Kegiatan di Technische Hoogeschool te Bandoeng (THB), yang kini dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). (Sumber: ITB)

Ayo Jelajah

Jejak Peninggalan Sejarah Freemason di Bandung, dari Kampus ITB hingga Loji Sint Jan

Selasa 30 Sep 2025, 21:30 WIB

AYOBANDUNG.ID - Jejak masa lalu Bandung tidak hanya berbicara soal arsitektur art deco atau perlawanan rakyat Priangan terhadap kolonial Belanda. Ada kisah yang lebih tersembunyi, terbungkus dalam catatan sejarah dan bangunan tua: kehadiran Freemason. Kelompok persaudaraan internasional ini masuk ke Hindia Belanda sejak 1736, dibawa oleh Jacobus Cornelis Mattheus. Dari Batavia, gerakan ini menjalar ke Semarang, Surabaya, lalu ke kota-kota yang tengah berkembang, termasuk Bandung.

Freemason atau Vrijmetselarij tidak menampilkan diri sebagai organisasi politik, melainkan komunitas yang menghimpun anggota lintas agama dan bangsa dengan semangat persaudaraan serta pengetahuan. Namun citranya sering memicu kecurigaan. Sebagian menyebutnya gerakan rahasia yang mengancam tatanan, sebagian lagi melihatnya sebagai pusat gagasan modern.

Di Hindia Belanda, Bandung menjadi salah satu pusat aktivitas mereka, terutama sejak akhir abad ke-19 ketika kota ini ditetapkan sebagai ibu kota Priangan dan berkembang pesat dengan hadirnya jalur kereta serta permukiman pejabat Eropa.

Seluruh aktivitas Freemason sempat terhenti saat Jepang menduduki Indonesia pada 1942. Negeri Matahari Terbit yang menjadi sekutu Jerman Nazi melarang organisasi tersebut.

Baca Juga: Jejak Sejarah Kelahiran Partai Faisis Indonesia di Bandung, Supremasi ala Pribumi yang Bikin Heboh Wangsa Kolonial

Setelah proklamasi kemerdekaan, Soekarno mengambil sikap tegas. Lewat Keputusan Presiden No. 264 tahun 1962, ia melarang seluruh kegiatan Freemason di Indonesia. Namun meski dilarang, sisa-sisa peninggalannya masih tampak hingga kini di Bandung.

Di Jalan Wastukencana, berdiri Masjid Al Ukhuwah yang megah. Sebelum masjid itu diresmikan pada 1961, di atas tanah tersebut berdiri sebuah bangunan penting bagi Freemason: Loji Sint Jan. Didirikan pada 1896, Sint Jan menjadi loji paling aktif di Hindia Belanda. Di dalamnya terdapat aula besar, simbol-simbol masonik, serta perpustakaan dengan ribuan koleksi buku. Nama jalan itu pun dulunya adalah Logeweg, merujuk pada keberadaan loji.

Simbol khas Freemason, yakni mata satu, sempat menghiasi interior loji. Namun sekitar 1920, simbol itu diganti dengan jangka dan penggaris segitiga, menekankan nilai moralitas dan kedisiplinan. Bagi para mason, loji bukan sekadar tempat berkumpul, melainkan pusat gagasan tentang ilmu pengetahuan dan kemajuan sosial. Bahkan di Bandung, mereka sempat menggelar diskusi teosofi dan pendidikan yang memengaruhi perkembangan kota.

Takdir Sint Jan pungkas ketika Presiden Soekarno memerintahkan pembongkarannya. Gedung sempat beralih fungsi menjadi Graha Pancasila, disewakan untuk acara pernikahan, sebelum akhirnya digantikan oleh Masjid Al Ukhuwah. Menariknya, makna nama “Sint Jan” yang berarti tali persaudaraan seolah berkelindan dengan “Al Ukhuwah” yang berarti persahabatan, meski berdiri pada landasan yang berbeda.

Loji Sint Jan (Sumber: Ayobandung)

Bandung juga menyimpan jejak Freemason dalam dunia pendidikan tinggi. Pada 1920 berdiri Technische Hoogeschool te Bandoeng (THB), cikal bakal Institut Teknologi Bandung (ITB). Inisiator utamanya adalah Jan Willem Ijzerman, insinyur minyak sekaligus anggota Freemason. Ia mendorong pendirian sekolah teknik ini karena Hindia Belanda membutuhkan tenaga insinyur lokal.

THS berdiri di atas semangat Freemason yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Lambang awal sekolah ini memperlihatkan kemiripan dengan simbol masonik: jangka dan segitiga.

Baca Juga: Sejarah Gelap KAA Bandung, Konspirasi CIA Bunuh Zhou Enlai via Bom Kashmir Princess

Dari kampus inilah lahir generasi insinyur pribumi, termasuk Soekarno yang kelak menjadi Presiden RI. Ironi pun tercipta: institusi yang lahir dari gagasan seorang mason justru melahirkan tokoh yang menutup gerakan itu di Indonesia.

Ijzerman sempat diabadikan sebagai nama taman di depan gerbang THS. Namun sejak 1950, namanya diganti menjadi Taman Ganesha, menandai pergeseran simbol kolonial menuju identitas lokal.

Sebelum Loji Sint Jan berdiri, aktivitas mason di Bandung berlangsung di Gedung Kweekschool, sekolah guru dengan empat pilar simetris di fasadnya, ciri khas arsitektur bergaya empire style. Gedung ini menjadi pusat pertemuan hingga 1884, sekaligus menyimpan perpustakaan berisi 2.500 buku. Kini bangunan itu berubah fungsi menjadi Markas Polrestabes Bandung, tetapi pilar-pilar kokohnya masih mengingatkan pada masa lalu.

Freemason juga menaruh perhatian pada pendidikan anak. Pada 1898 mereka mendirikan Frobbelschool, taman kanak-kanak pertama di Bandung. Lokasinya berada di depan Bandung Planning Gallery, yang dalam rencana akan menjadi Museum Kota Bandung. Meski sekolah itu tak lagi ada, gagasan bahwa pendidikan dini penting bagi pembentukan karakter meninggalkan warisan tersendiri bagi kota ini.

Selain dunia pendidikan, Freemason juga berperan dalam peredaran pengetahuan melalui percetakan dan toko buku. Salah satu yang terkenal adalah Toko Buku Van Dorp di Jalan Braga, berdiri di gedung rancangan arsitek Wolff Schoemaker. Pemiliknya, Van Eck dan Krayenbrink, tercatat sebagai anggota Freemason.

Baca Juga: Sejarah Bandung dari Paradise in Exile Sampai jadi Kota Impian Daendels

Van Dorp bukan sekadar toko buku, melainkan pusat intelektual. Dari sini diterbitkan pula Indisch Maconnek Tijdschrift, majalah masonik Hindia yang beredar sejak 1805. Toko ini menjelma sebagai ruang pertemuan kaum cendekiawan, pejabat, dan pelajar yang mencari bahan bacaan modern. Kini, bangunannya dikenal sebagai Landmark Braga, menjadi ikon yang tetap menyimpan gema sejarah Freemason.

Dari loji di Wastukencana, sekolah teknik di Ganesha, gedung guru di Jalan Merdeka, hingga toko buku di Braga, semua menyingkap lapisan-lapisan sejarah Bandung yang jarang dibicarakan. Freemason memang sudah lama lenyap dari kehidupan publik Indonesia, tetapi peninggalan mereka masih tegak berdiri, menyatu dalam wajah kota.

Tags:
ITBSejarah BandungSejarahFreemason

Redaksi

Reporter

Hengky Sulaksono

Editor