Peta Kabupaten Bandung Barat.

Ayo Jelajah

Sejarah Pemekaran Bandung Barat, Disalip Cimahi Sebelum Berdiri Sendiri

Rabu 10 Sep 2025, 13:10 WIB

AYOBANDUNG.ID - Cimahi lebih dulu jadi kota pada 2001, sementara Bandung Barat harus rela antre sampai 2007. Padahal gagasannya sama-sama muncul sejak awal 1990-an. Pemekaran Bandung Barat bukan sekadar urusan SK Gubernur, tapi juga soal kesabaran panjang menghadapi birokrasi dan tarik-ulur politik.

Pada 1990, Gubernur Jawa Barat Yogie Suardi Memet merancang penambahan jumlah daerah tingkat II di Jawa Barat. Dari 24 daerah, ditargetkan menjadi 42. Bandung Barat masuk dalam daftar itu. Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 30 Tahun 1990 lahir sebagai pijakan awal. Namun, SK hanya jadi lembaran kertas tanpa tindak lanjut.

Baru sembilan tahun kemudian, Bupati Bandung Hatta Djatipermana mengajukan permohonan resmi pemekaran Bandung Barat lewat surat bertanggal 22 Juni 1999. DPRD Kabupaten Bandung cepat menyetujui pada 21 Juli 1999. Dari sini, bola bergulir.

Baca Juga: Sejarah Stroberi Ciwidey, Pernah jadi Sentra Produksi Terbesar dari Bandung Selatan

Lantas, muncul Forum Pendukung Percepatan Pemekaran Kabupaten Bandung Barat (FP3KB) dengan Endang Anwar sebagai penggeraknya. Setelah itu, forum lain bermunculan: Forum Peduli Bandung Barat, Forum Pemuda Bandung Barat, hingga Forum Bandung Barat Bersatu. Namanya terdengar seperti lomba bikin akronim, tapi tujuan mereka sama: Bandung Barat harus berdiri sendiri.

Pada November 2001, massa pendukung pemekaran sudah turun ke jalan. Namun Bandung Barat kalah cepat. Cimahi lebih dulu disahkan sebagai kota otonom. Para aktivis Bandung Barat terpaksa menunggu lagi.

Pada 16 November 2002, Endang Anwar dan kawan-kawan mendirikan Komite Pembentukan Kabupaten Bandung Barat (KPKBB). Tekanan politik makin kencang. Pada 7 Januari 2004, mereka kembali menggelar demonstrasi.

Pemerintah Kabupaten Bandung akhirnya membentuk Tim Teknis Penataan Wilayah dengan Sekda Abubakar sebagai ketua. Di era Bupati Obar Sobarna, permohonan pembentukan Kabupaten Bandung Barat diajukan kembali pada 23 Agustus 2004.

Kali ini prosesnya lebih lancar. DPRD Jawa Barat menyetujui pada 22 Maret 2005, lalu meneruskan usulan ke Kementerian Dalam Negeri. Setelah bertahun-tahun terkatung-katung, pemekaran Bandung Barat akhirnya masuk jalur yang tepat.

Pada 2 Januari 2007, DPR RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat. Enam bulan kemudian, 19 Juni 2007, Menteri Dalam Negeri ad interim, Laksamana (Purn.) Widodo Adi Sutjipto, meresmikan Bandung Barat sebagai kabupaten baru. Tanggal itu ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Bandung Barat.

Baca Juga: Sejarah Pemekaran Cimahi, Kota Tentara yang Lepas dari Bayangan Bandung

Drs. Tjatja Kuswara ditunjuk sebagai pejabat bupati. Setahun kemudian, 8 Juni 2008, Abu Bakar terpilih sebagai bupati pertama lewat pemilu kepala daerah. Awalnya Bandung Barat memiliki 15 kecamatan, lalu bertambah satu pada 2011 ketika Saguling resmi berdiri sebagai kecamatan mandiri. Ngamprah ditetapkan sebagai ibu kota pemerintahan.

Luas Kabupaten Bandung Barat mencapai 1.305,77 km persegi, mencakup kawasan wisata Lembang yang dingin hingga Padalarang yang sibuk dengan industri dan lalu lintas. Namun sejarah kelahirannya tidak lepas dari perjalanan panjang: forum-forum yang silih berganti, spanduk tuntutan, aksi massa, dan birokrasi yang berbelit.

Sejak 19 Juni 2007, Bandung Barat resmi mengurus rumah tangganya sendiri. Pemekaran ini menjadi bukti bahwa lahirnya sebuah kabupaten baru di Indonesia bukan hanya soal garis di peta, tapi juga hasil dari kesabaran panjang, perjuangan warga, dan politik yang penuh intrik.

Padalarang di Kabupaten Bandung Barat. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)

Usulan Rebranding jadi Kabupaten Batulayang

Belakangan, muncul gagasan baru untuk kabupaten yang baru berdiri ini: mengganti nama Kabupaten Bandung Barat. Ide ini digaungkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang dikenal gemar bermain simbol dan narasi budaya Sunda.

Ia melempar wacana agar Bandung Barat berganti nama menjadi Kabupaten Batulayang. Alasannya, Bandung Barat dianggap terlalu administratif dan dingin. “Batulayang” terdengar lebih punya ruh, sekaligus merujuk pada toponimi lokal yang dianggap lebih berkarakter.

Bandung Barat memang terdengar praktis, sekadar penunjuk arah mata angin. Tapi rupanya dianggap kurang gagah untuk sebuah kabupaten. Dan lagi, arah mata angin ini dinilai problematis. Dari Lembang orang menyebutnya barat, tapi dari Cianjur bisa jadi timur, sementara bagi Purwakarta malah selatan.

Baca Juga: Batulayang Dua Kali Hilang, Direbus Raja Jawa dan Dihapus Kompeni Belanda

Singkatnya, kabupaten ini selalu didefinisikan dari sudut pandang orang lain. Lebih sial lagi, ia tak pernah bisa lepas dari bayang-bayang Kota Bandung. Nama yang lahir dari kompromi politik di awal 2000-an itu, kata Dedi, sejak awal tak punya karakter kuat.

Lantaran hal tersebut, muncullah ide rebranding. Nama Batulayang sendiri memang tak asing dalam catatan sejarah Priangan. Pada 1802, Batulayang pernah menjadi kabupaten sendiri, sejajar dengan Sumedang dan Sukapura. Wilayahnya membentang dari Kopo sampai Rongga. Sayangnya, umur Kabupaten Batulayang pendek: pemerintah kolonial Belanda meleburkannya ke Kabupaten Bandung.

Kini, Batulayang tinggal nama desa di Kecamatan Cililin. Tapi sejarah itu cukup untuk jadi alasan menghidupkannya kembali. Nama itu dianggap lebih gagah berwibawa. Lagipula, nama daerah di Priangan biasanya merujuk pada toponimi lokal, bukan sekadar petunjuk arah.

Tags:
BatulayangSejarah BandungBandung Barat

Hengky Sulaksono, Fira Nursyabani

Reporter

Hengky Sulaksono

Editor