Juli 2025 mencapai Rp780 triliun, menunjukkan pertumbuhan yang stabil dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi indikator bahwa ekosistem keuangan syariah semakin matang dan siap bersaing.

Sementara itu, survei Jakpat Indonesia Investment Trends 2025 menunjukkan bahwa masyarakat cenderung memilih investasi berbasis aset nyata seperti logam mulia (66%), properti (63%), dan perhiasan (67%). Preferensi ini menunjukkan bahwa stabilitas dan keamanan menjadi pertimbangan utama, yang sejalan dengan prinsip kehati-hatian dalam syariah.

Namun, tantangan terbesar tetap pada aspek literasi. Banyak masyarakat yang belum memahami perbedaan mendasar antara investasi syariah dan konvensional. Edukasi yang masif dan berkelanjutan menjadi kebutuhan mendesak agar masyarakat tidak hanya berinvestasi, tetapi juga memahami nilai-nilai yang mendasarinya.

Yoyok juga menyoroti pentingnya kinerja manajer investasi dalam menarik minat masyarakat. “Dalam beberapa penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara tingkat return reksa dana dengan Assets under management (AUM),” katanya.

Semakin tinggi return, maka AUM cenderung meningkat karena masyarakat tertarik menempatkan dananya. Sebaliknya, jika return rendah, maka minat masyarakat pun menurun. “Faktor-faktor itu yang harus dibangun secara simultan, tidak bisa sendiri-sendiri,” tegas Yoyok.

Untuk menangkap peluang pasar, pelaku industri perlu memahami karakteristik masyarakat saat ini. Generasi muda yang melek teknologi dan aktif di media sosial menjadi segmen potensial. Kampanye digital yang edukatif dan interaktif bisa menjadi strategi efektif untuk meningkatkan literasi dan partisipasi.

Selain itu, sinergi antara regulator, akademisi, dan pelaku industri sangat dibutuhkan. Regulasi yang mendukung, riset akademik yang mendalam, serta inovasi produk dari industri akan memperkuat ekosistem investasi syariah di Indonesia.

Dengan potensi pasar yang besar dan dukungan regulasi yang semakin kuat, investasi syariah memiliki peluang besar untuk menjadi arus utama dalam sistem keuangan nasional. Namun, tantangan literasi dan persepsi publik harus diatasi dengan strategi yang terintegrasi.

“Instrumen syariah ini kompetitif dengan nonsyariah. Dalam jangka panjang, saya optimistis investasi syariah bisa bersaing, asalkan edukasi dan kualitas instrumen terus ditingkatkan," ujar Yoyok.

Alternatik produk investasi (emas) atau serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/20n0chhShO
  2. https://s.shopee.co.id/4VULbL20HH
  3. https://s.shopee.co.id/9fCRksPWX2
  4. https://s.shopee.co.id/10uTQyDVPV
  5. https://s.shopee.co.id/LemdlyFu7
Tags:
ekosistem keuangan syariahinvestor syariahinvestor pemulabebas ribainvestasi syariahinstrumen investasiperencanaan keuangan

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor