AYOBANDUNG.ID -- Di era digital yang serba cepat, anak muda Indonesia semakin akrab dengan dunia investasi. Dari saham hingga kripto, mereka tak segan mencoba berbagai instrumen demi meraih keuntungan. Namun, di balik semangat itu, tersimpan tantangan besar, yakni minimnya literasi keuangan, jebakan investasi bodong, dan keputusan impulsif yang berisiko tinggi.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI) per Agustus 2025, jumlah investor pasar modal telah mencapai lebih dari 18 juta orang. Menariknya, lebih dari separuhnya yakni 54,23% berasal dari kelompok usia di bawah 30 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa generasi muda menjadi tulang punggung pertumbuhan pasar modal nasional.
Raymond Iriantho, seorang Financial and Investment Content Creator yang aktif mengedukasi publik melalui media sosial, menyoroti fenomena ini dengan penuh keprihatinan. “Risiko terbesar anak muda saat terjun ke investasi high risk seperti kripto adalah trauma jangka panjang. Ketika rugi besar, mereka bisa kapok seumur hidup dan enggan berinvestasi lagi,” ungkap Raymond saat ditemui Ayobandung.
Ia menjelaskan bahwa kerugian modal bisa berdampak psikologis, terutama jika dialami di usia muda. “Kalau masih SMP atau SMA, mungkin uangnya dari orang tua, jadi nggak terlalu berasa. Tapi kalau sudah kerja dan ingat pernah rugi besar, mereka jadi takut untuk mulai lagi,” tambahnya.
Minimnya literasi keuangan menjadi akar dari banyak kesalahan investasi. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2022 oleh OJK, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 49,68%. Meski terus meningkat, angka ini menunjukkan masih banyak ruang untuk edukasi, terutama di kalangan muda.
“Kalau di-googling, kerugian akibat investasi bodong itu udah ratusan triliun. Korbannya kebanyakan orang awam yang tergiur return fantastis. Misalnya, ditawarin 20% sebulan, padahal deposito aja cuma 3–5% setahun,” jelas Raymond.
OJK mencatat bahwa dari 2017 hingga 2025, total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal telah menembus Rp142,13 triliun. Angka ini menjadi alarm bagi pentingnya edukasi keuangan sejak dini.
Raymond juga mengungkap fenomena ekstrem, salah satunya berinvestasi dengan dana pinjaman atau pinjol. “Pasti ada juga yang nekat pinjam uang demi investasi karena tergiur return tinggi. Padahal dari sisi financial planner, itu jelas-jelas big no,” tegasnya.
Untuk pemula, Raymond menyarankan memulai dari instrumen paling rendah risiko. “Mulai dari tabungan biasa, lalu deposito. Setelah itu baru ke reksadana, saham, obligasi, dan terakhir crypto. Jangan langsung loncat ke yang high risk,” katanya.
Ia menekankan pentingnya membentuk karakter investasi secara bertahap. “Low risk memang return-nya kecil, tapi itu penting buat membentuk mindset dan kebiasaan investasi yang sehat,” tambahnya.
Salah satu instrumen yang menarik perhatian adalah emas. Apalagi sejak Indonesia memiliki Bank Emas yang memungkinkan masyarakat menyimpan dan memperdagangkan emas secara formal dan aman.
“Emas itu stabil walaupun lambat naik. Cocok buat jaga nilai uang dari inflasi, tapi bukan buat cari untung cepat. Harus pegang jangka panjang. Saran diversifikasi, taruh di emas, deposito, reksadana. Jangan di satu tempat,” ujar Raymond.
Namun, Raymond mengakui, semangat anak muda sering kali tergelincir dalam jebakan Fear of Missing Out alias FOMO. “Bahaya FOMO itu kita jadi ikut-ikutan tanpa riset. Lihat orang lain untung, langsung masuk. Padahal nggak tahu risikonya. Ujung-ujungnya uang hilang,” katanya.
Di sisi lain, Raymond melihat perkembangan positif di Jawa Barat. Dia menilai, Jawa Barat punya literasi finansial paling baik setelah Jakarta. "Secara pemerataan juga lebih oke. Jadi harusnya kesadaran investasi di sini cukup berkembang,” ujarnya.
Meski begitu, ia tetap menekankan pentingnya edukasi berkelanjutan. Raymond juga mengapresiasi kampanye literasi keuangan yang dilakukan oleh OJK dan lembaga lain. Ia berharap generasi muda bisa lebih bijak dan kritis dalam mengambil keputusan finansial.
“Investasi itu bukan soal cepat kaya, tapi soal membangun masa depan. Kalau kita paham, kita bisa jadi investor yang tangguh dan berdaya,” ujar Raymond.
Alternatik produk investasi emas atau serupa: