AYOBANDUNG.ID - Sebelum menjelma menjadi universitas besar dengan kampus di berbagai penjuru, Unpad berangkat dari satu keyakinan yang tak mudah digoyahkan. Keyakinan bahwa Jawa Barat membutuhkan universitas negerinya sendiri. Di tengah situasi politik yang belum stabil dan administrasi yang serba terbatas, gagasan itu bertahan, bernegosiasi, lalu perlahan menjelma menjadi universitas.
Pada awal 1950-an, keadaan pendidikan tinggi di Bandung sebenarnya tidak bisa dibilang kosong. Beberapa fakultas sudah ada, tetapi statusnya masih cabang dari universitas lain. Bagi masyarakat Jawa Barat, kondisi ini terasa janggal. Daerah dengan jumlah penduduk besar dan tradisi intelektual panjang justru belum memiliki universitas negeri yang berdiri sendiri.
Keinginan untuk memiliki institusi pendidikan tinggi yang utuh pun terus menguat, bukan sebagai simbol gengsi, melainkan kebutuhan nyata.
Baca Juga: Tamasya Bandung Tempo Dulu, Curug Jompong dalam Imajinasi Kolonial
Keinginan ini tidak muncul tiba-tiba. Jauh sebelumnya, tokoh-tokoh pendidikan Sunda telah menanamkan gagasan bahwa pendidikan adalah jalan penting bagi kemajuan masyarakat. Semangat itu hidup dan diwariskan lintas generasi, hingga akhirnya menemukan konteks politik yang memungkinkan setelah Indonesia merdeka.
Ketika Bandung menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika 1955, kesadaran itu semakin tajam. Kota ini mendapat sorotan internasional, dan di saat yang sama muncul pertanyaan sederhana: bagaimana dengan infrastruktur pendidikannya sendiri?
Dorongan tersebut disampaikan melalui berbagai pertemuan dan forum masyarakat. Respons pemerintah datang secara bertahap. Pada 14 Oktober 1956, dibentuk Panitia Pembentukan Universitas Negeri di Bandung. Ini menjadi langkah administratif pertama yang jelas arahnya.
Beberapa bulan kemudian, delegasi dibentuk untuk menyampaikan aspirasi Jawa Barat ke pemerintah pusat. Prosesnya panjang, berlapis, dan penuh tahapan, tetapi hasilnya mulai terlihat.
Baca Juga: Sejarah Panjang ITB, Kampus Insinyur Impian Kolonial di Tanah Tropis
Pada 11 September 1957, Universitas Padjadjaran resmi berdiri. Beberapa hari setelahnya, keberadaan universitas ini ditegaskan melalui peraturan pemerintah, lalu diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia. Unpad memulai perjalanannya dengan empat fakultas: Hukum, Ekonomi, Kedokteran, serta Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Pilihan ini mencerminkan kebutuhan dasar pembangunan saat itu: hukum untuk tata negara, ekonomi untuk pengelolaan sumber daya, kedokteran untuk kesehatan publik, dan sains sebagai fondasi pengetahuan.
Pemilihan nama Padjadjaran disandarkan pada pertimbangan historis dan kultural. Ia merujuk pada Kerajaan Sunda yang pernah berjaya di bawah Prabu Siliwangi. Pilihan nama ini bukan nostalgia kosong, melainkan harapan agar universitas baru ini tumbuh dengan wibawa dan daya tahan yang sama.

Hijrah Kampus Utama dari Bandung ke Jatinangor
Pertumbuhan Unpad berlangsung cepat. Fakultas-fakultas baru dibuka dalam waktu relatif singkat, mencakup bidang sosial, humaniora, pertanian, psikologi, hingga peternakan. Dalam hitungan tahun, Unpad berubah dari universitas kecil menjadi institusi dengan cakupan keilmuan yang luas. Namun perkembangan ini membawa konsekuensi praktis: kegiatan akademik tersebar di banyak lokasi.
Pada satu masa, Unpad beroperasi di lebih dari sepuluh titik berbeda di Bandung dan sekitarnya. Kondisi ini menyulitkan pengelolaan dan membatasi pengembangan jangka panjang. Sejak akhir 1970-an, muncul gagasan untuk menyatukan seluruh aktivitas akademik dalam satu kawasan terpadu. Inspirasi datang dari konsep kota pendidikan yang telah diterapkan di luar negeri.
Pilihan lokasi jatuh pada Jatinangor, kawasan di kaki Gunung Manglayang yang sebelumnya merupakan area perkebunan peninggalan masa kolonial. Lahan luas dan relatif terbuka ini dinilai cocok untuk pengembangan jangka panjang. Pengadaan lahan dimulai pada akhir 1970-an, disusul perencanaan kawasan pendidikan tinggi yang terintegrasi.
Baca Juga: Hikayat Cibiru, dari Kawasan Timur Pinggiran Kota Bandung yang jadi Pusat Keramaian
Pemindahan kampus dilakukan secara bertahap. Fakultas Pertanian menjadi yang pertama berpindah pada 1983, disusul fakultas-fakultas lain dalam rentang waktu puluhan tahun. Proses ini berjalan perlahan, menyesuaikan kesiapan infrastruktur dan kebutuhan akademik. Tonggak penting terjadi pada 2012, ketika pusat administrasi universitas resmi berpindah ke Jatinangor. Sejak saat itu, kawasan ini menjadi kampus utama Universitas Padjadjaran.
Dalam perkembangannya, Unpad memperoleh status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang memberi keleluasaan lebih besar dalam pengelolaan institusi. Akreditasi nasional dengan peringkat tertinggi dan posisi yang konsisten dalam pemeringkatan internasional menandai pengakuan atas kualitasnya. Jumlah peminat yang tinggi dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa Unpad tidak hanya besar secara sejarah, tetapi juga relevan bagi generasi baru.
Kini, Universitas Padjadjaran menaungi belasan fakultas dan puluhan program studi, dari diploma hingga doktoral. Dari gagasan yang diperjuangkan sejak awal kemerdekaan, Unpad tumbuh menjadi universitas yang berakar pada sejarah lokal sekaligus bergerak dalam lanskap global. Perjalanannya menunjukkan bahwa universitas tidak lahir dari kecepatan, melainkan dari ketekunan menjaga keyakinan hingga menemukan bentuk yang paling mungkin.